Jenis-jenis Nilai Hakikat Nilai

Menurut Max Scheler dalam Kaswardi, nilai-nilai dikelompokkan dalam 4 tingkatan menurut tinggi rendahnya sebagai berikut: 19 1 Nilai-nilai kenikmatan. Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak. 2 Nilai-nilai kehidupan. Dalam tingkat ini, terdapat nilai-nilai penting bagi kehidupan. Misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum. 3 Nilai-nilai kejiwaan. Dalam tingkat ini terdapat nilai kejiwaan yang tidak sama sekali tergantung pada jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam itu ialah: keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat. 4 Nilai-nilai kerohanian. Dalam tingkat ini, terdapat modalitas nilai dari suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi terutama Allah SWT sebagai pribadi tertinggi. Khoiron Rosyadimengelompokkan nilai-nilai sebagai berikut: 1 Nilai sosial adalah interaksi antar pribadi dan manusia berkisar sekitar baik-buruk, pantas-tidak pantas, semestinya-tidak semestinya, sopan- santun-kurang ajar. Nilai-nilai baik dalam masyarakat yang dituntut pada setiap anggota masayarakat disebut susila atau moral. 2 Nilai ekonomi adalah hubungan manusia dengan benda. Benda diperlukan karena kegunaannya. Nilai ekonomi menyangkut nilai guna. 3 Nilai politik ialah pembentukkan dan penggunaan kekuasaan. Nilai politik menyangkut nilai kekuasaan. 4 Nilai pengetahuan menyangkut nilai kebenaran. 5 Nilai seni menyangkut nilai bentuk-bentuk yang menyenangkan secara estetika. 6 Nilai filsafat menyangkut nilai hakikat kebenaran dan nilai-nilai itu sendiri. 7 Nilai agama menyangkut nilai ketuhanan nilai kepercayaan, ibadat, ajaran, pandangan, dan sikap hidup dan amal yang terbagi dalam baik dan buruk. 19 Kaswardi, dkk., Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta: Grasindo, 1993, h. 37 Menurut Sumaji, dkk, dimensi pendidikan IPA sekurang-kurangnya mengandung unsur atau nilai sosial budaya, etika moral, dan agama. 20 1 Dimensi Sosial Budaya Pendidikan IPA, selain harus semakin terkait dengan berbagai permasalahan nyata yang ada di lapangan, juga harus mampu mengantisipasi masa depan yang senantiasa berubah dan berkembang. Keeton Djohar, 1989 menyatakan bahwa perubahan lingkungan yang terjadi sebagai akibat perkembangan IPTEK akan memberi umpan balik kepada perkembangan budaya manusia, dan dalam kenyataannya evolusi kultural manusia melaju lebih cepat daripada evolusi biologisnya. Dengan demikian, pendidikan IPA diharapkan mampu menyatukan sains dan ilmuwan dalam evolusi kebudayaan itu. Artinya, kepuasan intelek manusia dalam mengembangkan IPTEK seharusnya dipadukan dengan kepuasan akan maknanya bagi kesejahteraan masyarakat luas. 2 Dimensi Etika Moral dan Agama Dari sudut pandang ontology, IPA yang kita pelajari memperagakan berbagai fenomena alam yang indah mempesona, yaitu keragaman, keserupaan, keteraturan, kelestarian nisbi, dan kejadian-kejadian yang bersifat probabilistik, sehingga manusia meras tertarik kepada alam semesta dan kemudian mengagungkan penciptanya. Inilah nilai religius agama yang disumbangkan pendidikan IPA kepada anak didik. Ilmuwan juga harus mampu menilai antara yang baik dan buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan ia untuk menentukan sikap, termasuk pula dalam menangani bioteknologi yang sedang berkembang pesat. Kekuasaan sains yang besar ini mengharuskan ilmuwan mempunyai landasan etike-moral dan agama yang kuat. Di sinilah pendidikan IPA memegang peranan yang amat strategis. Menurut pendapat Einstein, bahwa sains mengandung lima nilai, yaitu: nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, nilai pendidikan, 20 Sumaji, dkk., Pendidikan Sains yang Humanistis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003, h. 37 dan nilai religius. 21 Pencapaian penguasaan pengetahuan dan keterampilan hanyalah tujuan sementara dan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan lain dari pendidikan sains Kimia maupun tujuan pendidikan. 