Peran Pemerintah dan Bank Indonesia dalam Kebijaksanaan BLBI

B. Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam Pemberian Bantuan

Likuiditas untuk mengatasi Krisis Perbankan

1. Peran Pemerintah dan Bank Indonesia dalam Kebijaksanaan BLBI

Peran Pemerintah terhadap Bank Indonesia tercermin dalam Undang – Undang No. 13 Tahun 1968 dicantumkan dalam bab V tentang hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah yang tertuang dalam Pasal 8. Pasal tersebut secara tegas mengatur bahwa Bank Indonesia menjalankan tugas pokok Bank Sentral yang dimaksud dalam Pasal 7, yang menyebutkan : “Tugas pokok Bank adalah membantu Pemerintah dalam : 247 a. Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah; b. Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja, guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Pasal 8 menyebutkan : 248 1. Bank menjalankan tugas pokok tersebut dalam Pasal 7, berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah; 2. Dalam menetapkan kebijaksanaan tersebut pada angka 1 Pemerintah dibantu oleh Suatu Dewan Moneter. Peran sentral dan dominan Pemerintah terhadap Bank Indonesia ditegaskan kembali dalam Bab 7 Pasal 16 angka 1 huruf b, yang berbunyi : 249 ”Tugas dan kewajiban Direksi Bank Indonesia melaksanakan kebijaksanaan moneter yang telah ditetapkan Pemerintah.” Diikuti dengan penegasan dalam angka 2 yang berbunyi : ”Atas pelaksanaan tugas dan kewajiban tersebut dalam angka 1 Direksi Bank Indonesia bertanggung jawab kepada Pemerintah.” 247 Pasal 7, Undang – Undang Negara Republik Indonesia, No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral 248 Pasal 8, Ibid. 249 Pasal 16, Ibid. Universitas Sumatera Utara Disamping perannya dalam penetapan kebijakan tersebut di atas, Pemerintah memiliki peran yang juga sentral dan dominan dalam rangka pengangkatan dan pemberhentian Direksi Bank Indonesia serta penempatan Komisaris Pemerintah pada Bank Indonesia yang mengawasi pengurusan Bank Indonesia sebagai Perusahaan vide Pasal 15 angka 3, Pasal 17 angka 1 dan Pasal 22 angka 1. Berdasarkan perundangan tersebut diatas, kiranya jelas status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai salah satu pembantu Presiden, sehingga segala hal yang dilakukan Bank Indonesia tentang kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah cq. Presiden. Lebih jauh pada tingkat pelaksanaan masih ada unsur koordinasi dari Dewan Moneter yang dipimpin oleh Menteri Keuangan. Dengan demikian kebijaksanaan BLBI guna menangkis dan memerangi krisis dahsyat yang menyerang perbankan dan perekonomian nasional pada tahun 1997- 1998, ditempuh dengan mekanisme dan prosedur yang didasarkan atas ketentuan perundangan tersebut. Sebagaimana diketahui dasarnya adalah Petunjuk dan Keputusan Presiden pada Sidang Kabinet Terbatas Bidang EKKUWASBANG dan PRODIS pada tanggal 3 September 1997. Dari segi pelaksanaan Bank Indonesia juga tidak berjalan sendiri namum dibawah koordinasi Pemerintah cq. Dewan Moneter, hal ini terlihat antara lain dari permintaan bantuan IMF yang secara intensif melakukan penilaian terhadap kebijaksanaan program rehabilitasi dan pelaksanaan keputusan pencabutan izin usaha bank, pembentukan BPPN dalam rangka program penyehatan bank dan penetapan Universitas Sumatera Utara program penjaminan terhadap kewajiban pembayaran bank umum yang pelaksanaannya dilakukan oleh BPPN. 250

a. Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN

Pemerintah membentuk sebuah badan khusus untuk menangani bank – bank bermasalah melalui Keputusan Presiden No. 27 Tahun 1998, yakni Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN, yang bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Kedudukan BPPN yang disebutkan dalam Keppres tersebut memberikan gambaran bahwa BPPN merupakan lembaga Pemerintah dan bertindak atas nama Pemerintah. 251 Adapun kewenangan yang diberikan kepada BPPN adalah meminta kepada pemilik dan direksi bank dalam penyehatan untuk mengembalikan jaminan yang akan, sedang atau telah dicairkan. BPPN juga dapat menetapkan kewajiban pembayaran tambahan modal disetor kepada Pemegang Saham. Kewenangan tersebut diatur dalam Undang – Undang No. 10 Tahun 1998, Pasal 37 angka 3; Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998; Keputusan Presiden No. 27 Tahun 1998; Keputusan 250 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Hukum....Op. Cit, hal 44. 251 Kondisi tersebut diatas sempat menimbulkan berbagai kalangan yang menilai bahwa BPPN merupakan kuasi yudisial yang berada di bawah Pemerintah sehingga memberikan moral hazard bahwa rentan untuk diintervensi oleh Pemerintah untuk hal – hal yang kurang memenuhi asas good governance. Pergantian Ketua BPPN sebanyak dua kali atau tida pemimpin dalam kurun waktu satu tahun dan lebih lanjut keberadaan BPPN selama lima tahun mengalami pergantian sebanyak enam orang Ketua BPPN merupakan salah satu praktik yang mendukung saratnya intervensi dimaksud. Keberadaan BPPN kemudian diperkuat dengan diadakannya Pasal mengenai badan khusus dengan wewenang sebagaimana halnya diembankan pada BPPN. Pasal tersebut mengisi amandemen Undang – Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 yang disahkan pada November 1998. Kusumaningtuti. SS, Op. Cit, hal 172. Universitas Sumatera Utara Presiden No. 34 Tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1999. Langkah – langkah BPPN adalah sebagai berikut : 252 1. Menyehatkan bank yang diserahkan oleh Bank Indonesia; 2. Menyelesaikan aset bank, baik berupa aset fisik maupun kewajiban debitur; 3. Mengupayakan pengembalian uang negara yang telah tersalur kepada bank – bank melalui penyelesaian aset dan restrukturisasi; 4. Menjual aset dan melaporkan hasilnya kepada Menteri Keuangan; 5. Melakukan penyertaan modal sementara dan melakukan pengalihan modal; 6. Mengosongkan tanah atau bangunan yang menjadi hak milik bank dalam penyehatan; 7. Mengambil alih dan menjual aset melalui lelang; 8. Menagih debitur dengan menerbitkan surat paksa; 9. Menyita kekayaan debitur. Sebagai pelaksana dari program penjaminan Pemerintah sesuai dengan Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998, kewenangan pembayaran kewajiban bank yang dijamin Pemerintah berada di BPPN. Dalam pelaksanaannya, karena Pemerintah tidak memiliki dana maka Bank Indonesia diminta menyediakan dana talangan untuk pembayaran kewajiban bank yang dijamin Pemerintah tersebut. Dana talangan ini yang kemudian terkenal dengan BLBI. Sebagai konsekuensinya, Pemerintah kemudian menerbitkan obligasi untuk mengganti dana talangan BLBI yang telah dikeluarkan. Sejak BPPN berdiri, Bank Indonesia segera mengalihkan pengawasan terhadap 54 bank yang tidak sehat untuk direstrukturisasi ke lembaga. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan program penjaminan Pemerintah, maka semua tagihan Bank Indonesia berupa BLBI ke 54 bank itu dialihkan ke BPPN untuk selanjutnya 252 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI, Mengurai Benang Kusut BLBI Edisi II…Op. Cit, hal 98. Universitas Sumatera Utara akan menagih ke bank bermasalah tadi. Pemerintah kemudian mengganti BLBI dengan obligasi Pemerintah yang dikeluarkan Bank Indonesia. 253 Pada tanggal 6 Februari 1999, Menteri Keuangan atas nama Pemerintah dan Gubernur Bank Indonesia menandatangani persetujuan bersama tentang pengalihan dan penyerahan hak tagih BLBI, dari Bank Indonesia kepada Pemerintah. Dalam persetujuan itu disepakati hal – hal sebagai berikut : 254 1. Pemerintah dalam hal ini BPPN mengambil alih hak tagih cessie terhadap bank – bank penerima BLBI dari Bank Indonesia; 2. Pada tahap pertama, dilakukan penyerahan dan pengalihan hak tagih yang jumlahnya sampai dengan posisi tanggal 29 Januari 1999, sebesar Rp.144,54 triliun. Pemerintah membayarnya dengan Surat Utang Nomor SU – 001 MK 1998. Sisanya dibayar pada tanggal 8 Februari 1999 melalui Surat Utang SU – 003 MK 1999; 3. Pembuatan akta cessie dilakukan terhadap masing – masing bank penerima BLBI; 4. Atas pengambilalihan hak tagih tersebut, dilakukan verifikasi oleh kedua belah pihak; 5. Pengalihan hak tagih BLBI yang diberikan setelah tanggal 29 Januari 1999, dilakukan kemudian pada waktu yang dianggap tepat oleh kedua belah pihak. Pengalihan itu melalui penerbitan surat utang Pemerintah atau melalui cara lain. Pengambilalihan BLBI oleh Pemerintah dalam bentuk surat utang negara sebesar Rp. 144,5 triliun sebagai konsekuensinya menyebabkan Pemerintah memiliki bank – bank penerima BLBI secara mayoritas. 255 Dengan persetujuan tersebut, Pemerintah dalam hal ini BPPN mengambil alih hak tagih cessie terhadap bank – 253 Didik J. Rachbini, Op. Cit, hal 98 254 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI, Mengurai Benang Kusut BLBI Edisi II…Op. Cit, hal 91. 