Faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Hakim

61 hubungan antara perilaku hakim dengan pengalaman mengikuti pendidikankursus di bidang ekonomi syariah. Dilihat dari pengalaman mengikuti pendidikankursus di bidang ekonomi syariah, dapat diketahui 55.9 yang tidak pernah mengikuti pendidikankursus di bidang ekonomi syariah menunjukkan perilaku yang tidak mendukung terhadap perbankan syariah. Walaupun 78 yang pernah mengikuti pendidikankursus di bidang ekonomi syariah menunjukkan perilaku yang cenderung mendukung. Sedangkan hanya 6 yang pernah dan menunjukkan perilaku yang positif.

E. Interpretasi Data

Pada sub-bab ini akan dielaborasi lebih kritis dan detail mengenai hasil penelitian. Mengacu pada beberapa inti pembahasan permasalahan yang disajikan pada bagian terdahulu, ada beberapa butir temuan penting dari penelitian ini yang perlu dielaborasi secara lebih mendetail dan kritis. Permasalahan tersebut adalah sikap mengenai perbankan syariah di kalangan hakim, dan konsistensi perilaku mereka dalam mendukung keberadaan perbankan syariah. Analisis dan interpretasi dilakukan secara tematik, tepatnya isu per isu bahasan.

1. Sikap terhadap Perbankan Syariah di Kalangan Hakim

Sikap responden hakim terhadap suatu objek didasarkan pada penilaian seseorang terhadap atribut-atribut yang berkaitan dengan objek sikap tersebut. 4 Data dalam penelitian ini menggambarkan bahwa sikap hakim 4 Bilson Simamora, “Panduan Riset Perilaku Konsumen”, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, h.155. 62 terhadap perbankan syariah cukup positif. Sikap positif ini diperlihatkan pada faktor pemanfaatan perbankan syariah untuk suatu kelompok, penggunaan perbankan syariah untuk pengelolaan keuangan pribadi, formalisasi perbankan syariah sebagai pengelola keuangan lembaga Islam, segmen pasar bank syariah, mekanisme dan sistem operasional bank syariah. Sangat menarik untuk diamati, mayoritas 88.1 responden setuju terhadap penggunaan perbankan syariah untuk pengelolaan keuangan pribadi responden. Namun anehnya, dari data yang tertuang dari Tabel 4.7 yang menerangkan 43.1 perilaku hakim yang sebaliknya yaitu banyak yang tidak menjadi nasabah perbankan syariah. Temuan peneliti ini, lebih menguatkan lagi bahwa hakim pengadilan agama kurangtidak memiliki sense of bilonging rasa memiliki terhadap perbankan syariah. Tentu saja dari data ini cukup memprihatinkan. Betapa tidak, orang yang seharusnya menjadi panutan dalam berprilaku, bertolak belakang dengan kenyataan. Akan tetapi, faktor-faktor tesebut tidak dapat sepenuhnya dijadikan patokan untuk melihat bagaimana sikap hakim terhadap perbankan syariah. Ada beberapa dimensi yang mencerminkan sikap hakim secara lebih spesifik. Pada kualitas layanan, hampir setengah responden 26.6, menurut pengalamannya, menyatakan bahwa kualitas layanan perbankan syariah lebih baik dibandingkan dengan layanan perbankan konvensional. Sementara itu, masih ada hakim yang menganggap perbankan syariah sama saja dengan perbankan konvensional 20.3. Sikap ini dapat terbentuk 63 karena lebih dari setengah 56.9 hakim telah menjadi nasabah bank syariah. Sehingga hakim memiliki pengamalan langsung dengan bank syariah. Alasan yang melatarbelakangi hakim bersedia menjadi nasabah bank syariah pun perlu dikritisi, karena dapat menjadi masukan untuk pihak terkait. Akan tetapi, sebaliknya, angka 43.1 pada pengalaman menjadi nasabah bank syariah menyatakan tidak pernah menjadi nasabah bank sayriah merupakan angka yang cukup mengagetkan dan menjadi temuan yang sangat menarik. Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab pendahuluan bahwa asumsi penelitian ini berpijak pada keniscayaan hakim pengadilan agama bukan saja tahu tentang perbankan syariah tetapi juga melaksanakanmengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, dengan sangat menyesal harus peneliti katakan bahwa masih banyak hakim pengadilan agama yang tidakbelum konsisten dengan pengetahuan dan kompetensi absolut yang mereka miliki sebagai hakim agama. Niscayanya, hakim agama sudah menjadikan bank syariah menjadi satu-satunya atau salah satunya lembaga keuangan yang dipergunakan untuk mengcover kebutuhan keuangannya dan tentu saja hakim agama harus menjadi contoh tauladan dan panutan bagi umat Islam lain, khususnya dalam aplikasi perbankan syariah. Namun, penulis berkeyakinan, hakim memiliki alasan yang mendasari sikap tersebut. Perlu kita ketahui, Bank syariah merupakan bank yang Islami 45.5, ini merupakan alasan yang paling kuat melandasi hakim untuk