Pengertian Retorika Konseptualisasi Retorika Politik
jelas dan tanpa isi. Melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat, dan menegaskan.
14
Retorika adalah bagian dari ilmu bahasa Linguistik, khususnya ilmu bina bicara Sprecherziehung. Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara
ini mencakup, yaitu Monologika Ilmu tentang seni berbicara secara monolog, dimana hanya seorang yang berbicara. Dialogika Ilmu tentang seni
berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih berbicara atau mengambil bagian dalam satu proses pembicaraan. Pembinaan Teknik
Bicara teknik bernafas, teknik mengucap, bina suara, teknik membaca dan bercerita.
15
Ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam retorika ini yaitu, pertama, pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik.
Kedua, pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan dengan menggunakan bahasa yang baik.
16
Teori retorika berpusat pada pemikiran mengenai retorika, yang disebut Aristoteles sebagai alat persuasi yang tersedia. Maksudnya, seorang
pembicara yang
tertarik untuk
membujuk khalayaknya
harus mempertimbangkan tiga bukti retoris: logika logos, emosi pathos, dan
etikakredibilitas ethos. Khalayak merupakan kunci dari persuasi yang efektif, dan silogisme retoris, yang mendorong khalayak untuk menemukan
14
Dori Wuwur Hendrikus, Retorika: Terampil berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1991, h. 14.
15
Ibid., h. 16.
16
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa Jakarta: Gramedia, 2007, h. 1.
sendiri potongan –potongan yang hilang dari suatu pidato, digunakan dalam
persuasi.
17
a. Lima Hukum Retorika
Dalam pandangan Aristoteles, seorang ahli retorika klasik lima tahap penyusunan pidato yang dikenal dengan Lima Hukum Retorika
“The Five Cannon
s of Rhetorica”, yaitu sebagai berikut:
1 Inventio penemuan. Pada tahap ini, pembicara menggali topik dan
meneliti khalayak untuk mengetahui metode persuasi yang paling tepat. Bagi Aristoteles, retorika tidak lain dari kemampuan untuk menentukan
dalam kejadian tertentu dan situasi tertentu dengan metode persuasi yang ada. Dalam tahap ini juga, pembicara merumuskan tujuan dan
mengumpulkan bahan argumen yang sesuai dengan kebutuhan khalayak.
2 Disposito penyusunan. Pada tahap ini, pembicara menyususun pidato
atau mengorganisasikan pesan. Aristoteles menyebutnya taxis yang berarti pembagian. Pesan harus dibagi ke dalam beberapa bagian yang
berkaitan dengan logis. Susunan berikut mengikuti kebiasaan berpikir manusia, yaitu pengantar, pernyataan, argumen, dan epilog.
3 Elocutio gaya. Pada tahap ini, pembicara memilih kata–kata dan
menggunakan bahasa yang tepat untuk mengemas pesannya. Aristoteles memberikan nasihat, gunakan bahasa yang tepat, benar, dan dapat
diterima, yaitu pilih kata –kata yang jelas dan langsung, sampaikan
17
Richard West dan Lynn Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi, h. 5.
kalimat yang indah, mulia dan hidup: dan sesuaikan bahasa dengan pesan, khalayak, dan pembicara.
4 Memoria memori. Pada tahap ini, pembicara harus mengingat apa
yang ingin
disampaikannya dengan
mengatur bahan
–bahan pembicaranya.
5 Pronountiatio penyampaian. Pada tahap ini, pembicara
menyampaikan pesannya secara lisan. Di sini, akting sangat berperan. Pembicara harus memerhatikan oleh suara dan gerakan
–gerakan anggota badan.
18
b. Tipologi Pidato
Dalam retorika, terdapat jumlah tipologi pidato yang menentukan pendekatan dan proses yang berbeda
–beda juga alam penyelenggaraannya: 1
Tipe impromtu. Tipe impromtu adalah mengungkapkan perasaan pembicara, karena pembicara tidak memikirkan terlebih dahulu
pendapat yang disampaikannya. Gagasan dan pendapatnya itu datang secara spontan. Impromtu memungkinkan orator terus berfikir.
