Jenis dan Dasar Hukum BLBI

2. Jenis dan Dasar Hukum BLBI

Dalam perkembangannya, BLBI bukan saja menjadi instrumen mencegah terjadinya rush, namun juga untuk mengatasi berbagai permasalahan lainnya, termasuk dalam rangka pelaksanaan program penjaminan serta mencegah kian merosotnya kredibilitas perbankan nasional di mata kreditor asing. Bantuan likuiditas yang termasuk dalam pengertian BLBI yang telah dikeluarkan oleh BI selama berlangsungnya krisis moneter pada pertengahan Juli 1997 hingga posisi per 29 Januari 1999. Hal ini sesuai dengan jenis BLBI yang dialihkan dari BI kepada Pemerintah cq. Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN pada tanggal 22 September 1999 sesuai dengan Akta Cessie sebesar Rp. 144.536.094.294.530,00 yang terdiri dari : 195

a. Saldo Giro Negatif

Terjadinya saldo giro negatif rekening bank di Bank Indonesia sebagian besar adalah karena kekalahan bank di dalam perhitungan kliring. Sebagaimana diketahui, kegiatan kliring merupakan pertukaran warkat atau data elektronik antar bank atas nama bank maupun nasabah, yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Dalam sistem perhitungan kliring, suatu bank tidak dapat menolak penarikan dana oleh nasabah ataupun kreditur lainnya dengan alasan kekurangan likuiditas. Hasil akhir dari perhitungan kliring, kalah atau menang netting akan secara otomatis dibukukan pada masing – masing bank peserta kliring. Suatu bank mengalami kalah kliring apabila jumlah nominal warkat kewajiban yang dikliringkan lebih besar dari jumlah nominal warkat tagihannya. Apabila suatu bank mengalami kekalahan kliring dalam jumlah yang lebih besar dari dana yang tersedia saldo kredit pada rekening gironya di Bank Indonesia, maka rekening giro tersebut akan menjadi bersaldo debet atau negatif overdraft. Pada prinsipnya, rekening giro bank di Bank Indonesia tidak boleh bersaldo negatif dan apabila hal itu terjadi maka bank tersebut harus menutup kekurangannya sebelum kliring berikutnya. Jika tidak maka akan dihentikan untuk sementara sebagai peserta kliring skorsing. 195 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI, Mengurai Benang Kusut BLBI II, Jakarta : Bank Indonesia, 2003, hal 24-37. Universitas Sumatera Utara Dalam situasi krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia, menyebabkan banyak bank umum yang mengalami saldo negatif di Bank Indonesia. Pada saat tersebut kepada bank – bank diberi kesempatan untuk menutup saldo negatifnya dengan melalui mekanisme pasar uang antar bank PUAB. Namun dalam kondisi seperti ini, banyak bank yang tidak mampu menutup saldo negatif tersebut, maka dikhawatirkan akan banyak bank – bank yang ditutup. Selain itu, dampak gejolak sosial akan terjadi di tengah semakin menipisnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan. Atas dasar hal tersebut, Bank Indonesia menetapkan kebijakan untuk tidak melakukan sanksi kliring kepada bank – bank yang bersaldo negatif dan tetap memperbolehkan beroperasi dan mengikuti kliring seperti biasa.

b. Fasilitas Diskonto I Fasdis I dan Fasilitas Diskonto I Repo Fasdis I Repo

Fasdis I merupakan bantuan likuiditas berjangka pendek selama 2 dua hari dan dapat diperpanjang dua kali masing – masing 1 satu hari. Batas maksimum Fasdis I adalah 5 dari dana pihak ketiga DPK dalam rupiah dengan tingkat diskonto dasar yang ditetapkan atas dasar suku bunga pasar uang. Fasdis I dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 6 Maret 1998. Fasdis I Repo diberikan dengan tujuan untuk membantu bank sehat yang memiliki SBI, tetapi mengalami kesulitan likuiditas akibat krisis moneter sehingga melanggar ketentuan GWM dan bersaldo negatif. Jangka waktu yang diberikan untuk masa 7 tujuh hari dengan tingkat diskonto 28 . Jaminan berupa promes atau wesel dari bank yang bersangkutan.

