pakar hukum, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, artikel, majalah dan jurnal- jurnal ilmiah serta simposium yang dilakukan para pakar terkait dengan
pembahasan BLBI dan FPJP yang relevan dengan penelitian ini. c.
Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, serta bahan hukum primer, sekunder dan tersier di luar hukum yang relevan dan dapat
dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini. Situs web juga menjadi bahan penelitian sepanjang memuat informasi yang relevan
dengan penelitian ini. Penggunaan secara layak fair use terhadap bahan-bahan hukum yang diperoleh dari internet untuk tujuan ilmiah.
95
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik penelitian kepustakaan library research yaitu dengan menelusuri bahan pustaka atau data
sekunder diatas dengan cara melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan BLBI dan FPJP
kemudian menganalisis data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.
4. Analisis Data
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif, analisis tersebut dilakukan dengan memilih peraturan –
95
Johnny Ibrahim, Op. Cit, hal 340.
Universitas Sumatera Utara
peraturan hukum yang mengatur tentang pemberian BLBI dan FPJP kemudian dianalisis BLBI sebagai kebijakan darurat dalam keadaan krisis sistemik dan FPJP
sebagai formulasi penyempurnaan bantuan likuiditas dalam kerangka penyempurnaan manajemen krisis, keduanya dihubungkan dengan kewenangan Bank Indonesia
sebagai lender of the last resort dalam mengatasi krisis perbankan di Indonesia. Langkah selanjutnya membuat sistematika dari kaidah – kaidah hukum dalam
peraturan tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi yang relevan dengan objek permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini. Kemudian analisis dilanjutkan
menggunakan metode deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Sehingga dapat
menjadi acuan dan pertimbangan hukum dalam mengatasi permasalahan – permasalahan yang muncul dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB II BANK DAN RISIKO LIKUIDITAS
A. Karakteristik Kegiatan Usaha Bank
Lembaga keuangan atau sering juga disebut sebagai lembaga intermediasi dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari
masyarakat secara langsung yaitu lembaga keuangan depositori depository financial institution dan lembaga keuangan non-depositori non depository financial
institution. Lembaga keuangan depositori atau sering juga disebut depository intermediary menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk
simpanan deposits misalnya giro, tabungan, atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa ini
adalah bank-bank. Lembaga keuangan non-depositori atau sering juga disebut lembaga keuangan bukan bank menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan
kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis asuransi dan program pensiun.
96
96
Dahlan Siamat, Op. Cit., hal. 5-6. Unit surplus dapat berupa perusahaan, pemerintah dan rumah tangga yang memiliki kelebihan pendapatan setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi.
Lembaga keuangan non depositori adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual contractual institutions. Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut
perusahaan asuransi dan dana pensiun. Lembaga keuangan investasi investment institutions yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya melakukan investasi di pasar uang dan pasar modal, misalnya
perusahaan efek dan reksa dana. Lembaga keuangan bukan bank lainnya yang kegiatan usahanya tidak termasuk dalam kelompok lembaga keuangan kontraktual dan investasi yaitu perusahaan modal
ventura dan perusahaan pembiayaan finance company yang menawarkan jasa pembiayaan sewaguna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit. Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Konvergensi penyatuan kegiatan usaha bank dengan kegiatan usaha lembaga keuangan non bank merupakan salah satu fenomena sistem keuangan saat ini.
Fenomena lain dari sistem keuangan adalah kompetisi yang semakin tajam antara bank dan lembaga keuangan non bank. Meningkatnya kompetisi dan konvergensi
dipengaruhi terutama oleh faktor teknologi yang mendobrak batas – batas geografis dan hambatan fungsional.
97
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan depositori mengemban fungsi utama untuk memobilisasi dana masyarakat dan secara tepat dan cepat menyalurkan
dana tersebut kepada penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi tersebut dikatakan sebagai ”aliran darah” bagi perkembangan perekonomian dan
peningkatan standar hidup.
98
Keberadaan bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting untuk di jaga
guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk
97
Zulkarnain Sitompul, Problematika...Op. Cit, hal 9. Inovasi produk di sektor keuangan yang semakin mahal dan berbahaya seperti produk
subprime mortgage dengan segala derivatifnya yang bila dicermati merupakan salah satu penyebab kehancuran lembaga keuangan. Produk derivatif tersebut tidak dimengerti oleh nasabah bahkan
seringkali juga tidak dimengerti oleh industri yang menerbitkannya. Nasabah hanya bergantung pada opini lembaga pemeringkat. Sayangnya, lembaga pemeringkat seringkali memiliki benturan
kepentingan. Lembaga pemeringkat dibayar untuk ikut mendesain suatu produk keuangan agar peringkat produk tersebut lebih baik. Zulkarnain Sitompul, Antisipasi Krisis Perbankan Jilid Dua :
Sudah Siapkah Pranata Hukum Melindungi Nasabah dan Memperkuat Industri Perbankan?, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 28- No.1- Tahun 2009, hal 48.
