Perilaku dan Eksistensi Hakim

66 dukungan hakim dengan mengajak saudarakerabatteman untuk ikut menggunakan bank syariah. Mayoritas 28 hakim yang sudah mengajak walaupun baru sedikit, tetapi sudah ada kontribusi yang berarti untuk memajukan perbankan syariah. Bentuk dukungan lainnya adalah dengan mengumpulkan literaturinformasi mengenai ekonomi syariah. Kebanyakan 78.4 hakim yang mengumpulkan literaturinformasi tersebut melalui media buku, seminardiskusi, dan internet. Ini menggambarkan walaupun dukungan perilaku hakim kurang, tetapi bagi hakim ada perhatian khusus mengenai ekonomi syariah. Selain itu, dukungan dalam tingkatan pribadi hakim masih cenderung positif memberikan dukungannya terhadap perbankan syariah. Berbeda jika sudah dalam tingkatan kelompok, dukungan hakim dapat dikatakan minim. Artinya, perilaku hakim akan cenderung mendukung ketika melibatkan pribadi. Sedangkan ketika melibatkan kelompok atau umat, dukungan hakim akan semakin menurun. 67 Berikut beberapa tabel dimensi dari perilaku yang penulis coba kritisi, yaitu: Gambar 4.6 Menjadi tempat bertanyakonsultasi bagi masyarakat sekitar mengenai bank syariah Dari gambar ini cukup menarik untuk diperhatikan bahkan manarik untuk dipertanyakan mengapa 56 para hakim tidak mendukung untuk dijadikan tempat bertanya bagi masyarakat sekitar mengenai bank syariah. Peneliti melihat ada dua kemungkinan: pertama, karena penguasaan terhadap materi perbankan syariah yang tidak mapan sehingga tidak siap atau tidak cukup “PD” untuk menjawab. Kedua, hakim secara sadar menempatkan dirinya tidak sebagai seorang mufti yang dimintakan fatwanya, yang dalam etika pengadilan Islam memang harus dipisahkan antara fungsi seorang qadhi dan seorang mufti, yakni qadhi tidak boleh menjadi mufti dan sebaliknya. 68 Gambar 4.7 Mengikuti seminar atau diskusi tentang ekonomi syariah yang diadakan oleh lembaga tempat sendiri atau lembaga lain Partisipasi aktif responden mengikuti seminar tentang ekonomi syariah. Lebih dari separo responden 54.2 berperilaku tidak positif, jarang terlibat dalam kegiatan seminar tentang ekonomi syariah. Dalam kasus ini, ada perbedaan dengan fakta dukungan pada dimensi sebelumnya. Pada dimensi ini, persentase responden yang tidak mendukung lebih sedikit. Ini berarti bahwa dukungan perilaku responden terhadap perbankan syariah, di ranah kegiatan akademis yang membahas perbankan syariah, masih sebatas wacana, bukan pada kegiatan yang berkontribusi langsung dan nyata terhadap keberadaan perbankan syariah. Bagi peneliti hal ini tentu menjadi sesuatu yang aneh, seharusnya hakim lebih tertarik untuk mengikuti seminar ekonomi syariah karena mau tidak mau seorang hakim harus menguasai persoalan ekonomi syariah dari yang 69 konvensional hingga isu modern supaya kelak ketika hakim menghadapi perkara sengketa perbankan syariah dapat terjawab dengan baik. Gambar 4.8 Menjadi panitia seminar atau diskusi tentang bank syariah Untuk menjadi panitia seminar atau diskusi tentang bank syariah, hakim belum memperlihatkan dukungannya. Hal ini ditunjukkan, terdapat 91.7 responden yang tidak mendukung dan hanya 0.9 yang menyatakan dukungannya. Artinya, harapan untuk mengembangkan kualitas hakim yang menguasai permasalahan yang menjadi kompetensi absolutnya tinggal harapan saja, karenya nyatanya hakim tidak terlalu berminat atau hakim agama bukan pencinta ilmu hingga tidak tertarik lagi untuk terlibat dalam perhelatan ilmiah. 70 Gambar 4.9 Menjadi pembicara pada seminar tentang ekonomi syariah Pada dimensi menjadi pembicara pada seminar tentang ekonomi syariah, dukungan responden sangat minim sekali 1.8. Hanya ada sebagian kecil responden hakim rutin menjadi narasumber dalam kegiatan ilmiah yang bertemakan perbankan syariah. Bagi peneliti, angka ini sama dengan tabel sebelumnya, betapa hakim agama tidak punya gairah untuk terlibat dalam peningkatan keilmuan. Ada dua hal yang mungkin terjadi, pertama karena tidak Percaya Diri PD karena memang tidak menguasai ilmu ekonomi syariah, yang kedua memang mereka enggan untuk berbagi ilmu, atau tidak senang dengan dunia intelektual. 