Kerugian tipe ini adalah dapat menimbulkan kesimpulan yang mentah, penyampaian yang kurang lancar. Jika tidak hati
–hati gagasan menjadi kurang bahkan tidak sistematis. Jalaludin Rahmat menyarankan
sebaiknya hindari orasi atau pidato impromtu, tetapi bila terpaksa, hal- hal berikut dapat dijadikan pegangan:
18
Gun Gun Heryanto dan Irwa Zarkasy, Public Relations Politik Bogor: Ghalia Indonesia, 2012, h. 118-119.
a Pikirkan terlebih dahulu teknik pemulaan pidato yang baik. Seperti,
cerita, hubungkan dengan pidato sebelumnya, ilustrasi, dan sebagainya.
b Tentukan sistem organisasi pesan. Seperti, susunan kronologis,
teknik pemecahan soal, kerangka sosial ekonomi –politik, hubungan
teori dan praktek. c
Pikirkan teknik menutup pidato yang mengesankan. 2
Tipe Memoriter. Tipe memoriter adalah retorika yang pesan politiknya ditulis dan kemudian diingat kata demi kata atau dihafal. Jalaluddin
Rahmat dalam bukunya Retorika Modern: Pendekatan Praktis, menuliskan beberapa kelebihan dan kekurangan tipe memoriter, yakni:
a Memungkinkan ungkapan yang tepat
b Organisasi pesan yang terencana
c Pemilihan bahasa yang teliti
d Gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian
Adapun kekurangan dari tipe ini, yaitu:
a Kurang terjalinnya saling hubungan antara pesan dengan pendengar.
b Memerlukan waktu dalam persiapan
c Kurang spontan karena perhatian beralih pada upaya mengingat
pesan. Bahaya terbesar timbul bila satu kata atau lebih hilang dari ingatan,
seperti manuskrip, maka naskah memoriter pun harus ditulis dengan gaya ucapan.
19
19
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, cet. 1, 2011. h. 146.
3 Tipe ForensikTipe Manuskrip. Pidato yang dipersiapkan secara tertulis,
pidato dengan naskah, atau orasi yang dilakukan dengan cara membacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Manuskrip
dibutuhkan oleh tokoh –tokoh nasional, sebab kesalahan satu kata saja,
dapat menimbulkan kekacauan dan berakibat jelek bagi pembicara. Manuskrip juga sering dilakukan oleh ilmuan yang melaporkan hasil
penelitiannya dalam pertemuan ilmiah. Jalaluddin Rahmat dalam Retorika Modern: Pendekatan Praktis, menulis tentang keuntungan dan
kerugian dari tipe manuskrip adalah:
Keuntungan dari tipe ini adalah: a
Kata–kata dapat dipilih sebaik–baiknya b
Pernyataan dapat dihemat c
Kefasihan berbicara dapat dicapai dengan kata–kata yang sudah disiapkan
d Hal–hal yang menyimpang dapat dihindari
e Manuskrip dapat diterbitkan atau diperbanyak
Sementara kelemahan dari tipe ini, yaitu:
a Komunikasi dengan pendengar berkurang karena pembicara tidak
berbicara langsung dengan mereka meski dalam forum yang sama b
Pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku
c Umpan balik tidak dapat mengubah, memperpendek atau
memperpanjang pesan d
Pembuatannya memerlukan waktu lama
Untuk mengurangi kekurangan –kekurangan itu, beberapa petunjuk
dapat diterapkan dalam penyusunan dan penyampaian manuskrip: a
Susunlah lebih dahulu garis–garis besarnya dan siapkan bahan– bahannya
b Tulislah manuskrip seakan–akan anda bicara. Gunakan gaya
percakapan yang lebih informal dan langsung c
Baca naskah itu berkali–kali sambil membayangkan pendengar d
Hafalkan sekedarnya sehingga anda dapat lebih sering melihat pendengar
e Siapkan manuskrip dengan ketikan besar, tiga spasi dan batas
pinggir yang luas.
20
4 Tipe Ekstemporer. Tipe ini merupakan jenis yang paling baik dan
paling sering digunakan. Orasi telah dipersiapkan sebelumnya berupa outline dan pokok
–pokok penunjang pembahasan, pembicara tidak berupaya mengingat kata demi kata, outline hanya merupakan pedoman
untuk mengatur gagasan yang ada dalam pikiran kita. Sebab itu, ekstemporer
membutuhkan banyak
latihan, pengalaman
dan pengetahuan yang cukup. Memang sukses sebuah pidato, juga
ditentukan oleh adanya persiapan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Harus diingat pepatah Latin
“qui assendit sine labore des condit sine homore.
” Artinya, barang siapa yang bekerja tanpa persiapan, akan jatuh dengan kehilangan kehormatan. Adapun
kelebihan ekstemporer, yakni: terjadi interaksi dengan pendengar,
20
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 148.
fleksibel, lebih spontan, dan komunikasi pembicara dengan pendengar lebih baik karena pembicara berbicara langsung dengan khalayak.
Sedangkan kekurangannya bagi pembicara yang kurang mahir, yakni persiapan kurang baik jika terburu
–buru, menyimpang dari outline, kehilangan arah interpretasi dari apa yang telah ditulis dari outline,
pemilihan kata yang kurang sesuai konteks, terhambatnya kefasihan karena kesukaran memilih kata dengan segera, dan tentunya tidak dapat
dijadikan bahan penerbitan.
21