98
William F. Jung, Banking Mergers and Line of Commerce After the Monetary Control Act : A Submarket Approach, The University of Illinois Law Review, Vol 731, 1982, hal 302. Di dalam
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana…Op.Cit, hal 1-2.
Universitas Sumatera Utara
mencegah terjadinya bank runs and panics.
99
Kepercayaan masyarakat juga diperlukan karena bank tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk membayar
kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus.
100
Krisis kepercayaan juga yang menyebabkan Indonesia mengalami krisis ekonomi yang terjadi sejak semester kedua
tahun 1997. Hal ini memberikan pelajaran yang sangat berharga, dengan menyusun mekanisme pencegahan dan penanganan ketika menghadapi krisis global tahun 2008.
Bank memiliki karakteristik yang unik dalam perannya sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai agen pembangunan perekonomian masyarakat. Sifat
unik itu terutama terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage
101
99
Runs adalah suatu kondisi dimana nasabah-nasabah yang menyimpan uangnya di suatu bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank tersebut dalam membayar kewajibannya secara penuh
sehingga mereka menarik uangnya. Runs menjadi masalah karena ketika bank mengalami permintaan akan uang yang meningkat, mereka harus menyediakan dana dalam jumlah yang mencukupi.
Masalahnya menjadi lebih pelik sebab bank harus mengambil simpanan dananya yang ada di bank sentral atau di bank lain. Jika belum mencukupi, hal tersebut harus dipenuhi dengan menjual asetnya
dan atau menjual utangnya yang tentunya dalam harga yang lebih rendah. Dalam keadaan normal, sebagian aset perbankan berbentuk piutang. Pada kondisi dimana bank menghadapi permintaan akan
kas dalam jumlah besar dan mendadak, maka kegoncangan pada suatu bank dapat memberikan efek domino pada bank lain melalui hubungan pinjaman antar bank atau lewat kenaikan suku bunga pasar
uang antar bank. Kondisi ini yang akan menyebabkan insolvensi pada satu atau lebih atau bahkan semua sistem perbankan. Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan,
Studi Ekonomi .... Op. Cit., hal 32-33.
Ketidakpercayaan kepada suatu bank cepat atau lambat akan membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan sehingga akan menimbulkan panics. Contagion effect
dari pola runs suatu bank terjadi bila nasabah menarik dananya dari bank yang gagal dan yang masih baik dalam waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan deposito. Contagion effect dapat
ditentukan dengan membandingkan uang kartal terhadap simpanan DPK dalam sistem perbankan pada saat yang sama yang keluar dari bank yang baik maupun yang gagal. Ibid, hal 37.
100
Zulkarnain Sitompul, Problematika….Op. Cit, hal 1.
101
Leverage in finance or gearing because of its analogy with a gearbox is borrowing money to supplement existing funds for investment in such a way that the potential positive or negative
outcome is magnified andor enhanced. It generally refers to using borrowed funds, or debt, so as to attempt to increase the returns to equity. Financial leverage FL takes the form of a loan or other
borrowings debt, the proceeds of which are reinvested with the intent to earn a greater rate of return than the cost of interest. Leverage allows greater potential returns to the investor that otherwise
would have been unavailable but the potential for loss is also greater because if the investment becomes worthless, the loan principal and all accrued interest on the loan still need to be repaid.
Universitas Sumatera Utara
yang jauh lebih tinggi dibanding dengan leverage yang terbentuk dalam perusahaan bidang industri. Leverage yang tinggi dalam perbankan itu justru terbentuk dengan
turut memanfaatkan dana-dana masyarakat yang mempercayakannya pada bank. Hal ini menyebabkan bank berada pada posisi yang sangat strategis sekaligus rawan
risiko.
102
Kegiatan usaha bank jenis dan usaha diatur secara limitatif dalam Pasal 6 dan 7 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
103
Berdasarkan Undang – Undang yang
Wikipedia, http:en.wikipedia.orgwikiLeverage_finance, Diakses Rabu, 27 Mei 2009. Leverage dalam keuangan atau disebut juga dengan perlengkapan karena analoginya dengan kotak
perlengkapan adalah meminjam uang untuk menyediakan dana yang tersedia untuk investasi dengan cara pengeluaran potensial negatif atau positif ditambah dan atau ditinggikan. Biasanya tujuannya
untuk menggunakan dana pinjaman, atau utang, jadi untuk mencoba meningkatkan hasil yang wajar. Perlengkapan keuangan mengambil bentuk pinjaman atau pinjaman lainnya utang, kelanjutan yang
diinvestasikan kembali dengan maksud untuk mendapatkan suku bunga yang lebih tinggi dari pada biaya bunga. Leverage memungkinkan pendapatan potensial yang lebih besar pada investor jika tidak
maka tidak akan berarti tapi potensi kerugian juga lebih besar karena jika investasi menjadi tidak berharga maka dasar pinjaman dan semua pertambahan bunga pinjaman masih perlu dibayar kembali.
