Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan Sains

lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain. 33 Strategi penanaman nilai dikenal sebagai strategi yang paling tua dalam pendidikan nilai. Cara yang sering digunakan dalam strategi ini adalah ceramah, teknik penguatan cerita, bernyanyi, atau permainan. Penggunaan strategi ini akan lebih efektif jika didahului oleh proses klarifikasi nilai secara bermakna. 34 Salah satu model pengembangan kesadaran nilai yang kita kenal ialah model pewarisan lewat pengajaran langsung, atau semacam indoktrinasi. Kepada anak didik nilai-nilai disampaikan atau ditanamkan, bahkan sering dipompakan dengan pengulangan-pengulangan, latihan, dan pemaksaan secara mekanistik. Pengaruh yang negatif atau merugikan anak harus dicegah dari lingkungan anak. Di sini nilai-nilai moral yang ada dalam masyarakat dimengerti lebih sebagai kebajikan-kebajikan, seperti ketertiban, kejujuran, kesederhanaan, dan sebagainya, atau sebagai tindakan sosial yang positif. 35 Menurut Nik Azis Pa, pendukung pendekatan pemupukan penerapan nilai membuat andaian bahwa terdapat satu set mutlak atau sejagat yang disetujui oleh masyarakat, dan nilai tersebut tidak berubah dan dapat digunakan dengan sewajarnya dalam semua keadaan. Pendekatan ini menganggap bahwa nilai sejagat berasal dari Tuhan atau terbit dari hukum alam semula jadi. Peranan guru adalah untuk memindahkan nilai sejagat ke dalam diri para pelajar dan memastikan mereka bertingkah laku selaras dengan nilai tersebut. Peranan pelajar pula adalah untuk menerima nilai sejagat yang diajar oleh guru tanpa perbincangan. 36 Menurut Rohaida, salah satu pendekatan untuk perkembangan nilai adalah dengan menanamkan nilai kepada siswa secara langsung, yang artinya guru memperkenalkan pemberian pertimbangan nilai dan berusaha untuk memasukannya ke dalam diri siswa. Nilai merupakan konsep yang sederhana dari bagaimana seharusnya suatu hal dan nilai-nilai tersebut mengakui seluruh 33 Trimo, “Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan”, diambil dari Suciptoardi.wordpress.com, 20 Juni 2008. 34 Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004, h. 183 35 Kaswardi, dkk., loc. cit, h. 77 36 Nik Azis Nik Pa, “Pengembangan Nilai dalam Pendidikan Matematik Cabaran dan Keperluan”, International Seminar on Development Value in Mathematics and Science Education, 3-4 August 2007, University of Malaya, p. 21 pertimbangan nilai yang kita buat dan kita terima atau kita tolak. Salah satu cara untuk menyakinkan siswa agar menerima pertimbangan nilai kita adalah dengan pemberian pendapat yang sama dengan pendapat kita kepada siswa. Dengan kata lain, mengubah keyakinan agar dapat mengubah sikap mereka, yang terkandung dalam nilai-nilai tersebut. 37 Pendekatan penanaman nilai adalah pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Menurut Superka et al. 1976, tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. 38 Tujuan penanaman nilai kedalam pelajaran IPA, adalah karena sebagai instrumen kunci untuk memajukan ekonomi dan teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia, IPA tidak dapat diajarkan tanpa berpedoman pada nilai. Inti dari efektivitas pendidikan IPA sebenarnya tidak hanya membekali siswa dengan ilmu pengetahuan tapi juga menunjukkan masalah ilmiah secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks masyarakat. Isi dari bahan yang ada harus diajarkan seperti dengan cara mereka mendapatkan sesuatu yang berhubungan untuk mendiskusikan, mengembangkan dan memperkuat nilai. 39

3. Metode dalam Pendidikan Nilai

Dalam pembelajaran yang menerapkan pendidikan nilai, metode mempunyai peranan penting. Metode di sini adalah bagaimana cara menyajikan materi ajar agar dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa secara jelas. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode ceramah bermakna. Ciri dari metode ceramah bermakna yaitu guru mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir. Selain itu guru harus mempersiapkan pertanyaan yang akan diajukan dan juga mempertimbangkan dimana pertanyaan itu harus digunakan. 40 37 Rohaida Moh. Saat, “The Role of Values in Science Education: Implication to Teacher Training”, International Seminar on Development Value in Mathematics and Science Education, 3-4 August 2007, University of Malaya. p. 6 38 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta,2008, h. 61 39 Siow Heng Loke, “Values in Assesment in Science Education”, International Seminar on Development Value in Mathematics and Science Education , 3-4 August 2007, University of Malaya, p. 10 40 Mulyati Arifin, op. cit, h. 120 Dengan menggunakan metode ceramah bermakna, diharapkan pemahaman konsep siswa dapat lebih baik daripada hanya membaca dari buku ajar saja. Selain itu dapat meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai sains yang terkandung dalam pelajaran kimia yang akan diberikan.

4. Pengertian Sikap dan Pembentukannya

Dalam arti yang sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Mengutip dari Bruno 1987, Muhibbin Syah menjelaskan bahwa sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang lain atau berang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap sebagai suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. 41 Sikap didefinisikan sebagai kecenderungan dalam subyek menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang baik atau tidak baik .42 Menurut Gagne dalam Ratna Wilis Dahar 1990, sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk hidup lainnya. Sekelompok sikap yang penting ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain. 43 Sikap diasumsikan sebagai pola mengadakan respons yang dimiliki, lebih tepat dipelajari seseorang. Sikap seseorang dapat diperoleh dan menghasilkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan. 44 W.J. Thomas dalam Abu Ahmadi 1985, memberi batasan sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi di dalam kegiatan-kegiatan sosial. 45 Dari definisi tentang sikap di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan suatu kesediaan untuk bereaksi dan melakukan tindakan yang merupakan reaksi terhadap sesuatu atau objek tertentu yang berasal dari dalam maupun luar dirinya. 41 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996, h. 120 42 W.S Winkel, op.cit, h. 72 43 Ratna Wilis Dahar, op. cit, h. 140 44 Samuel Soeitoe, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 1982, h. 55 45 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, Surabaya: pt. bina ilmu, 1985, h. 52