1 Nilai Sosial-ekonomi Nilai sosial berorientasi kepada berbagai bentuk hubungan sosial, sikap bertanggungjawab terhadap kelompok, kasih sayang, sikap loyal dan bersedia berkorban dan berpartisipasi di dalam kehidupan sosial. Sikap sosial akan muncul pada diri seseorang, jika ia merasakan kebutuhan pentingnya orang lain terhadap keberadaan dirinya. Dengan kata lain nilai sosial terbentuk oleh rasa saling membutuhkan satu sama lain. Nilai ekonomi dari sains walaupun tidak secara langsung dinyatakan dengan tegas, namun temuan dari sains dapat digunakan untuk memproduksi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Karakteristik nilai ini adalah menjada kesinambungan hidup, baik individu maupun kelompok yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk produksi dan pekerjaan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Dengan kata lain nilai ekonomi sains mengutamakan segi kegunaan dan manfaatnya bagi kehidupan manusia. 2 Nilai Religius Agama Nilai religius berorientasi kepada nilai keimanan sebagai dasar segala pemikiran dan tindakan yang berhubungan kepada kesadaran akan kekuasaan Tuhan YME dengan segala sifat asmaul husna lainnya. Menurut pandangan Einstein bahwa nilai religius sains adalah nilai yang dapat membangkitkan kesadaran akan keberadaan Tuhan di alam sebagai Sang Maha Pencipta dan sifat-sifat Tuhan lainnya. Di sekolah, nilai-nilai keagamaan yang harus ditanamkan oleh guru seyogyanya diintegrasikan dalam kegiatan belajar-mengajar dari pembukaan sampai penutup. Apabila nilai-nilai tersebut telah tertanam kuat pada diri anak maka mereka akan tumbuh dan berkembang dengan memiliki kemampuan untuk mencegah dan menangkal serta membentengi mereka dari berbagai pengaruh negatif. Sebaliknya jika nilai-nilai 21 Suroso Adi, op. cit, h. 68 keagamaan itu tidak ditanamkan secara maksimal maka yang akan muncul adalah perilaku-perilaku kurang baik dan cenderung menyimpang dari aturan agama. 22 3 Nilai Intelektual Adalah kandungan nilai yang mengajarkan kecerdasan seseorang dalam menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu dengan tidak mempercayai tahayul atau kebenaran mitos, tetapi agar lebih kritis, analitis, dan kreatif terhadap pemecahan suatu masalah yang lebih efektif dan efisien.Kemajuan sains dapat dicapai apabila setiap saintis dapat mengembangkan nilai intelektual dari sains itu secara terus-menerus. Dengan mengembangkan nilai intelektual suatu bahan ajar sains dapat dianalisis suatu kelemahan dan kelebihannya untuk peningkatan bahan ajar tersebut. 4 Nilai Pendidikan Nilai pendidikan mencakup banyak hal, antara lain sikap mencintai kebenaran, sikap tidak buruk sangka, sikap murah hati dan tidak sombong, sikap toleran atau menghargai pendapat orang lain, sikap tidak mudah putus asa, sikap teliti dan hati-hati, sikap untuk mengembangkan rasa ingin tahu. Menurut Einstein, nilai pendidikan sains adalah kandungan nilai yang dapat memberi inspirasi atau idea untuk pemenuhan kebutuhan manusia dengan belajar dari prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang berlaku dalam sains. Dengan demikian, nilai pendidikan ini bukan hanya menyangkut pendidikan mental sebagaimana disebutkan di atas, tetapi juga mencakup pendidikan teknik, pendidikan seni, dan pendidikan lainnya yang sifatnya meniru dari hukum alam menjadi hasil karya manusia. 