102
H. Masyud Ali, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 426. Kesenjangan likuiditas
merupakan salah satu risiko yang di alami bank sehari-hari mengingat bank memiliki leverage rasio utang terhadap modal yang tinggi dan ketidakseimbangan dalam struktur aset umumnya berjangka
menengah dan panjang dan kewajiban umumnya berjangka pendek. Kompas.com, ”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”,
http:www.kompas.comreadxml2008112206040250jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi. Diakses Sabtu, 22 Nopember 2008.
103
Berdasarkan Pasal 5 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menurut jenisnya bank terdiri dari :
a. Bank Umum;
b. Bank Perkreditan Rakyat.
Pengertian kedua jenis bank ini terdapat dalam Pasal 1 angka 3 dan 4. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegaitan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah
yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip
Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan usaha bank secara limitatif di atur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 untuk Bank Umum dan Pasal 13 untuk Bank Perkreditan Rakyat Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 6 : Usaha Bank Umum meliputi :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu ; b.
Memberikan kredit; c.
Menerbitkan surat pengakuan hutang; d.
Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya :
1. Surat – surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat – surat dimaksud; 2.
Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat- surat dimaksud;
3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4. Sertifikat Bank Indonesia SBI;
5. Obligasi;
6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 satu tahun;
7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 satu tahun;
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar
pihak ketiga; h.
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; i.
Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; j.
Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
l. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; m.
Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang – Undang ini dan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Pasal 7 : Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum dapat pula :
a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia; b.
Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian
dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; c.
Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan d.
Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang – undangan dana pensiun yang berlaku.
Pasal 13
: Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan,
dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
Universitas Sumatera Utara
mengatur jenis dan usaha bank tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan yang dianut oleh Undang – Undang Perbankan Indonesia adalah sistem commercial
banking, yaitu suatu sistem yang melarang bank melakukan kegiatan usaha di bidang sekuritas pasar modal. Sistem ini mengikuti sistem yang dilakukan oleh Amerika
Serikat melalui The Glass – Steagell Act of 1933
104
yang memisahkan commercial banking dari investment banking, berbeda dengan yang lazim berlaku di negara –
negara Eropa yang menggunakan sistem universal banking.
105
Sistem universal banking tidak memisahkan kegiatan usaha bank dengan kegiatan usaha di pasar modal, bahkan di negara – negara tertentu bank juga
dibolehkan melakukan kegiatan usaha perasuransian. Sedangkan investment bank adalah bank yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana
b. Memberikan kredit;
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; d.
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.
104
Di Amerika Serikat, pemisahan antara kegiatan usaha commercial banking bank umum dan kegiatan usaha investment banking perusahaan sekuritas dilakukan sebagai jawaban terhadap
gelombang kebangkrutan bank yang melanda negara tersebut disebabkan oleh stagnasi ekonomi pada tahun 1930-an dengan memberlakukan Glass Steagall Act. Pemisahan yang ditetapkan Undang –
undang ini mendapat tantangan banyak pihak. Pihak yang setuju dengan pemisahan berargumentasi bahwa pemisahan yang ditentukan oleh Glass Stegall Act adalah untuk menciptakan industri
perbankan yang kuat. Alasannya adalah keterlibatan commercial banking pada kegiatan investasi merusak prinsip kehati – hatian dan kepercayaan masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya
kehancuran pasar modal dan kebangkrutan bank yang kemudian disusul dengan depresi ekonomi pada tahun 1929. Penelahaan ulang dilakukan atas legislative history Glass Stegall Act menunjukkan bahwa
penyebab kehancuran pasar modal dan kebangkrutan industri perbankan adalah kesalahan Federal Reserve Bank Bank Sentral Amerika Serikat karena memberikan pinjaman murah kepada industri
perbankan. Penyempurnaan Glass Steagell Act berakhir dengan dikeluarkannya Gramm Leach Billey Act GLBA pada 12 November 1999. GLBA hanya memperbolehkan financial holding company
FHC suatu bagian dari bank holding company BHC melakukan kegiatan keuangan baru termasuk merchant banking. Namun demikian GLBA tidak sepenuhnnya menghilangkan dinding pemisah antara
perdagangan dan banking di Amerika Serikat. Sejumlah kegiatan non bank yang boleh dilakukan BHC melalui FHC memang telah diperluas, tetapi banyak diantaranya hanya dapat dilaksanakan oleh
perusahaan subsidiary. Zulkarnain Sitompul, Problematika....Op. Cit, hal 45-46.
105
Ibid, hal 67.
Universitas Sumatera Utara
jangka panjang yang diperlukan oleh perusahaan dengan cara membeli, menjual, dan menjamin surat – surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan. Bank investasi
sangat dibutuhkan oleh perusahaan yang ingin memperoleh dana dengan menerbitkan surat – surat berharga yang baru di pasar modal.
