j Surat Keputusan Direksi BI No. 3153.A.KEPDIR Tanggal 19 Juni 1998
Tentang Penyelesaian Tunggakan Devisa; k
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 3153AKEPDIR Tanggal 1 Juli 1998 Tentang Pencabutan Surat Keputusan pada huruf f dan g;
l Surat Keputusan Direksi BI No. 3189KEPDIR Tanggal 7 September 1998
Tentang Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional dan Surat Keputusan Direksi BI No. 31174KEPDIR Tanggal 22 Desember 1998 Tentang Perubahan
Surat Keputusan Direksi BI No. 3189KEPDIR Tentang Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional;
m Surat Menteri Keuangan Kepada Gubernur BI No. 459MK.0171998 Tanggal 26
Agustus 1998 Tentang Penyelesaian Simpanan Nasabah 16 Bank Dalam Likuidasi BDL. Surat ini berisi persetujuan agar dana nasabah 16 BDL yang
didepositokan pada bank – bank Pemerintah dapat dicairkan seluruhnya tanpa pengenaan pinalti.
3. Latar Belakang Pemberian BLBI
Pertama, Pengaruh eksternal terhadap kurs mata uang rupiah. Pengaruh ini mulai terasa tatkala Thailand mendevaluasikan mata uang bath dan peristiwa ini
memunculkan efek penularan terhadap Indonesia, apalagi sebelumnya Korea Selatan dan Malaysia juga melakukan hal yang sama. Gejolak yang terjadi mendorong
Pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengatasinya dengan berbagai respon kebijakan policy responses yang dikeluarkan. Pengetatan anggaran Pemerintah,
Universitas Sumatera Utara
pelepasan band intervensi dari pengambangan kurs terkendali managed floating menjadi sistim kurs bebas free floating oleh Bank Indonesia merupakan pilihan
kebijakan yang ditempuh pada saat itu.
197
Pada saat itu untuk mengendalikan kurs rupiah terhadap valas, Bank Indonesia menetapkan ambang batas bands. Nilai tukar rupiah dapat berfluktuasi
setiap hari di pasar uang, setiap kali kurs rupiah melampaui batas tertinggi dan terendah ambang batas, maka Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar uang.
Dengan kebijakan dilepasnya ambang batas, maka penemuan besarnya kurs jual beli valas diserahkan kepada mekanisme pasar.
Kedua, Ketidakpercayaan kreditur luar negeri dan perbankan luar negeri yang menyebabkan ditolaknya LC perbankan nasional yang ikut memikul sektor riil dan
dunia usaha. Hal ini banyak menyebabkan terhentinya kegiatan dunia usaha, terutama bagi dunia usaha yang mempunyai kandungan impor yang tinggi praktis tidak dapat
197
Sistem kurs mengambang terkendali managed floating pada saat itu banyak digunakan negara-negara yang berada diantara sistem kurs tetap dan sistem kurs mengambang bebas. Komponen
sistem kurs mengambang bebas ditunjukkan oleh kurs tukar yang diizinkan berfluktuasi pada basis harian tanpa adanya batasan resmi. Komponen sistem kurs tetap ditunjukkan oleh Pemerintah yang
dapat dan kadang-kadang melakukan intervensi untuk mencegah mata uangnya bergerak terlalu jauh pada arah tertentu. Dengan harapan tidak terjadi contagion effect inflasi dari negara lain, Pemerintah
melepas band intervensi menjadi sistim kurs mengambang bebas free floating. Dalam sistim kurs ini, nilai kurs tukar ditentukan oleh tekanan pasar tanpa adanya intervensi Pemerintah dan tidak perlu terus
menjaga dan mempertimbangkan kurs tukar dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan. Namun kebijakan ini semakin memperparah krisis moneter pada waktu itu, karena ketidakstabilan terjadi pada
alat ukur penilai barang dan jasa uang yang akan menyebabkan ketidakstabilan juga terhadap kegiatan ekonomi produksi, konsumsi, distribusi masyarakat. Bakri, ”Kurs Mengambang ? Biang
Krisis Finansial Dunia”, http:bakribillah.wordpress.com20090109analisis, Diakses Selasa, 11 Agustus 2009.
