63
karena lebih dari setengah 56.9 hakim telah menjadi nasabah bank syariah. Sehingga hakim memiliki pengamalan langsung dengan bank syariah. Alasan
yang melatarbelakangi hakim bersedia menjadi nasabah bank syariah pun perlu dikritisi, karena dapat menjadi masukan untuk pihak terkait.
Akan tetapi, sebaliknya, angka 43.1 pada pengalaman menjadi nasabah bank syariah menyatakan tidak pernah menjadi nasabah bank sayriah
merupakan angka yang cukup mengagetkan dan menjadi temuan yang sangat menarik. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab pendahuluan bahwa
asumsi penelitian ini berpijak pada keniscayaan hakim pengadilan agama bukan
saja tahu
tentang perbankan
syariah tetapi
juga melaksanakanmengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Artinya, dengan sangat menyesal harus peneliti katakan bahwa masih banyak hakim pengadilan agama yang tidakbelum konsisten dengan
pengetahuan dan kompetensi absolut yang mereka miliki sebagai hakim agama. Niscayanya, hakim agama sudah menjadikan bank syariah menjadi
satu-satunya atau salah satunya lembaga keuangan yang dipergunakan untuk mengcover kebutuhan keuangannya dan tentu saja hakim agama harus
menjadi contoh tauladan dan panutan bagi umat Islam lain, khususnya dalam aplikasi perbankan syariah.
Namun, penulis berkeyakinan, hakim memiliki alasan yang mendasari sikap tersebut. Perlu kita ketahui, Bank syariah merupakan bank yang Islami
45.5, ini merupakan alasan yang paling kuat melandasi hakim untuk
64
menjadi nasabah bank syariah. Di samping itu, alasan ingin menerapkan ajaran Islam secara kaffah 34.2 juga menjadi alasan yang dominan dipilih
oleh hakim. Hal ini berarti, hakim belum melihat keuntungan bank syariah secara sesungguhnya.
Sedangkan, mayoritas hakim yang belum menjadi nasabah bank syariah melihat tidak ada perbedaan khusus antara bank syariah dan bank
konvensional. Seperempat 25.39 hakim menyatakan klaim bank syariah hanya sebatas slogan, tetapi, praktiknya sama saja dengan bank konvensional.
Selain itu, hampir seperempat 23.8 responden menilai bahwa bank syariah belum dikelola secara profesional. Artinya, masih banyak tugas bagi pihak
bank syariah untuk memperbaiki diri.
2. Perilaku dan Eksistensi Hakim
Satu hal lain yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut adalah perilaku hakim dalam mendukung eksistensi perbankan syariah. Teori tentang
perilaku menyebutkan bahwa perilaku dipengaruhi oleh sikap terhadap suatu objek. Mengacu pada sinyalemen teoritis di atas, pada awalnya, peneliti
berhipotesis bahwa sikap positif hakim terhadap perbankan syariah akan diikuti dengan tindakan positif yang mendukung keberadaan perbankan
syariah. Namun apa yang diperlihatkan data hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang ada. Seperti telah disajikan sebelumnya, data studi ini
memperlihatkan bahwa dukungan perilaku hakim terhadap perbankan syariah masih sangat rendah, belum begitu positif. Bahkan dukungan tersebut masih
65
sangat memprihatinkan. Umpama, masih banyak hakim yang meragukan keberadaan perbankan syariah; hampir separo hakim belum menjadi nasabah
perbankan syariah. Kalaupun dukungan hakim terhadap perbankan syariah terkadang positif, tetapi hal tersebut hanya menyentuh isu-isu yang bersifat
pewacanaan gagasan perbankan syariah seperti keterlibatan mereka dalam forum atau kegiatan ilmiah yang membahas perbankan syariah.
Mengapa para hakim belum bisa mengoptimalkan sikap positif mereka terhadap perbankan syariah ke dalam tindakan yang positif?. Hal ini
dikarenakan tidak ada keseriusan atau ketertarikan hakim terhadap perbankan syariah. Bukan hanya dari pihak hakim hal ini dapat terjadi, pihak bank
syariah pun memiliki peran penting agar sikap positif hakim ini bisa dibarengi dengan perilaku yang konsisten pula.
Dalam melaksanakan tugas kedinasan, hakim sebagai aparat penegak hukum yang profesional, netral tidak memihak, dan sebagai anggota
masyarakat, hakim merupakan orang yang menguasai masalah keislaman, yang menjadi panutan dan pemersatu masyarakat sekelilingnya serta punya
integritas sebagai seorang muslim.
5
Hal ini yang menjadi alasan penulis untuk bertumpu pada hakim sehingga hakim dapat mengekspresikan sikap positif
mereka dengan perilaku yang juga positif. Sementara hasil data menyebutkan, masih ada kemungkinan perilaku
hakim untuk mendukung perbankan syariah. Hal ini dapat dijelaskan melalui
5
“Sejarah Peradilan Agama di Indonesia”, dari http:www.pa-negara.go.idtentang- kamisejarah-singkat diakses pada tanggal 16 Juli 2011
66
dukungan hakim dengan mengajak saudarakerabatteman untuk ikut menggunakan bank syariah. Mayoritas 28 hakim yang sudah mengajak
walaupun baru sedikit, tetapi sudah ada kontribusi yang berarti untuk memajukan perbankan syariah.
Bentuk dukungan
lainnya adalah
dengan mengumpulkan
literaturinformasi mengenai ekonomi syariah. Kebanyakan 78.4 hakim yang mengumpulkan literaturinformasi tersebut melalui media buku,
seminardiskusi, dan internet. Ini menggambarkan walaupun dukungan perilaku hakim kurang, tetapi bagi hakim ada perhatian khusus mengenai
ekonomi syariah. Selain itu, dukungan dalam tingkatan pribadi hakim masih cenderung
positif memberikan dukungannya terhadap perbankan syariah. Berbeda jika sudah dalam tingkatan kelompok, dukungan hakim dapat dikatakan minim.
Artinya, perilaku hakim akan cenderung mendukung ketika melibatkan pribadi. Sedangkan ketika melibatkan kelompok atau umat, dukungan hakim
akan semakin menurun.