5 Nilai praktis 22 Otib S.H, Metode Pengembangan Moral dan Nilai-nilai Agama, Tangerang: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, 2005, h. 8.5 Nilai kemanfaatan dari suatu bahan ajar adalah dikaitkan dengan segi-segi praktis bagi kehidupan manusia. Bahan ajar dalam Biologi contohnya, banyak berkaitan dengan masalah kehidupan manusia, sehingga tidak disangsikan lagi memiliki banyak nilai kemanfaatannya. Penilaian terhadap suatu nilai bergantung pada penangkapan atau keyakinan seseorang atas kebenaran yang diperoleh dari objek atau fenomena yang diamatinya atau dipelajarinya. Aspek penilaian terhadap suatu nilai, Krathwohl et.al 1964 dan Bloom et.al 1980 membaginya ke dalam tiga tingkatan, yaitu: 23 1 Penerimaan suatu nilai Acceptance of value Pada tingkatan penerimaan ini, penekanannya mengarah kepada asal- usul keberhasilan suatu objek, fenomena, dan perilaku yang diamatinya seperti: kepercayaan menjadi teman baik atau anggota kelompoknya. Dalam hal ini, sesuatu dipandang bernilai apabila seseorang setelah mengamatinya, dan mempelajarinya, kemudian ia bersikap meneriman atau menyetujui terhadap makna kandungan nilai-nilainya. 2 Pemilihan terhadap nilai Preferensi for value Pada tingkatan pemilihan nilai ini, seseorang berusaha menginginkan dan mengikuti nilai yang dianutnya untuk dapat melaksanakan nilai-nilai tersebut seperti: ia dapat mengungkapkan pandangan dan argumentasi dari suatu nilai objek yang dipelajarinya. 3 Keterikatan atau komitmen kepada nilai Commitment Tingkatan yang menunjukkan tampilan perilaku dari suatu nilai yang dipegangnya dan kemungkinan memperluas pengembangan dirinya terhadap nilai tersebut dan juga terhadap orang lain, seperti: ia dapat mengungkapkan prinsip-prinsip dalam hidupnya dan kehidupannya di masyarakat, berupa kepatuhannya terhadap sesuatu yang dianggapnya baik.

2. Hakikat Pendidikan Nilai

a. Pengertian Pendidikan Nilai

23 Suroso Adi, op. cit, h. 49 Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri sesorang. 24 Pendidikan tidak hanya mau mengembangkan ilmu, kerampilan, teknologi, tetapi juga ingin mengembangkan aspek-aspek lainnya seperti kepribadian, etik, moral dan lain-lain Dari sudut yang sempit, pendidikan nilai boleh ditakrifkan sebagai usaha yang eksplisit, sadar dan berpandukan kurikulum yang khusus untuk mengajar nilai. Pengajaran tersebut bertujuan untuk mengembangkan nilai yang sudah dimiliki oleh pelajar dan nilai lain yang dikenal pasti sebagai penting oleh pakar pendidik, dan membantu pelajar untuk membentuk kecenderungan bertindak sejajar dengan nilai yang mereka miliki. Dari sudut yang luas pula, pendidikan nilai merupakan satu konsep payung yang membabitkan pengalaman kurikulum biasa dan berbagai manifestasi kurikulum tersebut seperti pendidikan perwatakan, pendidikan moral, pendidikan keamanan, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan sivik, pendidikan seks, pendidikan hak asasi manusia, pendidikan agama, perkembangan sosial, latihan nilai. 25 . Proses pendidikan nilai merupakan suatu proses yang terjadi dalam interaksi terus-menerus antara subyek-subyek pendidikan, baik peserta didik dengan pendidik, maupun antara peserta didik sendiri. Dalam proses ini anak didik dibantu mengadakan refleksi atas pengalaman-pengalaman hidup mereka. 26 Pendidikan nilai adalah upaya untuk mengembangkan potensi terdidik agar dirinya dapat menemukan nilai dalam arti memilah dan memilih, mengenal, menumbuhkan, memupuk, mengembangkan apa yang seharusnya ia hargai dan yang seharusnya tidak ia hargai. 27 Tujuan pendidikan nilai secara global adalah mencapai manusia yang seutuhnya; menjadi manusia purnawan, jika menggunakan bahasa Driyarkara. Pendidikan nilai hendak mencapai manusia yang sehat; mencapai pribadi yang terintegrasi jika menggunakan bahasa Philomena Agudo. Integrasi pribadi memadukan semua bakat dan kemampuan daya manusia dalam kesatuan utuh 24 Kaswardi, op. cit, h. 3 25 Nik Azis Nik Pa, “Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik Cabaran dan Keperluan”, International Seminar on Development Value in Mathematics and Science Education , 3-4 August 2007, University of Malaya. p. 17 26 Kaswardi, op. cit, h. 75 27 Sa’dun Akbar, ”Pelakonan sebagai Pendekatan Unggulan dalam Pendidikan Nilai”, dalam Jurnal Pendidikan Nilai Tahun I, No. 2, Mei 1996, h. 70