Universitas Sumatera Utara
berjalan. Guna membuka kembali LC perbankan Indonesia, maka Pemerintah meminta Bank Indonesia membantu menalangi dana dalam hal trade finance dan
interdebt arreas. Ketiga, Adanya kebijakan Pemerintah memberikan penjaminan menyeluruh
blankeet guarantee terhadap kewajiban nasabah. Tindakan Pemerintah melikuidasi 16 bank pada tanggal 1 November 1997 ternyata membawa dampak yang sangat
merugikan perbankan nasional. Dengan kebijakan melikuidasi bank menimbulkan penarikan dana besar – besaran rush pada bank – bank nasional. Tindakan
melikuidasi bank yang tidak sehat tanpa didukung oleh kebijakan pelindung hanya akan membawa masalah baru.
Keempat, Adanya persetujuan atas saldo debet terhadap rekening bank – bank yang ada di Bank Indonesia. Sejatinya, dalam hal seperti ini maka Bank Indonesia
harus menerapkan sanksi kliring bagi bank yang bersangkutan. Akan tetapi, karena persetujuan Pemerintah atas usul Bank Indonesia untuk tidak menerapkan sanksi
kliring yang akan berakibat buruk pada kelangsungan perbankan nasional. Jika ketentuan sanksi kliring digunakan, maka akan ada kurang lebih 55,2 perbankan
nasional harus berhenti dan ditutup dan sebanyak 12,6 juta nasabah akan kehilangan simpanannya.
Kekahawatiran lainnya adalah munculnya efek domino dari diterapkannya sanksi kliring ditengah lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang
akan merembet bank lain yang masih sehat. Persetujuan Bank Indonesia atas saldo debet itu kemudian yang dikenal dengan BLBI. Sebagai gambaran, jika tidak
Universitas Sumatera Utara
diberikan BLBI akan terjadi rush sebesar Rp. 454,4 Triliun Desember 1997 atau Rp. 680,2 Triliun Desember 1998, hal ini jauh lebih besar dari jumlah BLBI yaitu
sebesar Rp. 48,8 Triliun Desember 1997 atau Rp. 147,7 Desember 1998. Pilihan kebijakan untuk tidak menutup bank dan tetap memberikan dispensasi
kepada bank untuk tetap mengijinkan beroperasi merupakan pilihan kebijakan yang sulit dan dilematis. Keduanya merupakan pilihan yang sukar apalagi di tengah situasi
dan kondisi perekonomian yang tidak kondusif, sehingga pemberian BLBI tidak sempat dilakukan kajian dan penelahaan yang mendalam dan kritis. Pilihan yang ada
pada waktu itu ialah diperlukan tindakan yang cepat dan responsif, sehingga pilihan apapun yang diambil pada waktu itu tidak sempat teruji terlebih dahulu.
Perlu dikemukakan juga bahwa pada hakekatnya latar belakang dari pemberian BLBI adalah guna penyelamatan perbankan nasional dan perekonomian
Indonesia secara keseluruhan. Pandangan mengenai latar belakang pemberian BLBI adalah untuk menyelamatkan para pemilik bank adalah hal yang menggelikan dan
menyesatkan. Kalaupun dikemudian hari ditemukan adanya penyimpangan hal itu perlu dibuktikan lebih lanjut melalui proses hukum yang berlaku.
Kebijakan pemberian bantuan likuiditas ataupun sejenisnya di negara lain seperti BLBI sering terjadi. Sebagai contoh, The Fed pernah menyelamatkan bank
beraset besar yang dilanda rush seperti Continental Illinois Bank, Franklin National Bank yang dilanda kebangkrutan dengan biaya penyelamatan yang dibebankan pada
keuangan negara. Hanya saja The Fed tidak berdiri sendiri, tetapi didukung oleh Federal Deposit Insurance Corporation FDIC, yaitu semacam lembaga penjaminan
Universitas Sumatera Utara
simpanan di Amerika. Ketiadaan mekanisme skim penjaminan simpanan seperti ini pada waktu itu yang menyebabkan krisis semakin meluas dan menjadi sistemik.
4. Mekanisme Pemberian BLBI