106
Untuk konteks Indonesia terdapat pemisahan antara kegiatan commercial banking dan investment banking. Kegiatan investment banking hanya dapat dilakukan
melalui subsidiary bank umum commercial bank.
107
Dengan pengembangan sistem perbankan syariah, kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh bank yang sama.
Selanjutnya dengan diberlakukannya Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 dan Undang - Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang
mempermudah pembukaan bank dan kantor cabang bank berdasarkan prinsip syariah, pada dasarnya sistem universal banking telah pula dikembangkan. Kebijakan
perbankan yang di anut Bank Indonesia saat ini adalah pengembangan perbankan
106
Mandala Manurung Prathama Rahardja, Uang, Perbankan dan Ekonomi Moneter Kajian Kontekstual Indonesia, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004, hal 294.
Bank investasi juga tidak memiliki aliran pendapatan yang lebih stabil seperti pada bank komersial dan bank ritel. Dengan kata lain, bank investasi memiliki ruang gerak lebih sempit untuk
terjadinya kesalahan. Reputasi bank investasi dunia seperti Goldman Sachs dan Morgan Stanley di bidang manajemen risiko sudah terkenal prima. Namun, mendapatkan kepercayaan investor dari sisi
valuasi dan hedging lebih sulit pada hari-hari terjadinya guncangan krisis finansial 2008 ini. Kecemasan kedua terkait dengan profil pendanaan bank investasi. Sebagai grup korporasi, bank
investasi sangat bergantung pada pendanaan jangka pendek, terutama pada transaksi repo, yakni pihak pembeli mendapat jaminan atas surat utang yang mereka beli. Karena itu, bank investasi sangat rentan
dengan risiko keringnya likuiditas seperti yang dialami Bear Stearns, Merryl Linch dan Lehman Brothers yang dinyatakan bangkrut dan di bailout Pemerintah Amerika Serikat. Okezone, ”Akhiri Era
Bank Investasi Wall Street demi Bertahan dari Krisis”, http:economy.okezone.comindex.phpReadStory20080925212149123akhiri-era-bank-investasi-
wall-street-demi-bertahan-dari-krisis, Diakses Rabu, 15 Juli 2009.
107
Pasal 7 huruf b Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 menetapkan bahwa bank dapat melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti
sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan.
Universitas Sumatera Utara
syariah sehingga akan berjalan dua sistim perbankan secara bersamaan yaitu bank konvensional dan bank syariah dualbanking system.
108
Setidaknya bank melakukan enam kegiatan usaha. Pertama, menyediakan jasa dalam sistem pembayaran. Bank merupakan institusi utama dalam lalu lintas
pembayaran. Bank misalnya menyediakan jasa dalam rekening giro, kartu debet, kartu kredit dan jasa anjung tunai mandiri automated teller machine ATM. Kedua,
mengumpulkan dan menyalurkan kekayaan. Bank menghimpun simpanan dan sumber dana lainnya seperti sertifikat deposito. Sementara itu bank juga menjual
reksa dana dan menyediakan jasa kustodian. Ketiga, menyalurkan dana. Bank memberikan kredit kepada individu, perusahaan bahkan Pemerintah di berbagai
lokasi dengan beragam jangka waktu. Keempat, memproses informasi. Bank terlibat dalam berbagai proses pembukuan record keeping seperti processing, pemyimpanan
dan diseminasi informasi keuangan. Kelima, mengelola dan mengontrol ketidakpastian risiko. Bank mengurangi ketidakpastian yang berkaitan dengan
default, likuiditas dan risiko suku bunga. Bank juga menyediakan jasa mengelola risiko. Keenam, menyediakan sarana dalam mengatasi agency problem yang timbul
dalam kontrak keuangan. Bank mengawasi kemampuan debitur, mengawasi tanda – tanda perubahan kualitas kredit dan menyediakan jaminan seperti banker’s
acceptance.
109
108
Zulkarnain Sitompul, Problematika...Op. Cit, hal 39.
