Risiko Likuiditas Perbankan Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) Dalam Mengatasi Krisis Perbankan (Studi Perbandingan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI))

b. Negatif merahnya saldo giro di Bank Indonesia yang juga dikenakan denda penalty; c. Bank tidak dapat memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan nasabah kredit, yakni bank tidak dapat menyediakan dana untuk memberikan pinjaman; d. Bank terlalu banyak memlihara uang tunai yang berarti dana menganggur idle money, yang pada akhirnya akan mengurangi rentabilitas bank. 131

3. Risiko Likuiditas Perbankan

Risiko likuiditas antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo waktu. Bank perlu memenuhi kebutuhan likuiditas untuk berbagai tujuan seperti penarikan dana simpanan oleh nasabah, penyediaan dana untuk fasilitas kredit, pemenuhan reserve requirement, dan lain – lain. Masalahnya adalah bank tidak mungkin memperkirakan penyediaan likuiditas dalam waktu dan jumlah yang selalu tepat dengan kenyataan. Apabila likuiditas yang 1. GWM Rupiah yang telah ditetapkan sebesar 7,5 persen tersebut terdiri dari GWM utama statutory reserve dan GWM sekunder secondary reserve dengan rincian : a. 5 persen berupa GWM utama statutory reserve berupa simpanan giro di Bank Indonesia. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Oktober 2008; b. 2,5 persen berupa GWM sekunder secondary reserve dalam bentuk SBI dan atau SUN dan atau simpanan giro di Bank Indonesia. 2. Masa transisi untuk pemenuhan secondary reserve ditetapkan selama 1 tahun sejak berlakunya ketentuan atau selambat – lambatnya tanggal 24 Oktober 2009; 3. Bank yang belum dapat memenuhi kewajiban secondary reserve dalam masa transisi tidak dikenakan sanksi; 4. Bank Indonesia tidak memberikan jasa giro remunerasi atas saldo simpanan giro bank di Bank Indonesia maupun atas secondary reserve. PBI No. 10 19 PBI 2008 tanggal 14 Oktober 2008. 131 Rentabilitas bank banking profitability adalah kesanggupan sebuah bank untuk memperoleh laba berdasarkan investasi yang dilakukannya. Rentabilitas bank yang tinggi akan menguntungkan bank, karena : a. Dapat menarik calon investor untuk menanamkan modal atau cadangan dengan membeli saham yang diterbitkan bank. Dengan modal itu bank dapat memperbesar dayanya untuk melayani nasabah. Sebaliknya, rentabilitas yang rendah akan menyulitkan penjualan saham, atau mendorong para persero yang ada bahkan menjual kembali sahamnya sehingga karenanya kurs sahamnya sehingga karenanya kurs saham akan tertekan di bursa. b. Dapat menambah cadangan bank sehingga kredibilitas nasabah terhadap bank itu pun akan bertambah besar. Sebaliknya, rentabilitas yang rendah akan menurunkan kredibilitas nasabah terhadap manajemen bank. Oleh karena itu soliditas mutu kepastian manajemennya juga akan menurun. Komaruddin Sastradipoera, Manajemen Perbankan, Bandung : Kappa-Sigma, 2001, hal 43. Universitas Sumatera Utara disediakan ternyata lebih besar daripada yang betul – betul diperlukan, bank rugi karena kelebihan dana tersebut merupakan dana tidak produktif yang sebenarnya dapat dikalkulasikan dalam bentuk aktiva lain yang lebih produktif. Apabila likuiditas yang disediakan ternyata kurang atau tidak mencukupi kebutuhan likuiditas yang sebenarnya, maka bank dapat berada dalam kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas dalam jumlah besar dan dalam waktu yang lama dapat menempatkan bank tersebut dalam posisi sulit sehingga tergolong bank kurang sehat, kurang dipercaya nasabah, dan ada kemungkinan untuk bangkrut. 