c. Fasilitas Diskonto II Fasdis II

Fasdis II merupakan bantuan likuiditas berjangka waktu 90 sembilan puluh hari dan dapat diperpanjang paling banyak 2 dua kali masing – masing 30 hari untuk setiap perpanjangan. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah penyerahan promes bank. Batas maksimum Fasdis II adalah 3 dari DPK dalam rupiah dengan tingkat diskonto dasar yang ditetapkan atas dasar suku bunga deposito berjangka 1 satu tahun. Fasilitas tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 6 Maret 1998.

d. Surat Berharga Pasar Uang Khusus SBPUK

Fasilitas ini merupakan bantuan dana berjangka waktu 3 – 18 bulan dengan tingkat diskonto 27 pertahun yang dibebankan di muka. Pemberian fasilitas ini hanya diberikan satu kali dan merupakan pengalihan saldo giro negatif, Fasdis I, Fasdis I Repo, dan Fasdis II pada akhir Desember 1997. Fasilitas ini didudukkan atau diikat dengan suatu perjanjian berupa akta jual beli promes nasabah yang dibuat secara notariil dengan penyerahan jaminan yang dibuat secara notariil. Universitas Sumatera Utara Fasilitas ini diberi landasan yuridis berupa Surat Direksi Bank Indonesia No. 3550DIRUK Tanggal 30 Desember 1997 Tentang Permohonan Pemberian Fasilitas SBPUK, dengan persyaratan antara lain : 1. Menandatangani perjanjian kredit berupa akta jual beli promes nasabah yang dibuat secara notariil; 2. Jangka waktu maksimum 18 bulan; 3. Diskonto 27 pertahun dan dibebankan dimuka; 4. Jaminan nasabah yang diserahkan berupa aktiva tetap milik bank atau penjamin lainnya dan saham bank atau perusahaan lainnya yang dimiliki pemegang saham serta jaminan perorangan atau perusahaan personal corporate guarantee; dan 5. Pengikatan jaminan dilakukan secara notariil.

e. Fasilitas Diskonto Fasdis

Fasilitas ini mulai diberlakukan sejak tanggal 6 Maret 1998 menggantikan fasilitas yang mendahuluinya. Fasilitas ini bertujuan untuk menutup pelanggaran GWM dan untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya saldo giro negatif. Jangka waktu fasdis ini selama tujuh hari kerja dapat diperpanjang maksimum dua kali tujuh hari kerja. Tingkat diskonto sebesar 200 dari suku bunga Jakarta Inter Bank Offer Rate JIBOR untuk jangka waktu sampai dengan tujuh hari kerja. Sedangkan 300 dari suku bunga JIBOR untuk jangka waktu lebih dari tujuh hari kerja. Sejak tanggal 6 Maret 1998, jangka waktu fasdis ini berubah menjadi selama satu bulan dan dapat diperpanjang setiap kali selama maksimum satu bulan dengan tingkat diskonto sebesar 150 dari suku bunga JIBOR. Jaminan yang harus diserahkan berupa promes bank, SBI, surat berharga dan atau aset lainnya. Sejak tanggal 1 Juli 1998, dilakukan perubahan terhadap tingkat diskonto menjadi 125 dari suku bunga JIBOR. Jaminan yang harus diserahkan sama dengan ketentuan sebelumnya hanya ditambah dengan personal guarantee PG dan corporate guarantee CG. Bagi bank yang meminta Fasdis diwajibkan untuk membuat laporan setiap minggu mengenai pos – pos dan atau transaksi tertentu termasuk penggunaan fasdis.

f. Fasilitas Dana Talangan untuk Pembayaran Kewajiban Luar Negeri Bank

dalam Rangka Trade Finance dan Inter Bank Debt Arreas Akibat krisis ekonomi dan moneter di Indonesia maka kepercayaan perbankan internasional terhadap perbankan nasional semakin memburuk sehingga letter of credit LC yang dikeluarkan oleh perbankan nasional tidak diakui oleh perbankan luar negeri. Hal demikian mengakibatkan terhambatnya impor khususnya mengenai obat – obatan dan makanan. Untuk mengatasi keadaan ini maka Pemerintah Universitas Sumatera Utara melakukan negosiasi dengan perbankan internasional yang menghasilkan Frankfurt Agreement, 196 yang isinya antara lain :

1. Fasilitas Dana Talangan untuk Pembayaran Kewajiban Luar Negeri