109
Ibid, hal 10.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor perbankan merupakan sektor yang sangat strategis sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat dan juga
sekaligus gerbang investasi, sehingga posisinya sangat penting bagi perkonomian nasional. Sebagai lembaga intermediasi, kelangsungan kegiatan usaha bank sangat
tergantung dari kepercayaan masyarakat. Hal ini terlihat dari struktur dana yang dikelola oleh pengurus bank, dimana sekitar 90 adalah dana pihak ketiga dan hanya
10 yang merupakan modal pendiri bank. Kondisi ini mengakibatkan paparan risiko yang sangat tinggi atas dana yang dikelola. Oleh karena itu diperlukan pengaturan
dan pengawasan bank untuk memastikan bahwa bank dijalankan dengan hati-hati, penuh integritas dan professional serta terhindar dari moral hazard
110
para pengurusnya. Sesuai dengan fungsinya, sektor perbankan mempunyai karakter khusus
bila dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya. Karakteristik yang membedakan sektor perbankan dengan sektor ekonomi lainnya antara lain adalah:
111
1. Sebagai lembaga intermediasi di bidang keuangan, bank merupakan lembaga
yang dalam menjalankan usahanya:
110
Moral hazard berasal dari kosakata industri asuransi dan merujuk kepada kemungkinan bahwa pemegang asuransi dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat merugikan terhadap barang
yang diasuransikan dengan harapan akan memperoleh klaim penggantian dari perusahaan asuransi. Keberadaan perusahaan asuransi menyebabkan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan atau kerugian
menjadi terabaikan. Perilaku dari perusahaan menjadi tidak hati – hati imprudent karena apabila perusahaan mengalami musibah maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh perusahaan asuransi.
Kata moral hazard kemudian dipergunakan dalam konteks krisis keuangan yang terjadi di Asia dengan merujuk kepada perilaku dari beberapa individu, korporasi, investor, deposan, debitur dan kreditur
maupun perbankan yang menciptakan insentif untuk melakukan agenda dan tindakan yang tersembunyi hidden agenda yang berlawanan dengan etika bisnis dan hukum yang berlaku. Perilaku
tersebut sangat mempengaruhi peran pemerintah, Bank Sentral maupun lembaga internasional seperti IMF untuk bertindak sebagai penjamin insures dalam lender of the last resort. Hasil Riset Bank
Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan....Op. Cit, hal 35-36.
111
Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata, Good Corporate Governance pada Bank : Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Melaksanakannya, Bandung : Hikayat Dunia, 2007, hal 62.
Universitas Sumatera Utara
a. menghadapi berbagai macam risiko usaha, baik risiko hukum, risiko
kredit, risiko likuiditas, risiko operasional, dan lain sebagainya. b.
kegagalan kegiatan perbankan mempunyai pengaruh luas terhadap sektor ekonomi lainnya, baik makro maupun mikro.
c. sebagai industri jasa, bank harus dapat memberikan pelayanan yang baik
sesuai dengan fungsinya.
2. Mengingat karakteristik pada butir 1 di atas, maka sektor perbankan, menjadi
sektor yang sangat ketat diatur highly regulated. Dalam pengertian ini: a.
perbankan mempunyai lembaga otoritas perbankan yang secara khusus melakukan pengawasan dan pembinaan dengan cakupan yang sangat luas,
mulai dari pendirian, pengawasan operasional hingga penutupan operasi bank. Untuk Indonesia otoritas ini dilaksanakan oleh bank sentral yaitu
Bank Indonesia;
b. terdapat lembaga internasional yang secara terus menerus mengkaji
prinsip-prinsip kehati-hatian dan pengawasan terhadap perbankan. Lembaga tersebut adalah Bank for International Settlement BIS yang
berkedudukan di Basel, Belgia dan mempunyai komite yang terkenal dengan Basel on Banking Supervision.
c. pengaturan-pengaturan untuk sektor perbankan yang dikeluarkan Bank
Indonesia bersifat mengikat bagi bank di Indonesia, sedangkan yang dikeluarkan oleh BIS lebih merupakan rekomendasi yang masih harus
diadopsi oleh masing-masing bank sentral yang menjadi anggotanya.
d. selain peraturan dan regulasi yang diterbitkan oleh otoritas perbankan,
bank secara internal juga harus memiliki aturan-aturan tertulis untuk semua kegiatan yang dilakukan berupa kebijakan, manual dan pengaturan
kewenangan.
3. Etika dan kehati-hatian merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu
bank. Oleh karena itu, di samping ketentuan-ketentuan formal, terdapat kebiasaan-kebiasaan yang sering disebut kebiasaan-kebiasaan perbankan yang
sehat best practice seperti misalnya Code of Conduct seperti misalnya Kode Etik Bankir Indonesia, Corporate Value, International General Accepted
Accounting Principle IGAAP.
Universitas Sumatera Utara
B. Risiko Kegiatan Usaha Bank 1. Jenis Risiko Perbankan
Sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor dari sedikit sektor industri yang menghadapi goncangan strategis strategic turbulance terutama pada dekade
terakhir abad 20. Industri keuangan menghadapi perubahan regulasi seiring dengan perkembangan teknologi, perubahan perilaku nasabah serta globalisasi
112
yang berdampak pada perubahan struktur organisasi. Pada waktu yang bersamaan, bagian
terbesar industri keuangan telah semakin menyatu, terjadi pertautan antara peminjam dan yang meminjamkan, penerbit dan investor, risiko dan pengambil risiko.
