Konsep Dasar Teori Naratif

3 Koherensi karakterologis, merujuk pada dapat dipercaya karakter- karakter di dalam sebuah cerita. Jenis koherensi yang merujuk pada dapat dipercayainya karakter-karakter di dalam cerita. 7 d. Logika dan Good Reasons Logika dengan pertimbangan yang sehat, adalah seperangkat nilai untuk menerima suatu cerita sebagi benar dan berharga untuk diterima, adalah memberikan suatu metode untuk menilai kebenaran. Prinsip rasionalitas naratif yang menilai kredibilitas dari sebuah cerita. Fisher menyatakan bahwa ketika elemen-elemen sebuah cerita “merepresentasikan pernyataan-pernyataan akurat mengenai realitas sosial”, elemen tersebut memiliki kebenaran. Fisher menyatakan bahwa ketika naratif memiliki kebenaran, kebenaran adalah reliabilitas dari sebuah cerita. Naratif itu menyusun suatu pertimbangan yang sehat bagi seseorang untuk memegang keyakinan tertentu atau untuk mengambil tindakan, atau berarti bahwa pertimbangan yang sehat manapun setara dengan yang lainnya, ini berarti bahwa apapun yang mendorong orang untuk percaya sebuah naratif tergantung pada nilai atau konsepsi yang baik. 8 Logika dari good reason berhubungan dengan ide Fisher akan ketepatan adalah metode utama yang ia kemukakan untuk menilai ketepatan naratif, adalah logika pertimbangan yang sehat. Karena itu, logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari cerita. Logika dari pertimbangan yang sehat, seperangkat 7 West Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi –Teori dan Aplikasi, h. 52. 8 Ibid., h. 52. nilai untuk menerima suatu cerita sebagai benar dan berharga untuk diterima: memberikan suatu metode untuk menilai kebenaran. 9 Seperti yang diprediksikan oleh paradigma naratif, logika bagi paradigma naratif membuat seseorang mampu menilai harga atau nilai dari cerita. Cerita yang dikisahkan dengan baik terdiri atas rasionalitas naratif memenuhi kriteria koherensi dan kebenaran akan lebih menggugah bagi pembaca dibandingkan dengan kesaksian dari para ahli yang menyangkal akurasi faktual di dalam naratif itu.

B. Konseptualisasi Retorika Politik

1. Pengertian Retorika

Gaya komunikasi seseorang juga dapat dilihat dari retorika. Retorika adalah ilmu berbicara. Dalam bahasa Inggris, yaitu rhetoric dan dari bahasa latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. 10 Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetoric yang berarti seni berbicara, pada awalnya sering dipakai dalam perdebatan di pengadilan atau dalam perdebatan antarpersonal untuk mempengaruhi orang lain yang ada di sekitarnya dengan cara persuasif. Littlejohn mendefinisikan kajian retorika secara umum sebagai simbol yang digunakan manusia. Pengertian ini kemudian diperluas dengan mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk memengaruhi lingkungan sekitarnya. 11 Retorika adalah komunikasi dua arah, face to face, satu atau lebih orang seorang berbicara kepada beberapa orang maupun seorang bicara kepada 9 West, Richard. 2008. Pengantar Teori Komunikasi – Teori dan Aplikasi, h. 53. 10 Onong Uchjana Effendy, Komunikasi: Teori dan Praktek, h. 53. 11 Anwar Arifin, Komuniasi Politik Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, h. 126. seorang lain masing –masing berusaha dengan sadar untuk mempengaruhi pandangan satu sama lain melalui tindakan timbal balik satu sama lain. Sasaran persuasi timbal balik itu, tentu saja tidak perlu dibatasi hanya pada orang –orang yang turut dalam perdebatan, yaitu para ahli retorika dapat juga berusaha mempengaruhi pihak ketiga. Tujuannya adalah untuk membantu yang di persuasi dalam membangun citra tentang masa depan, masa untuk bertindak, yaitu melalui retorika, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan kepercayaan, nilai, pengharapan mereka. 12 Retorika diartikan sebagai seni membangun argumentasi dan seni berbicara “the art of constructing arguments and speech making”. Dalam perkembangannya, retorika juga mencakup proses untuk menyesuaikan ide dengan orang lain dan menyesuaikan orang dengan ide melalui berbagai macam pesan. Dewasa ini, fokus perhatian retorika bahkan lebih luas lagi, yang mencakup segala hal bagaimana manusia menggunakan simbol untuk mempengaruhi siapa saja yang ada di dekatnya dan membangun dunia di mana mereka tinggal. 13 Titik tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengungkapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Dewasa ini, retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang 12 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1989 , cet. 1, h. 140 – 141. 13 Morissan dan Andy Corry, Teori Komunikasi: Komunikator, Pesan, Percakapan, dan Hubungan Bogor: Ghalia Indonesia, 2009, cet. 1, h. 44. jelas dan tanpa isi. Melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat, dan menegaskan. 14 Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa Linguistik, khususnya ilmu bina bicara Sprecherziehung. Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini mencakup, yaitu Monologika Ilmu tentang seni berbicara secara monolog, dimana hanya seorang yang berbicara. Dialogika Ilmu tentang seni berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Pembinaan Teknik Bicara teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita. 15 Ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam retorika ini yaitu, pertama, pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik. Kedua, pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan dengan menggunakan bahasa yang baik. 16 Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika, yang disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya, seorang pembicara yang tertarik untuk membujuk khalayaknya harus mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika logos, emosi pathos, dan etikakredibilitas ethos. Khalayak merupakan kunci dari persuasi yang efektif, dan silogisme retoris, yang mendorong khalayak untuk menemukan 14 Dori Wuwur Hendrikus, Retorika: Terampil berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 14. 15 Ibid., h. 16. 16 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa Jakarta: Gramedia, 2007, h. 1.