71 Gambar 4.10 Menyampaikan materi ekonomi syariah saat khutbah jumatpengajian Menyampaikan materi syariah saat khutbah jumatpengajian merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap eksistensi perbankan syariah. Tetapi dalam hal ini, mayoritas 72.5 hakim yang tidak pernah memberikan materi ekonomi syariah saat khutbah jumatpengajian. Hanya 5.5 hakim yang menyatakan pernah melakukan hal tersebut. Ini sangat ironis, mengingat khutbah jumatpengajian merupakan sarana yang mudah dan tepat untuk mensosialisasikan perbankan syariah tidak digunakan dengan baik oleh para hakim. 72 Gambar 4.11 Menulis artikel atau tulisan tentang ekonomi syariah Hal lain yang dianggap menunjukkan dukungan hakim terhadap perbankan syariah dapat dilihat dari ketertarikan hakim mengenai perbankan syariah itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi hakim melalui keikutsertaan hakim melalui tulisanartikel mengenai ekonomi syariah. Tetapi sangat disayangkan ternyata mayoritas 86.2 hakim tidak melakukan hal tersebut. Artinya, hakim pengadilan agama belum terlalu tertarik dengan ekonomi syariah. 73 Gambar 4.12 Melakukan kajian khusus tentang masalah yang terkait dengan perbankan syariah Seperti Gambar 4.12, bukan hanya sekedar menulis artikel mengenai ekonomi syariah tetapi dalam hal ini hakim diharapkan dapat melakukan kajian khusus tentang masalah yang terkait dengan perbankan syariah khususnya. Tetapi hasil penelitia menunjukkan hanya 2.8 yang bersedia meluangkan waktunya untuk mengkaji ekonomi syariah. Selebihnya, hanya sebatas wacana. Menurut penulis, hal ini cukup memprihatinkan bagi masa depan lembaga peradilan agama di Indonesia, dimana para hakimnya malas untuk mengkaji masalah yang terkait dengan perbankan syariah. 74 Gambar 4.13 Menjadi anggota organisasi profesi di bidang kegiatan ekonomi syariah Dukungan yang rendah juga nampak pada aspek perilaku hakim menjadi anggota organisasi profesi di bidang kegiatan ekonomi syariah. Dari data di atas, terdapat 93.6 responden yang memperlihatkan perilaku tidak mendukung aktivitas keanggotan pada organisasi profesi yang bergerak di bidang perbankan syariah. Artinya, pada kepentingan kelompok, bahkan untuk isu-isu pribadi, dukungan hakim sangat rendah. Mungkin ini masih positif jika jawaban hakim agama didasarkan pada norma seorang hakim agama dimana hakim agama tidak boleh memegang profesi lain. Namun apabila bukan karena norma, tetapi karena memang tidak tertarik, lagi-lagi harus peneliti katakan bahwa kondisi ini cukup memprihatinkan. 75 Gambar 4.14 Menjadi pengajar di bidang ekonomi syariah di salah satu perguruan tinggi Pada Gamabr 4.14, menggambarkan kontribusi langsung hakim terhadap perbankan syariah dengan menjadi pengajar di bidang ekonomi syariah di salah satu pergguruan tinggi. Terdapat 92.7 hakim yang keberatan untuk menjadi pengajar di bidang ekonomi syariah di salah satu perguruan tinggi. Padahal sesungguhnya, kalau hakim agama mau mengajar di perguruan tinggi, khususnya tentang ekonomi syariah, tentu saja bukan saja bisa mentransformasikan ilmunya kepada mahasiswa, tetapi juga sesungguhnya mengasah dan mempertajam pengetahuan para hakim yang pada giliranya ketika hakim itu menghadapi masalahperkara sengketa perbankan syariah di pengadilan agma, sudah tidak asing lagi. 76 Gambar 4.15 Mempromosikan keberadaan perbankan syariah dalam setiap kesempatanpertemuan Mempromosikan keberadaan perbankan syariah dalam setiap kesempatan juga merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap perbankan syariah yang dianggap paling mudah. Tetapi ini tidak ditunjukkan oleh para hakim, terdapat 77.1 hakim yang tidak mempromosikan keberadaan perbankan syariah dalam setiap kesempatan. Tentu saja hal ini cukup memprihatinkan kita, betapa lemahnya keinginan dan rasa kepemilikan hakim pengadilan agama terhadap perbankan syariah. 77