132 Ditinjau dari sudut kepada siapa kewajiban yang jatuh tempo harus dipenuhi, dapat dibedakan atas: 1. Bank Indonesia, yaitu penyediaan sejumlah dana di rekening bank umum yang ada di Bank Indonesia atau yang dikenal dengan kewajiban menyediakan GWM. Bank wajib mengikuti ketentuan tentang GWM bank umum dalam rupiah dan valuta asing sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Peraturan Bank Indonesia; 2. Internal bank, yaitu untuk memenuhi kewajiban untuk internal bank seperti pembayaran gaji dan kewajiban intern; 3. Nasabah, yaitu pemenuhan kewajiban kepada para deposan untuk menarik dana simpanan dan untuk keperluan pencairan kredit. Risiko likuiditas ditinjau dari sumber penyebab kegagalan memenuhi kewajiban dapat dikategorikan sebagai berikut: 133 132 Y. Tri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta : Salemba Empat, 2000, hal 102. 133 Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 521DPNP, 29 September 2003, perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, hal 36. Universitas Sumatera Utara 1. Risiko likuiditas pasar yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar market discruption; 2. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. Definisi Likuiditas bank adalah kemampuan sebuah bank untuk menyediakan alat – alat lancar guna membayar kembali titipan jatuh temponya dan memberikan pinjaman kepada nasabah yang membutuhkannya. Likuiditas bank yang baik, terjadi bilamana daya beli potensial yang ada pada aktivanya dapat diubah menjadi daya beli efektif tanpa menderita kerugian. Secara umum, syarat likuiditas untuk permodalan menentukan bahwa modal yang diperlukan harus ditarik perusahaan untuk jangka waktu yang sekurang – kurangnya sama dengan waktu modal itu dibutuhkan. 134 Konsep likuiditas dalam perbankan dapat dibedakan dalam konsep statis dan konsep dinamis : 135 1. Konsep Statis static concept Disebut juga konsep persediaan stock concept adalah konsep likuiditas yang mengganggap likuiditas sebagai kesanggupan untuk menyediakan alat – alat lancar sebagai persediaan yang senantiasa mesti ada sekarang ini. Konsep statis tidak berkaitan dengan waktu yang akan datang sehingga dengan demikian juga tidak berkaitan dengan perencanaan manajemen keuangan suatu bank. 2. Konsep Dinamis Disebut juga konsep arus flow concept adalah konsep likuiditas yang mengantisipasi kewajiban finansial yang akan tiba dan memproyeksikan alat – alat 134 Komaruddin Sastradipoera, Ensiklopedia Manajemen, Jakarta : Bumi Aksara, 1994, hal 491. 135 Ibid, hal 493. Universitas Sumatera Utara lancar yang akan masuk, baik yang berasal dari kegiatan operasional maupun yang berasal dari kredit. Para praktisi kerapkali menganggap bahwa konsep statis menyebabkan para bankir hanya melihat posisi likuiditas bank mereka untuk hari ini, yaitu untuk melayani para nasabah yang memerlukannya saat ini juga. Sebaliknya, konsep dinamis mendorong para bankir itu melihat likuiditas bank mereka untuk waktu yang akan datang, sehingga mereka terdorong untuk menyusun rencana finansial yang membutuhkan informasi yang cermat dan proyektif. Namun, kecermatan informasi dan analisis untuk waktu yang akan datang menjadi masalah besar jika perekonomian makro yang mereka hadapi sedang mengalami ketidakpastian. 3. Konsep Kontingensi Situasional Konsep ini menyarankan agar perbankan dapat memadukan konsep statis dan konsep dinamis dalam format baru sehingga likuiditas bank itu dapat menyesuaikan diri pada perubahan – perubahan. Berdasarkan konsep likuiditas tersebut di atas, para ahli manajemen permodalan perbankan membagi likuiditas bank sebagai berikut : 136 a. Likuiditas Simpanan deposit liquidity Likuiditas bank untuk menghadapi penarikan titipan hari ini. Likuiditas simpanan umumnya lebih peka terhadap tingkat kepercayaan masyarakat. Kepekaan ini disebabkan kenyataan bahwa ketaklikuidan sebuah bank dapat menyebabkan penarikan besar – besaran bank run. Padahal unsur kepercayaan yaitu