2. Rivalitas Kekuatan Joko Widodo dan Fauzi Bowo Pemilukada DKI
Jakarta 2012 Putaran Kedua
a. Grafik Perolehan Suara Parpol Pendukung Fauzi Bowo–Nachrowi
Ramli dan Joko Widodo –Basuki Tjahaja Purnama
1 Pasangan Nomor Urut 1 Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli
Sumber: Surat Kabar Seputar Indonesia, 12 September 2012
Keterangan: Total suara 71,24
Dengan basis data ini, perolehan suara partai politik pendukung Foke –Nara pada
Pemilu  2009  antara  lain,  Partai  Demokrat  33,58,  Partai  Keadilan  Sejahtera 17,23,  Partai  Golongan  Karya  6,47,  Partai  Persatuan  Pembangunan  5,15,
Partai  Amanat  Nasional  4,17,  Partai  Hati  Nurani  Rakyat  2,60,  dan  Partai Keadilan Bangsa 2,04.
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
PKB Hanura
PAN PPP
Golkar PKS
PD
Gambar 2 Perolehan Suara Parpol Pendukung
Foke - Nara pada Pemilu 2009
PKB Hanura
PAN PPP
Golkar PKS
PD
33,58 17,23
6,47 5,15
4,17 2,60
2,04
2 Pasangan Nomor Urut 3 Joko Widodo - Basuki Tjahaja Purnama
Sumber: Surat Kabar Seputar Indonesia, 12 September 2012
Keterangan: Total suara 15,90
Dengan  basis  data  ini,  perolehan  suara  partai  politik  pendukung  Jokowi –Ahok
pada  Pemilu  2009  antara  lain,  Partai  Demokrasi  Indonesia  Perjuangan  10,74, Partai Gerakan Indonesia Raya 5,16.
Melihat grafik yang pertama, semestinya perolehan suara Foke-Nara lebih unggul  dibandingkan  pasangan  Jokowi-Ahok  yang  hanya  dirangkul  oleh  dua
partai  politik  saja.  Melihat  dari  perolehan  suara  pemilukada  DKI  Jakarta  2012 yang  diusung  oleh  sederet  partai  politik  besar,    justru  tidak  berpengaruh  pada
perolehan suara pemilukada DKI Jakarta 2012 ini. Karena menguatnya sentimen negatif publik terhadap  kinerja partai  politik  yang  berkontribusi pada Cagub dan
Cawagub  di  pemilukada  ini.  Melihat  sederet  pemberitaan  mengenai  isu-isu
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 Gerindra
PDIP
Gambar 3 Perolehan Suara Parpol Pendukung
Jokowi - Ahok pada Pemilu 2009
Gerindra PDIP
10,74
5,16
korupsi  dan  isu-isu  negatif  lainnya  yang  menyangkut  partai  politik,  memberikan sinyal kuat bahwa integritas para kader politik sangat rendah.
Kekalahan  Foke-Nara  juga  tidak  lepas  dari  menurunnya  citra  Partai Demokrat,  melihat  dari  kasus-kasus  korupsi  keterlibatan  kader  Partai  Demokrat,
seperti  Angelina  Sondakh  wakil  Sekjen  PD,  Nazarudin  mantan  bendahara Partai  Demokrat,  Andi  Malaranggeng  Menteri  Pemuda  dan  Olah  Raga,  dan
beberapa  kader  yang  diduga  terlibat  korupsi.  Berbagai  kasus  korupsi  yang menimpa  kader  Partai  Demokrat  tersebut  secara  tidak  langsung  memberikan
pengaruh  pada  menurunnya  kepercayaan  publik  pada  Partai  Demokrat  dan  turut berkontribusi bagi kekalahan Foke-Nara pada putaran pertama DKI Jakarta 2012.
Bukan  hanya  itu  saja,  kekalahan  Foke  terkait  buruknya  komunikasi  politiknya terhadap  masyarakat.  Foke  lebih  mengandalkan  selembaran-selembaran  poster
kampanyenya dan merangkul partai elit politik dibandingkan turun ke bawah dan penyapaan
warga.Kemudian gaya
komuniikasi Foke
yang “blak-
blakan ”melahirkan kontroversial terhadap masyarakat Jakarta, dan sangat kontras
dengan gaya komunikasi Jokowi yang lebih halus dan lentur dalam berkomunikasi kepada masyarakat.
Pembelajaran  di  pemilukada  DKI  Jakarta  2012  putaran  kedua  ini,  bahwa Cagub  dan  Cawagub  yang  unggul  tidak  hanya  melihat  siapa  saja  orang-orang  di
belakangnya,  atau  siapa  saja  partai-partai  politik  yang  mengusungnya,  tetapi melihat  dari  latarbelakang  integritas  figur  tersebut,  sikap,  dan  retorika.  Sentimen
publik kian meninggi dengan berita-berita media yang menguatkan kasus korupsi yang  mengaitkan  sederet  kader-kader  partai  politik.  Jadi,  masyarakat  kian  kritis
seolah  tidak  peduli  dengan  keadaan  partai  elit  politik,  figur  yang  merangkul