3. Korelasi Latar Belakang Pendidikan dengan Pengetahuan Hakim

Terhadap Perbankan Syariah Correlations Control Variables Keharaman bunga bank konvensional yang diketahui tentang bank syariah Latar belakang perguruan tinggi Keharaman bunga bank konvensional Correlation 1.000 -.054 Significance 2-tailed . .576 df 106 yang diketahui tentang bank syariah Correlation -.054 1.000 Significance 2-tailed .576 . df 106 Sumber di olah dari data lapangan Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara latar belakang pendidikan dengan pengetahuan hakim terhadap perbankan syariah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Sig. 0.05, yang berarti tidak ada korelasi antara ketiga variabel tersebut. Artinya, latar belakang pendidikan hakim agama yang Islami tidak mempengaruhi pengetahuan mereka terhadap bank syariah. Padahal dalam Undang-undang, para hakim agama dituntut untuk memahami segala perkara yang menjadi kompetensinya. Hal ini sesuai adagium ius curia novit, yang artinya hakim dianggap tahu akan hukumnya, 78 sehingga hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih hukumnya tidak atau kurang jelas. 6 Keniscayaan hakim untuk selalu memperkaya pengetahuan hukum, juga sebagai sebuah pertanggungjawaban moral atas klaim bahwa apa yang telah diputus oleh hakim harus dianggap benar, res judikata pro veriate habetur. Sejalan dengan itu, setiap hakim pengadilan agama dituntut untuk lebih mendalami dan menguasai soal perekonomian syariah. Memang, para hakim pengadilan agama telah memiliki latar belakang pendidikan hukum Islam. Namun karena selama ini, pengadilan agama tidak menangani sengketa yang terkait dengan perekonomian syariah, maka wawasan yang dimilikinya pun tentu masih terbatas. Wawasannya akan jauh dibanding masalah sengketa perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf dan sedekah yang selama ini ditanganinya. Paling tidak, ada beberapa hal penting yang menjadi „pekerjaan rumah’ para hakim agama terkait perluasan kewenangannya dalam menangani sengketa perekonomian syariah. Pertama, para hakim pengadilan agama harus terus meningkatkan wawasan hukum tentang perekonomian syariah dalam bingkai regulasi Indonesia dan aktualisai fiqh Islam. Kedua, para hakim pengadilan agama harus mempunyai wawasan memadai tentang produk layanan dan mekanisme operasional dari perbankan syariah, lembaga keuangan mikro syariah, reksa dana syariah, obligasi dan surat berharga berjangka menengah syariah, 6 Undang-undang Pokok Kehakiman no 14 tahun 1970 pasal 14 ayat 1 79 sekuritas syariah. Mereka juga harus memahami pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syaraiah, dan bisnis syariah. Ketiga, para hakim agama juga perlu meningkatkan wawasan hukum tentang prediksi terjadinya sengketa dalam akad yang berbasis ekonomi syariah. Selain itu, perlu pula peningkatan wawasan dasar hukum dalam peraturan dan perundang-undangan, juga konsepsi dalam fiqh Islam. 7 Sejauh ini terdapat alokasi pendidikan yang difasilitasi lembaga terkait, yaitu dalam bentuk pelatihan atau seminar. Hal ini, dikarenakan padatnya waktu hakim agama jika mengikuti pendidikan di bangku kuliah lagi. Sehingga menjadi kurang optimal dalam penguasaan materi mengenai bank syariah. Untuk itu Perlu dikembangkan sejak dini penggabungan pendidikan ilmu duniawi dan ilmu agama dan ini harus dilanjutkan ke tingkat berikutnya bahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Sehingga dikotomi pengetahuan agama dan pengetahuan dunia lama-kelamaan akan menipis. Ini bukan tugas perbankan syariah semata, tapi tugas umat Islam secara umum. 7 Muhaemin.”Kesiapan Pengadilan Agama Tangani Sengketa Ekonomi Syari’ah”, dalam Republika On Line, diakses tgl 15 November 2011..