amanat atau credere merupakan unsur yang sangat strategis bagi setiap bank. b. Likuiditas Portepel portofolio liquidity Likuiditas bank yang memproyeksikan pemberian pinjaman yang akan dilakukan sebuah bank di waktu yang akan datang. Likuiditas portepel umumnya kurang peka terhadap kepercayaan masyarakat. Perlu dikemukakan bahwa rentabilitas bank tergantung, antara lain pada jumlah yang dapat dipinjamkan kepada para nasabah. Manakala sebuah bank ternyata tidak memiliki alat likuid untuk memberikan pinjaman itu, maka sudah tentu peluang 136 Komaruddin Sastradipoera, Strategi Manajemen....Op. Cit, hal 249. Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh laba di waktu yang akan datang pun akan lenyap dengan sendirinya. Umumnya, jika perekonomian menjadi lebih baik, para bankir lebih tertarik pada likuiditas portepel. Sebaliknya, jika perekonomian menjadi lebih buruk, mereka lebih terdorong untuk mempertahankan likuiditas simpanan. Oleh karena itu, seperti halnya dengan masalah konsep likuiditas perbankan di atas, para ahli manajemen perbankan pun menyarankan likuiditas lain yaitu likuiditas kontingensi atau likuiditas situasional yang dapat menyesuaikan diri pada kemungkinan terjadinya perubahan perubahan, khususnya ekonomi makro. Ada 4 empat cara mengelola likuiditas, yaitu sebagai berikut : 137 a. Commercial Loan Theory b. Shiftability Theory c. Anticipated Income Theory d. Liability Management Theory Ad. a. Teori Pinjaman Komersial Commercial Loan Theory Menurut teori ini likuiditas bank akan terjamin selama hartanya berwujud pinjaman jangka pendek yang dapat dicairkan dalam masa transaksi perdagangan yang normal. Hendaknya pinjaman diberikan untuk jangka pendek, seperti membiayai modal kerja atau usaha dagang yang pengembaliannya dijamin. Adalah kurang tepat jika bank memberikan pinjaman untuk keperluan surat berharga, pendirian gedung atau pinjaman untuk jangka panjang. Dalam praktik, bank komersial memberikan kredit jangka pendek, tetapi tidak semata – mata untuk pinjaman perdagangan. 137 O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan NonBank, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004, hal 142. Universitas Sumatera Utara Ad. b. Teori Kemampuan Bergeser Shiftability Theory Teori ini berpendapat bahwa tingkat likuiditas dapat dipertahankan apabila bank memiliki kekayaan asset yang mudah dijual untuk memperoleh alat – alat likuid. Salah satu bentuk kekayaan yang mudah dijual dalam bentuk kas ialah surat – surat berharga yang marketable. Ad. c. Teori Antisipasi Pendapatan Anticipated Income Theory Teori ini menyatakan bahwa masalah likuiditas bank sebenarnya dapat direncanakan. Kalau sesuatu dapat direncanakan berarti masalahnya dapat dipecahkan dengan baik, tidak perlu dikhawatirkan. Likuiditas bank selalu dapat dipertahankan jika pengembalian pinjaman dari debitor dilaksanakan tepat waktu. Teori ini lebih menekankan pada kepada likuiditas yang dinamis dan luas. Dijelaskan bahwa pengembalian pinjaman ataupun deposan baru yang menitipkan uangnya membuat bank lebih likuid. Ad. d. Liability Management Theory Teori ini mengemukakan bahwa likuiditas bank dapat dijamin di pasar uang demi memenuhi kekurangan dana likuiditas. Dalam arti yang luas, pasar uang meliputi pinjaman dari bank sentral dan bank – bank umum. Teori ini menitikberatkan pada kewajiban liability dan ketiga teori sebelumnya meninjau dari segi kekayaan asset. Menurut pengalaman setiap harinya hanya sebagian kecil dari simpanan giro ditarik oleh para nasabah. Pada hari yang sama banyak juga nasabah menyetor uangnya ke bank. Seandainya pada hari yang sama penarikan dan penyetoran uang sama jumlahnya, dengan sendirinya alat – alat likuid tidak dibutuhkan. Seringkali penarikan lebih besar daripada penyetoran