113
Bank, sebagai institusi keuangan yang memiliki izin untuk melakukan banyak aktivitas, memiliki peluang yang sangat luas dalam memperoleh pendapatan income
return. Dalam menjalankan aktivitas, untuk memperoleh pendapatan perbankan selalu dihadapkan pada risiko. Pada dasarnya risiko melekat inherent pada seluruh
aktivitas bank. Seluruh aktivitas bank, produk dan layanan bank terkait dengan uang.
112
Proses Globalisasi diyakini sebagai satu – satunya jalan menuju kesejahteraan dunia dan umat manusia. Hal ini dikarenakan globalisasi seolah – olah dipandang sebagai penghapusan identitas
dan batas – batas negara bangsa sehingga dengan sukacita semua orang menyerahkan diri ke dalam pelukan ideologi ini, yang dianggap sebagai jimat menuju masyarakat yang adil dan makmur. Paul
Hirst dan Grahame Thompson, Globalisasi adalah Mitos Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2001 hal vii.
Globalisasi telah menghilangkan batas – batas tradisional kedaulatan negara dalam sistem keuangan. Modal tidak lagi dimiliki bendera nasional, dana mengalir dari satu negara ke negara lain
secara cepat, bergerak melewati batas – batas negara. Globalisasi juga dapat diartikan sebagai semakin terintegrasinya pasar modal dan pasar uang yang secara populer disebut dengan konsep global village.
Bank dan lembaga keuangan lainnya dalam sistem keuangan terlibat dalam proses restrukturisasi secara luas. Dalam proses ini seluruh lembaga keuangan dipaksa untuk bersikap pro aktif dalam
melaksanakan perubahan dan diharuskan melakukan antisipasi terhadap perkembangan – perkembangan baru dengan cara menyusun rencana sesuai dengan perkembangan baru tersebut.
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan….Op. Cit, hal 10.
113
Ingo Walter, Mergers and Acquisitions in Banking and Finance What Works, What Fails, and Why, New York : Oxford University Press, 2004, hal 3. Di dalam Zulkarnain Sitompul,
Problematika…Op. Cit, hal 12.
Universitas Sumatera Utara
Sifat dasar uang adalah anonim, siapa pun bisa memilikinya, siapa pun ingin memilikinya dan sangatlah mudah berpindah tangan bahkan hilang. Oleh karena itu,
seluruh aktivitas bank mulai dari penyerapan dana hingga penyaluran dana sangat rentan terhadap hilangnya uang. Risiko kehilangan uang.
114
Risiko dalam hal ini adalah potensi terjadinya suatu peristiwa atau events yang mungkin dapat menimbulkan kerugian bagi bank jika tidak dideteksi serta tidak
dikelola sebagaimana mestinya. Bismar Nasution mendefinisikan risiko sebagai potensi fluktuasi yang merugikan laba bank atau cash flow atau modal bank sebagai
dampak yang diakibatkan oleh nasabah, internal control yang kurang memadai, kegagalan sistem atau kontrol, dan mismanagement.
115
Untuk itu bank harus mengerti dan mengenal risiko – risiko yang mungkin timbul dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Besarnya risiko yang terkandung
dalam suatu bank pada hakikatnya menunjukkan besarnya potential problem yang dihadapi oleh bank tersebut. Agar risiko tidak menjelma secara nyata menjadi
problem maka dibutuhkan sumber daya di dalam bank untuk menopangnya. Misalnya, tersedianya penyisihan penghapusan aktiva produktif merupakan sumber
daya untuk menopang risiko kredit macet dan keberadaan alat likuid yang cukup adalah untuk mengantisipasi risiko likuiditas. Di atas segala macam sumber daya
114
Ferry. N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2008, hal 21.
115
Bismar Nasution, ”Aspek Hukum Peran Bank Sentral dalam Stabilitas Sistem Keuangan SSK”, Disampaikan pada ”Focuss Group Discussion FGD tentang Peran Bank Sentral dalam
Stabilitas Sistem Keuangan SSK”, Padang : Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia ISEI, 28 Mei 2009, hal 19.
Universitas Sumatera Utara
kuantitatif tersebut, yang paling penting dan menduduki posisi sentral adalah sumber daya yang bersifat kualitatif, yaitu manajemen bank.
116
Eksekutif dalam manajemen bank serta seluruh pihak terkait harus mengetahui risiko – risiko yang mungkin
timbul dalam kegiatan usaha bank, serta mengetahui bagaimana dan kapan risiko tersebut muncul untuk dapat mengambil tindakan yang tepat. Pemahaman umum
mengenai masing – masing kategori risiko sangat penting sehingga para manajer, pelaksana risk taker dan bagian pengawasan dapat berdiskusi tentang masalah –
masalah umum yang terjadi dari berbagai eksposur risiko. Risiko itu sendiri tidak harus selalu dihindari pada semua keadaan, namun semestinya dikelola secara baik
tanpa harus mengurangi hasil yang ingin dicapai. Risiko yang dikelola secara tepat dapat memberikan manfaat kepada bank dalam menghasilkan laba yang atraktif. Agar
manfaat tersebut dapat terwujud, para pengambil keputusan harus mengerti tentang risiko dan pengelolaannya.