255 Kusumaningtuti. SS, Op. Cit, hal 151. Universitas Sumatera Utara bank penerima BLBI dari Bank Indonesia, yang dilakukan pada tanggal 29 Januari 1999. 256 Bank yang masuk dalam perawatan BPPN didasarkan pada batas penggunaan likuiditas Bank Indonesia lebih dari 200 modal disetor. Selain itu, rasio kecukupan modalnya capital adequacy ratio-CAR lebih kecil atau sama dengan 5 dan gagal melunasi fasilitas diskonto yang telah diterima maksimal 21 hari setelah jatuh tempo. Upaya merestruksturisasi ke 54 bank tadi ternyata masih mengundang reaksi negatif. Masyarakat justru ramai – ramai menarik simpanan nya di bank – bank tadi. Kondisi perbankan kian lemah dan BLBI termasuk saldo debet bank – bank pun semakin meningkat. 257 BPPN sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap penyelesaian beban kewajiban pengembalian hak tagih BLBI tidak berjalan lancar baik dari segi keuangan maupun dari segi pembahasannya di Dewan Perwakilan Rakyat DPR. Hal tersebut disebabkan oleh hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan BPK pada akhir Desember 1999, yang pada pokoknya mengemukakan beberapa hal dari penyaluran BLBI oleh Bank Indonesia yang tidak sesuai dengan ketentuan yang 256 Setelah terjadinya cessie, jaminan BLBI yang diberikan bank – bank penerima BLBI dialihkan oleh Bank Indonesia kepada BPPN berupa aset bank, aset pemilik bank dan harta yang terkait dengan 33 bank dalam penyehatan 10 Bank Beku Operasi, 7 Bank Take Over dan 18 bank dalam penyehatan atau BBKU. Selain itu juga di cessie kan hak tagih terhadap 15 Bank dalam Likuidasi atau BDL, tidak termasuk Bank Andromeda. Jaminan pribadi dan jaminan perusahaan yang diserahkan nilainya Rp. 132,6 triliun. Sementera jumlah BLBI untuk BDL adalah sebesar Rp. 11,9 triliun. Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI, Mengurai Benang....Op. Cit, hal 92. Bank Beku Operasi BBO menggunakan BLBI lebih dari 75 nilai asetnya atau menerima BLBI lebih dari 500 modalnya. Selanjutnya Bank Take Over karena sudah menggunakan BLBI lebih dari 2 triliun. 257 Didik J. Rachbini, Op. Cit, hal 98. Universitas Sumatera Utara ada. 258 Di lain pihak, Bank Indonesia menanggapi hasil audit investigasi BPK tersebut dengan mengemukakan bahwa pada pokoknya tindakan penyediaan BLBI tersebut tetap berada dalam koridor kebijakan Pemerintah dan telah melakukan penegakan ketentuan secara konsisten, misalnya kebijakan Pemerintah untuk tidak melakukan stop kliring atau penutupan bank dengan pengenaan transaksi stop kliring terhadap bank bermasalah secara serentak dalam kondisi krisis yang dapat menimbulkan kepanikan masyarakat. Ketidaksesuaian pendapat antara Pemerintah dan Bank Indonesia yang ditengahi oleh DPR tersebut cukup berlarut, tercermin dari mulai Kesepakatan tanggal 17 November 2000 hingga Keputusan Komisi IX DPR RI tanggal 3 Juli 2003. Beberapa inti kesepakatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 259 1. Kebijakan BLBI adalah kebijakan Pemerintah yang dirumuskan bersama Bank Indonesia dalam masa krisis, kemudian dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam upaya menyelamatkan sistem moneter dan perbankan serta perekonomian secara keseluruhan, yang antara lain berdasarkan petunjuk – petunjuk dan putusan – putusan Presiden dalam Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekku Wasbang dan Prodis tanggal 3 September 1997; 2. Penyelesaian beban BLBI memperhatikan kemampuan anggaran Pemerintah dengan sedapat mungkin meringankan beban APBN baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang sekaligus juga memperhatikan kondisi keuangan Bank Indonesia yang memadai dalam jangka panjang; 258 Dengan berlakunya Undang – Undang Bank Indonesia yang baru, yaitu Undang – Undang No. 23 Tahun 1999, secara spesifik dalam Pasal 59 dan Pasal 61 diatur bahwa BPK berwenang memeriksa laporan keuangan Bank Indonesia dan BPK dapat pula melakukan pemeriksaan khusus due diligence terhadap Bank Indonesia apabila diminta oleh DPR. Pada Triwulan IV Tahun 1999, BPK melakukan pemeriksaan laporan keuangan dan dari pemeriksaan tersebut, BPK menyatakan tidak dapat meyakini kebenaran jumlah nominal BLBI yang dapat dibebankan kepada Pemerintah. BPK memberi opini disclaimer tak memberikan pendapat terhadap laporan keuangan Bank Indonesia. DPR kemudian menugaskan BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap Bank Indonesia dengan surat tanggal 6 Januari 2000. Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI, Mengurai Benang....Op. Cit, hal 55-87. 259 Kusumaningtuti SS, Op. Cit, hal 152. Universitas Sumatera Utara 3. Masalah hukum yang timbul karena dugaan penyimpangan penyaluran, penerimaan dan penggunaan dana BLBI agar ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Pengambilalihan tagihan BLBI oleh Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dalam bentuk penerbitan Surat Utang Negara tersebut merupakan tindakan kelembagaan yang memadai, yaitu biaya penanggulangan krisis yang sistemik menjadi biaya fiskal, dan tindakan tersebut diawali oleh pelaksanaan penyediaan dana oleh Bank Indonesia yang berfungsi sebagai lender of the last resort dalam arti luas.