sehingga persediaan alat – alat likuid dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan kelangsungan hidup usaha Universitas Sumatera Utara bank. Bank Indonesia diberikan wewenang menetapkan ketentuan – ketentuan untuk memelihara likuiditas dan menjaga solvabilitas sebagai berikut : 138 1. Memelihara likuiditas Sebagian besar kewajiban dari bank dalam bentuk giro dimana nasabah secara legal dapat mengakses dan menarik dananya setiap saat. Bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan dikatakan tidak likuid illiquid. Apabila sejumlah besar bank secara serentak mengalami kondisi tidak likuid akan terjadi kekacauan pada aliran pembayaran barang dan jasa secara nasional dan menimbulkan potensi dampak negatif yang lebih luas kepada perekonomian. Oleh karena itu Bank Indonesia membuat regulasi dalam upaya memelihara likuiditas. Kebutuhan likuiditas suatu bank dipergunakan untuk memenuhi ketentuan GWM agar saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu berada pada jumlah yang ditentukan dan memenuhi penarikan dana baik oleh nasabah debitur maupun deposan; 2. Menjaga solvabilitas Bank yang memiliki laba yang tinggi dapat menghindari masalah kesulitan likuiditas dan solvabilitas. Pada industri perbankan, kompetisi di antara bank dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing-masing bank dan apabila tingkat profitabilitas ini begitu rendah maka bank akan rentan terhadap suatu shock yang mengancam likuiditas dan solvabilitas bank. Pada dasarnya bank memiliki laba yang tinggi untuk dapat menghindari masalah likuiditas dan solvabilitas. Hal ini disebabkan karena regulator selalu berupaya mencari jalan untuk melindungi bank dari kompetisi yang ketat dan pada saat yang sama bank berupaya untuk beroperasi secara efisien. Pada industri perbankan, kompetisi antara perbankan bagaimanapun dapat menurunkan tingkat profitabilitas masing – masing bank dan apabila tingkat profitabilitas begitu rendah 138 Sheng, A., Role of the Central Bank in Banking Crisis: An Overview, IMF Publication, 1991, hal 195. Di dalam Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian …Op. Cit, hal 43. Universitas Sumatera Utara maka suatu kejutan yang tidak terduga dapat terjadi pada sistem ekonomi dan finansial sehingga mengakibatkan bank akan mengalami kerugaian yang cukup berarti dan ini tentunya dapat mengancam likuiditas dan solvabilitas bank. 139

C. Bank dalam Masalah Likuiditas

Industri perbankan yang sehat dan berada dalam kondisi stabil berperan mutlak dalam kegiatan atau pembangunan ekonomi dalam pengertian bahwa lembaga keuangan tersebut terutama perbankan diyakini dapat memenuhi seluruh kewajibannya tanpa dukungan atau bantuan pihak luar eksternal. Suatu negara bisa saja memiliki sistem perbankan yang kuat, dengan perekonomian yang lemah. Tetapi, tidak pernah dalam sejarah menunjukkan bahwa suatu negara dengan sistem perbankan yang lemah menjadikan perekonomiannya kuat. 140 Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam penciptaan sistem keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan, antara lain: 141 1. Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran bank runs sehingga berpotensi merugikan deposan dan kreditur bank; 2. Penyebaran kerugian di antara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect sehingga berpotensi menimbulkan system problem; 3. Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit; 4. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan financial distress; 139 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan...Op. Cit, hal 17. 140 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana...Loc. Cit. 141 Anwar Nasution, Loc. Cit.. Universitas Sumatera Utara 5. Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter. Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 142 Penilaian kesehatan bank dilakukan oleh Bank Indonesia secara teratur dan diberitahukan kepada bank secara berkala. Sistem penilaian tingkat kesehatan bank telah dimulai sekitar tahun 1970 dengan menggunakan kriteria yang dikembangkan dari asas-asas usaha bank dan perkreditan yang sehat. Dalam periode ini kriteria penilaian tingkat kesehatan tidak hanya didasarkan atas kriteria tradisional yaitu: aspek likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas, namun juga telah memasukkan unsur penilaian atas kemampuan modal untuk memikul resiko yang mungkin timbul dari kegiatan usahanya. 143 Proses penyehatan dan penguatan perbankan telah mulai dirumuskan dalam PAKFEB 1991. 144 Kebijakan tersebut mengadopsi ”Prudential Banking” Prinsip 142 Pasal 29 angka 2 Undang-undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan. 143 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Hukum ..... Op.Cit., hal 49. 144 Ketentuan penilaian tingkat kesehatan berdasarkan PAKFEB 1991 tersebut untuk pertama kalinya ditetapkan dalam Paket ketentuan antara lain sebagai berikut: 1. Surat Keputusan dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Penilaian Tingkat Kesehatan, yaitu masing-masing No. 2381KEPDIR dan No. 2321BPPP tanggal 28 Februari 1991. 2. Surat Keputusan dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank, masing-masing No. 2367KEPDIR dan No. 2311BPPP tanggal 28 Februari 1991. Universitas Sumatera Utara kehati-hatian dalam usaha perbankan, yang digunakan sebagai ”Best Practice Guide” di dunia perbankan internasional. Beberapa ketentuan yang penting adalah syarat kecukupan modal minimum CAR, kewajiban penyisihan cadangan risiko, pengetatan klasifikasi likuiditas kredit kolektibilitas dan BMPK Batas Maksimum Pemberian Kredit. 145 Ukuran kinerja bank umum yang lebih komprehensif adalah CAMEL, yang mencakup seluruh aspek yang penting dalam evaluasi kesehatan kinerja bank umum, yaitu : C = Capital Adequacy tingkat kecukupan modal, A = Assets Quality kualitas aktiva, M = Management Quality kualitas manajemen, E = Earnings kemampuan menghasilkan pendapatan, L = Liquidity tingkat likuiditas. 146 Teknik analisa CAMEL yang digunakan untuk penilaian kinerja keuangan bank mengacu pada ketentuan penilaian yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 30 2 UUPPBtgl3041997 jo.SE No.30 UUPPB tgl 19031998. 147 Dalam menentukan tingkat kesehatan suatu bank, pada mulanya Bank Indonesia menilai atas dasar 3 tiga kelompok faktor penilaian, yaitu : 148 3. Surat Keputusan Direksi dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan, masing-masing No. 2368KEPDIR dan No. 2312BPPP tanggal 28 Februari 1991. Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Hukum…Op. Cit., hal 50. 145 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Hukum....Op. Cit, hal 41. 146 Manurung Mandala dan Prathama Rahardja, Op. Cit, hal 157. 147 M. Faisal Abdullah, Manajemen Perbankan Teknik Analisis Kinerja Keuangan Bank, Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, 2005, hal 129 – 130. 148 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan.... Op. Cit, hal 29. Universitas Sumatera Utara 1. Faktor Penambah CAMEL Reward System Aspek yang dinilai mencakup 5 lima faktor yang meliputi aspek permodalan capital, kualitas aktiva produktif asset liquidity, manajemen, rentabilitas earnings dan likuiditas sebagai faktor CAMEL. Setiap faktor yang dinilai terdiri dari beberapa komponen yang dikuantifikasikan dan diberi bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank. Penilaian terhadap faktor CAMEL tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasikan beberapa komponen penting dari masing – masing faktor yang seluruhnya berjumlah sembilan komponen dengan nilai kredit antara 0 sampai dengan 100. 