117
Salah satu kekhasan perilaku bisnis perbankan adalah bahwa bisnis perbankan sebenarnya memperjualbelikan apa yang disebut dengan risk dan service. Sepintas
tampaknya tidak ada persoalan yang pelik untuk mengelola risk dan service. Akan tetapi yang perlu mendapat perhatian adalah, terjadinya trade off antara risk dan
service yang seringkali menjadi tidak terkendali karena memang jarang disadari sebelumnya.
118
116
Ibid, hal 18.
117
Ibid, hal 22.
118
Krisna Wijaya, Reformasi Perbankan Nasional, Catatan Kolom Demi Kolom, Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2000, hal 44.
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya trade off antara risk dan service memang sesuatu yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Suatu bank dalam rangka menghadapi persaingan berusaha
melonggarkan service-nya, agar produk yang ditawarkan oleh bank tersebut berkesan mudah dijual. Akan tetapi, seringkali tidak disadari bahwa pada saat service itu
dilonggarkan, sejak itu pula tingkat risk bagi bank menjadi lebih tinggi. Begitu sebaliknya, jika unsur risk-nya ditingkatkan, service yang dapat diberikan akan
berkurang, sehingga produknya menjadi sulit dipasarkan.
119
Bank Indonesia mewajibkan struktur manajemen risiko dari seluruh bank untuk mencakup risiko – risiko sebagai berikut :
120
1. Risiko Pasar
Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar adverse movement dari portofolio yang dimiliki oleh bank yang dapat merugikan
bank. Variabel pasar antara lain suku bunga dan nilai tukar;
2. Risiko Kredit
Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan debitur dan atau lawan transaksi counterparty dalam memenuhi kewajibannya;
3. Risiko Operasional
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau
adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank;
4. Risiko Likuiditas
Risiko yang antara lain disebabkan oleh bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo;
119
Contoh terjadinya trade off yang mudah dipahami, yaitu dalam hal penjualan kredit. Kalau ingin aman dengan risk yang kecil bagi bank, persyaratan dan prosedur kredit harus diperketat. Ini
jelas akan mengurangi unsur service, karena persyaratan yang ketat cenderung tidak disukai. Sebaliknya, jika service- nya ditingkatkan melalui persyaratan dan prosedur kredit yang longgar,
tingkat risk bagi bank menjadi tinggi. Mangasa Manurung, Kredit Bermasalah : Tanggung Jawab antara Pengurus Bank dan Debitur, Ringkasan Disertasi, Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, 2008, hal 32.
120
Ferry N. Idroes, Op. Cit, hal 54- 55.
Universitas Sumatera Utara
Jika suatu bank memiliki model bisnis yang lebih rumit, biasanya sejalan dengan skala usaha yang semakin besar dari bank yang dimaksud, maka BI
akan meminta bank tersebut untuk mengatur risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik dan risiko kepatuhan.
5. Risiko Hukum
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan
peraturan perundang – undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya suatu kontrak;
6. Risiko Reputasi
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank;
7. Risiko Stratejik
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat,
atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal;
8. Risiko Kepatuhan
Risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang – undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
Dalam hal sebuah bank mengalami kerugian terkait dengan empat kelompok
terakhir risiko hukum, risiko reputasi, stratejik dan kepatuhan, maka terhadap bank yang bersangkutan akan dipersyaratkan untuk memonitor risiko spesifik yang sedang
berlangsung. Risiko kegiatan usaha perbankan yang kian beragam tersebut semakin
meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance di bidang perbankan. Hal ini di atur di dalam Peraturan Bank
Universitas Sumatera Utara
Indonesia No. 8 4 PBI 2006.
121
Pengelolaan bank penting diformulasikan dengan prinsip GCG, agar kualitas pengelolaan bank dapat mendorong jalannya fungsi utama
bank tersebut, sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
122
Karena masalah yang dihadapi industri keuangan khususnya perbankan Indonesia bukanlah telah
semakin menyatunya dengan industri keuangan lainnya tetapi lemahnya penerapan good corporate governance GCG.
123
BI juga menyempurnakan penerapan GCG dengan Peraturan Bank Indonesia No. 5 8 PBI 2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yang
dipertegas lagi dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7 25 PBI 2005 Tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum, yang
mengharuskan seluruh pejabat bank dari tingkat terendah hingga tertinggi memiliki sertifikasi manajemen risiko sesuai dengan tingkat jabatannya.
124
2. Manajemen Risiko Likuiditas Perbankan
Memperoleh laba maksimum yang stabil sekaligus menjamin likuiditas setiap hari merupakan suatu strategi bisnis perbankan yang berhasil. Untuk menjamin
keberhasilan itu diperlukan strategi manajemen likuiditas yang merupakan suatu upaya yang berkesinambungan menentukan jumlah dana yang akan di tahan dalam
bentuk uang tunai atau sekuritas dan jumlah dana yang akan ditempatkan dalam
121
Indra Surya Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance, Mengesampingkan Hak – Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakarta : Kencana, 2008, hal
116.
