Jokowi-Ahok merasa terdeskriminasi terhadap isu-isu tersebut. Jokowi tenang mengatasi isu-isu menyangkut dirinya dan pasangannya, yaitu Ahok. Inilah
yang membuat publik menilai positif bagi kubu Jokowi-Ahok yang tidak terbawa emosi pada isu-isu yang menyangkut dirinya. Jokowi ini sangat sadar
bahwa isu SARA tidak optimal bekerja di putaran kedua ini. Rivalitas kekuatan Jokowi dan Foke di putaran kedua terlampir
dengan grafik perolehan suara partai politik pengusung Cagub dan Cawagub dalam pemilukada DKI Jakarta 2012, yakni pasangan nomor urut 1 Foke-
Nara yang merangkul beberapa partai elit politik antara lain, Partai Demokrat, PKS, PPP, PAN, Hanura, PKB. Dan pasangan nomor urut 3, Jokowi-Ahok
hanya didukung oleh PDIP dan Gerindra. Tetapi koalisi dari gabungan partai politik besar tidak menjadi tolak ukur untuk memenangkan Pemilukada DKI
Jakarta Putaran Kedua ini. Tetapi integritas dari figur tersebut. Dan Jokowi berhasil menanamkan di benak khalayak bahwa Jokowi adalah figur yang
memiliki integritas dapat mengubah Jakarta lebih baik lagi.
1. Isu SARA Putaran Kedua
Ramainya isu SARA Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan pada putaran kedua pemilukada DKI Jakarta 2012 menandakan bahwa politik
identitas masih kental di tubuh masyarakat, khususnya Jakarta. Putaran kedua berlangsung, isu SARA yang berkembang di tengah-tengah masyarakat
adalah isu yang menyerang pasangan Jokowi-Ahok. Isuini berkaitan dengan etnisitas dan agama, karena Ahok yang berasal dari etnis dan agama
minoritas.
Bulan puasa Ramadhan dimanfaatkan oleh berbagai pihak untuk memainkan isu agama melalui berbagai media dakwah. Salah satu kasus yang
beredar di masyarakat adalah ceramah H. Rhoma Irama di salah satu masjid wilayah Tanjung Duren yang kuat diduga mengandung SARA yang
menyudutkan pasangan Jokowi-Ahok. Kemudian perkembangan teknologi menjadi sarana berkembangnya isu-isu tersebut melalui sarana media sosial,
dan sarana komunikasi lainnya, seperti penyebaran isu melalui SMS, Blackberry Broadcast Message. Namun kasus ini menjadi digarisbawahi
bahwa SARA masih dianggap menjadi bahan melakukan kampanye negatif bagi pasangan calon Gubernur.Hasil analisis wawancara dari Arya Fernandes:
“Jokowi ini sangat sadar bahwa isu SARA tidak optimal bekerja, karena dalam survei menunjukkan tidak ada korelasi
hubungan antara etnis dengan hubungan politik, misalnya apakah orang Betawi yang akan dipilih untuk menjadi pemimpin Jakarta?
tetapi pada Putaran Pertama kalau kita crop datanya dengan orang pilihan, banyak orang Betawi yang memilih Jokowi. Kemudian,
apabila isu Agama bekerja, seharusnya umat muslim memilih Foke, Foke ketimbang lebih santri dari Jokowi. Pada survei tidak ditemukan
umat muslim, orang-orang yang dekat dengan organisasi Islam itu justru banyak memilh Jokowi. Dan mengartikan bahwa isu agama
tidak optimal bekerja di Jakarta, atau tidak berpengaruh pada masyarakat. Jokowi sadar kalau SARA tidak berpengaruh pada
citranya, dan Jokowi tidak bereaksi mengenai isu-isu SARA yang digunakan rivalnya.
”
1
Hasil wawancara dari Arya Fernandes menjelaskan bahwa Jokowi cerdas dalam mengatasi isu SARA yang menyangkut pasangan politiknya,
yakni Ahok. Dan Jokowi tidak membalas serangan politik terhadap rival politiknya, yakni Foke-Nara. Karena bagi Jokowi SARA tidak akan
berpengaruh pada masyarakat dan citranya.
1
Wawancara pribadi dengan Arya Fernandes, Jakarta, Senin, 11 Febuari 2013.