2. Faktor Pengurang Compliance Violation Penalty Aspek yang meliputi penilaian atas pemenuhan compliance dan pelanggaran violation terhadap ketentuan kehati – hatian dalam pengelolaan bank prudential banking regulation yang terdiri atas : a. Pelanggaran ketentuan BMPK Batas Maksimum Pemberian Kredit; b. Pelanggaran ketentuan PDN Posisi Devisa Neto. Pelanggaran atas BMPK dan PDN akan dikenakan sebagai faktor pengurang terhadap total nilai kredit. 3. Faktor Professional Judgement Pada proses penilaian tingkat kesehatan bank penilaian secara profesional professional judgement berupa analisis dan pengujian tambahan atas aspek tertentu usaha bank yang belum dimasukkan dapat dilakukan untuk memperoleh tingkat kesehatan bank yang sebenarnya. Sesuai dengan hasil penilaian maka tingkat kesehatan suatu bank dapat menurun apabila ditemukan adanya : 149 a. Perselisihan internal antara pemegang saham dan pelaksana operasional perbankan dapat menimbulkan kesulitan pada bank bersangkutan; b. Campur tangan dari pihak – pihak di luar bank tersebut dalam pengelolaan bank; c. Indikasi terjadinya window dressing 150 dalam akuntansi dan laporan bank yang secara signifikan mempengaruhi keadaan keuangan sehingga mengakibatkan terjadinya kekeliruan dalam penilaian terhadap bank; 149 Ibid, hal 31. 150 Window dressing is a strategy used by mutual fund and portfolio managers near the year or quarter end to improve the appearance of the portfoliofund performance before presenting it to Universitas Sumatera Utara d. Ketidaksesuaian atau mismatch dalam pengelolaan likuiditas sehingga mengakibatkan penghentian dari keikutsertaan dalam kliring; e. Praktik bank dalam bank dengan melakukan usaha di luar akuntansi perbankan. Suatu bank dapat mengalami permasalahan likuiditas apabila mengalami permasalahan keuangan akibat ketidaksesuain antara arus kas masuk dengan arus kas keluar. Apabila permasalahan likuiditas tersebut tidak segera ditangani, dikhawatirkan kepercayaan nasabah terhadap bank tersebut merosot dan nasabah berbondong-bondong menarik uangnya bank runs sehingga bank dimaksud tidak berfungsi secara normal. 151 Pengelolaan likuiditas merupakan salah satu hal yang clients or shareholders. Performance reports and a list of the holdings in a mutual fund are usually sent to clients every quarter. To window dress, the fund manager will sell stocks with large losses and purchase high flying stocks near the end of the quarter. These securities are then reported as part of the funds holdings. Another variation of window dressing is investing in stocks that dont meet the style of the mutual fund. For example, a precious metals fund might invest in stocks that are in a hot sector at the time, disguising the funds holdings, so clients really have no idea what they are paying for. Window dressing may make a fund appear more attractive, but you cant hide poor performance for long. Investopedia, http:www.investopedia.comtermswwindowdressing.asp Diakses Senin, 6 Juli 2009. Window dressing adalah suatu strategi yang digunakan oleh manajer dana dan portofolio sebelum akhir tahun atau perempat tahun untuk meningkatkan penampilan dari portofoliokeuangan sebelum memperkenalkannya pada klien atau shareholder. Laporan performa dan daftar dari perusahaan dalam keuangan yang sama biasanya dikirim ke klien setiap tiga bulan. Untuk melakukan window dressing, manajer keuangan akan menjual saham yang sangat merugikan dan membeli saham yang sedang naik pada saat akhir bulan ketiga. Sekuritas ini kemudian dilaporkan sebagai bagian dari dana perusahaan. Variasi lain dari window dressing adalah berinvestasi dalam stok yang tidak mempunyai jenis dana yang sama. Contohnya, logam