b. Peran dan Tugas Komite Kebijakan Sektor Keuangan KKSK

Kehadiran KKSK yang didirikan dengan Keputusan Presiden No. 89 Tahun 1999, kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden No. 177 Tahun 1999. Dalam keputusan tersebut, susunan KKSK terdiri dari seorang ketua yang dijabat oleh Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, dan beranggotakan empat orang setingkat menteri di bidang ekonomi, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Negara Penanaman Modal dan Penataan BUMN, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Gubernur Bank Indonesia. Adapun tugas – tugas KKSK antara lain adalah : 260 a. Merumuskan arah kebijakan bagi upaya penyehatan perbankan termasuk restrukturisasi dan rekapitalisasi bank; b. Merumuskan arah kebijakan bagi restrukturisasi utang perusahaan yang terkait dengan upaya pemulihan ekonomi nasional, terutama yang berhubungan dengan penyehatan perbankan; 260 Kusumaningtuti SS, Op. Cit, hal 192. Universitas Sumatera Utara c. Merumuskan kriteria optimalisasi nilai aset melalui restrukturisasi industri dan pelepasan aset secara transparan dan efektif guna mengamankan pengembalian uang negara; d. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut pada tugas – tugas sebelumnya. Dalam pelaksanaannya, berbagai keputusan dan kebijakan yang dibuat oleh KKSK menjadi pedoman bagi BPPN dan lembaga lain yang bertugas untuk melaksanakan tugas penyehatan perbankan dan restrukturisasi utang perusahaan. Dalam pelaksanaan tugas KKSK, dibentuk sekretariat komite yang bertugas menyiapkan masukan dan rekomendasi bagi perumusan kebijakan. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas BPPN sebagaimana diamanatkan dalam PP. No.17 Tahun 1999, dibentuk dua lembaga, yaitu : 261 1. Komite Penilaian Independen atau Independent Review Committee sebagai lembaga penasihat yang terdiri dari perwakilan lembaga – lembaga internasional, seperti International Monetary Fund IMF, World Bank, Asian Development Bank ADB serta dua mantan pejabat negara dari Departemen Keuangan dan Bank Indonesia; 2. Komite Kebijakan Sektor Keuangan KKSK atau Financial Sector Action Committee sebagai lembaga pengawas yang terdiri dari Menteri – menteri di bidang ekonomi, keuangan dan industri serta Gubernur Bank Indonesia. Pembentukan KKSK pada tahun 2000 ini pada hakikatnya dimaksudkan untuk melaksanakan prosedur negosiasi dengan mengeluarkan aturan – aturan mengenai mediasi yang dibatasi waktu, ketentuan tindak dari para pihak dan otorisasi kepada Jakarta Initiative Task Force JITF untuk merekomendasikan sanksi atas perilaku bad faith. KKSK juga dimaksudkan terjadi kerjasama yang baik antara 261 Ibid, hal 193. Universitas Sumatera Utara BPPN dengan JITF. 262 Struktur hubungan antara KKSK dengan BPPN menjadi kurang lancar dan semakin kompleks tercermin dari keberadaan beberapa lembaga pengawasan seperti Satuan Kerja Audit Internal SKAI, Ombudsman, Komite Audit, Oversight Commitee, auditor eksternal, BPK, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPKP. Kerancuan terjadi karena objek yang sama di BPPN diperiksa berkali – kali oleh berbagai lembaga pengawasan tersebut sehingga timbul kekhawatiran pejabat dan pegawai BPPN untuk melaksanakan tugasnya. Dengan kondisi demikian, beberapa persoalan yang menjadi kewenangan BPPN dilaksanakan oleh KKSK. 263

2. Pembentukan Jaring Pengaman Sistem Keuangan Financial Safety Net