122
Bismar Nasution, ”Penerapan Good Corporate Governance dalam Pencegahan Penyalahan Kredit”, Disampaikan pada “Seminar Hukum Perkreditan”, Medan : Bank Rakyat Indonesia, 12 – 13
Maret 2002, hal 5.
123
Bismar Nasution, Aspek Hukum Peran Bank Sentral.....Op. Cit, hal 25.
124
Ferry N. Idroes, Op. Cit, hal 52.
Universitas Sumatera Utara
pelbagai bentuk kredit dengan dukungan informasi mengenai karakteristik setiap titipan dari para nasabah.
125
Liquidity management merupakan faktor terpenting dalam banking management dalam kaitannya dengan penciptaan prudential regulation sebagai salah
satu fungsi pengawasan. Kekurangan likuiditas pada suatu bank dapat mengakibatkan pengaruh yang lebih luas dan berdampak negatif pada sistem perbankan. Kebutuhan
likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu sangat dipengaruhi oleh perilaku nasabah dan jenis sumber dana yang dikelola oleh bank. Manajemen likuiditas dilakukan tidak
saja untuk mengukur posisi likuiditas bank pada kondisi bank sedang berjalan tetapi juga dipergunakan untuk memeriksa kebutuhan dana pada berbagai skenario jika
terjadi kondisi yang berbeda.
126
Menurut Duane B. Graddy, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua
kebutuhan. Sedangkan menurut Oliver G. Wood, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka
pendek atau musiman maupun kebutuhan jangka panjang.
127
Sumber utama kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara lain untuk memenuhi :
128
125
Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen Bisnis Perbankan, Konsep dan Implementasi untuk Bersaing, Bandung : Kappa – Sigma, 2004, hal 247.
126
Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan dan Hukum, Jakarta: Bank Indonesia,
2002, hal 42 – 43.
127
Dahlan Siamat, Op. Cit., hal 153.
128
Ibid, hal 337.
Universitas Sumatera Utara
1. GWM; 2. Saldo rekening minimum pada bank koresponden;
3. Penarikan simpanan dalam operasional bank sehari – hari; 4. Permintaan kredit dari masyarakat.
Sejalan dengan sumber – sumber likuiditas itu, maka manajemen likuiditas ini bertujuan antara lain :
Pertama, untuk menjaga posisi likuditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan Bank Sentral; Kedua, mengelola alat – alat likuid agar selalu dapat
memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba –tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka
yang belum jatuh tempo; Ketiga, sedapat mungkin memperkecil terjadinya idle funds. Sulitnya mengendalikan dana dan pinjaman yang diberikan, sehingga bank
harus berusaha mengelola kesenjangan waktu antara assets dan liabilities gap management. Kegagalan dalam pengelolaan liquidity management akan berakibat
fatal bagi bank, seperti :
129
a. Minimal Giro Wajib Minimum
130
yang ditetapkan Bank Indonesia kemungkinan tidak terpenuhi. Hal ini membawa akibat Bank Indonesia akan mengenakan
denda;
129
Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan...Op. Cit, hal 19.
130
Giro Wajib Minimum GWM merupakan kewajiban bank – bank di Indonesia untuk menempatkan dana di Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari seluruh dana nasabah yang
berhasil dihimpun. Produk ini merupakan salah satu piranti moneter yang digunakan untuk menyerap akses likuiditas perekonomian dalam rangka mencapai kestabilan harga dan nilai tukar rupiah, dengan
demikian GWM milik bank harus tetap terjaga untuk menghindari terjadinya dampak sistemik pada sistem perbankan dan perekonomian. Bank umum harus mentaati ketentuan ini. Jika tidak, bank sentral
akan melakukan tindakan dengan mengenakan denda. Hukum Online, “Duh Sulitnya Mencairkan Rekening”, http:hukumonline.comberita.asp. Diakses Selasa, 30 Juni 2009.
GWM diatur dalam PBI No. 10 19 PBI 2008 tanggal 14 Oktober 2008, ketentuan GWM Rupiah telah ditetapkan dalam pengelolaan likuiditasnya, Bank Indonesia menyempurnakan cara
pemenuhan ketentuan GWM Rupiah dimaksud sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
b. Negatif merahnya saldo giro di Bank Indonesia yang juga dikenakan denda
penalty; c.
Bank tidak dapat memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan nasabah kredit, yakni bank tidak dapat menyediakan dana untuk memberikan pinjaman;
d. Bank terlalu banyak memlihara uang tunai yang berarti dana menganggur idle
money, yang pada akhirnya akan mengurangi rentabilitas bank.
131
3. Risiko Likuiditas Perbankan