berharga mungkin diinvestasikan dalam saham di sektor yang sedang beruntung pada saat itu, menyamarkan keuangan perusahaan, jadi klien benar- benar tidak tahu apa yang telah mereka bayarkan. Window dressing mungkin membuat keuangan kelihatan lebih menarik, tapi anda tidak dapat menyembunyikan keuangan yang buruk dalam jangka waktu yang lama. Window dressing adalah penyajian laporan keuangan yang lebih baik daripada keadaaan sesungguhnya. Kamus Keuangan, http:www.perencanakeuangan.comfileswl.html Diakses Senin, 17 Mei 2009. Secara politis, window dressing akan membuat pemerintahan seolah-olah berhasil mencapai target-targetnya. Tempointeraktif, “Ekonom Kuatir Pemerintah Melakukan Window Dressing”, http:www.tempointeraktif.comhgekbis20071021brk.20071021-109827.id.html, Diakses Senin, 6 Juli 2009. 151 Bank Runs sangat rentan terhadap rumor yang dengan mudah menyebar dan makin besar yang dapat berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Suatu bank dapat kolaps apabila semua nasabah percaya terhadap rumor yang berkembang ditengah masyarakat dan kemudian semua bertindak menarik simpanannya. Bank tersebut tidak akan mampu melikuidasi Universitas Sumatera Utara sangat mempengaruhi indikator penentuan penurunan kesehatan suatu bank. Dalam pengelolaan likuiditas dikenal beberapa komponen unsur yakni Giro Wajib Minimum, Rekening Giro di Bank Indonesia, Dana Pihak Ketiga DPK, dan Cadangan Kedua. 152 Ad. 1. Giro Wajib MinimumCadangan Wajib Pengelolaan likuiditas dalam kaitannya dengan Giro Wajib Minimum ditentukan dengan menggunakan suatu formula yang berlaku umum bagi semua bank. Perbandingan antara Total Saldo Giro Bank Indonesia Harian yang dipelihara oleh seluruh cabang pada suatu bank dengan rata – rata kewajiban kepada masyarakat atau DPK yang ada di seluruh cabang dari bank yang bersangkitan pada 2 dua periode sebelumnya. Bank Indonesia menentukan bahwa GWM harian minimal sebesar 5. Menjaga agar GWM dalam batas minimal yang ditetapkan Bank Indonesia dan alat likuid kas tetap tersedia harus dijadikan prioritas utama dalam kegiatan bank sehari – hari. Dalam ketentuan perhitungan GWM, rata – rata DPK setiap bulannya dibagi menjadi 4 empat periode sebagai berikut : i Periode I yaitu tanggal 1 sd 7, ii Periode II yaitu tanggal 8 sd 15, iii Periode III yaitu tanggal 16 sd 23, iv Periode IV yaitu tanggal 24 sd akhir bulan. asetnya dalam waktu singkat untuk dapat memenuhi efek domino terhadap bank lain sehingga bank – bank lain kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran kepada nasabahnya dampak sistemik. Naskah Akademik Rancangan Undang – Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan JPSK, http:www.jpsk.infopublishdetail.php?module=det_naskahid=11Diakses Jum’at, 31 Juli 2009. 152 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan HLB Hadori Rekan, Studi Keuangan...Op. Cit, hal 21-23. Universitas Sumatera Utara Ad. 2. Saldo Giro Bank pada Bank Indonesia Saldo Giro Bank pada Bank Indonesia terdiri dari saldo giro yang dicatat dalam pembukuan Bank Indonesia. Saldo giro bank ini meliputi seluruh saldo giro cabang – cabangnya di Kantor – kantor Cabang Bank Indonesia di seluruh Indonesia. Di wilayah DKI Jakarta dari berbagai cabang dari suatu bank, Bank Indonesia hanya memperkenankan dipelihara 1 satu rekening giro saja, dengan demikian hasil kliring cabang – cabang tersebut akan ditampung di satu rekening tersebut. Besarnya giro Bank Indonesia yang diperlukan oleh setiap bank setiap harinya ditentukan oleh : a. Besarnya penarikan tunai dalam operasional sehari – hari; b. Besarnya kewajiban jatuh tempo yang harus dipenuhi oleh bank; c. Besarnya komitmen kredit yang akan ditarik; d. Batas minimal 5 dari Dana Pihak Ketiga. Ad. 3. Dana Pihak Ketiga DPK DPK dalam rupiah meliputi jumlah dana milik masyarakat yang ada pada seluruh cabang dari bank yang bersangkutan baik berupa Giro, Tabungan, Deposito maupun kewajiban lainnya kepada masyarakat seperti Transfer yang belum dibayarkan, dan lain – lain. DPK dalam rupiah ini tidak termasuk dana yang diterima hasil transaksi money market dengan Bank komersial lainnya, atau dari Bank Indonesia. Ad. 4. Cadangan Kedua Secondary Reserve Selain Cadangan Wajib dikenal pula sejenis cadangan lainnya yang biasa disebut dengan Cadangan Kedua. Sifat cadangan ini adalah tidak wajib namun demikian dengan tujuan untuk keamanan bank itu sendiri bila suatu saat jumlah Giro Universitas Sumatera Utara Bank Indonesia tidak memenuhi syarat minimal 5. SBI dan SUN merupakan surat berharga bank yang dapat berfungsi sebagai cadangan kedua. Sertifikat ini diterbitkan oleh Bank Indonesia dan risikonya nihil karena pengembalian pokok dan bunganya dijamin langsung oleh Bank Indonesia. Surat Promes yang dikeluarkan oleh para debitur – lebih dikenal dengan Sertifikat Berharga Pasar Uang SBPU dapat dijual diskonto ke Bank Indonesia dalam upaya untuk menambah likuiditas, walaupun ketersediaan likuiditas sangat tergantung dari kebijakan Bank Indonesia. Surat berharga semacam ini dapat diklasifikasikan sebagai Cadangan Ketiga. Ketidaksesuaian atau mismatch dalam pengelolaan likuiditas mengakibatkan penghentian dari keikutsertaan dalam kliring. Kinerja dan kestabilan perbankan dalam praktek sehari – hari dapat dipantau dari mekanisme pelaksanaan kliring antar bank. Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronis antar bank, baik atas nama bank maupun atas nama nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan dalam waktu tertentu. 153 Dalam penyelenggaraan kliring tersebut BI sebagai pengatur, penyelenggara, pengawas ketertiban dan kelancaran kliring. Pengaturan kliring oleh BI mencakup antara lain tata kerja dan prosedur kliring, tata kerja dan prosedur penyelesaian perhitungan kliring, mekanisme kliring dengan Pasar Uang Antar Bank dan penetapan jadwal kliring. Peserta kliring terdiri atas bank yang memenuhi syarat sebagai peserta kliring baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung. 153 Hasil Riset Bank Indonesia Satgas BLBI dengan Hadori Rekan, Studi Hukum.... Op. Cit, hal 52. Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan perkembangan bank di Indonesia jumlah peserta kliring maupun jumlah dan nilai nominal warkat – warkat yang diperhitungkan dalam kliring dari waktu ke waktu menunujukkan peningkatan. Salah satu kewajiban penting dari bank sebagai peserta kliring adalah memelihara rekening giro pada BI sejumlah tertentu yang disebut GWM. Ada 2 dua tujuan dari penetapan GWM tersebut yaitu : 154 1 Secara mikro, tersedianya dana siaga dari setiap bank agar setiap waktu dapat membayar kewajibannya; 2 Secara makro, merupakan sarana pengawasan bank dan pengendalian moneter yaitu untuk meredam ekses likuiditas yang berlebihan dari perbankan yang dapat mendorong ekspansi yang berlebihan atau spekulasi. Memperhatikan tujuan dari GWM tersebut, pada umumnya bank memelihara giro pada BI sedikit lebih besar dari GWM, dengan memperlihatkan kebiasaan penarikan dan penyetoran oleh nasabah bank serta berjaga – jaga dari hal – hal yang tidak terduga. Melalui mekanisme perhitungan kliring dapat dilakukan pemantauan terhadap kestabilan dan manajemen likuiditas bank antara lain dari indikator sebagai berikut: 155 1 Kalah Kliring atau Menang Kliring Perhitungan kliring menghasilkan kompilasi besarnya pembayaran yang akan diterima dan besarnya tagihan yang harus dibayar oleh setiap bank peserta kliring. Bila besarnya pembayaran yang akan diterima lebih kecil dari jumlah tagihan yang harus dibayar, disebut kalah kliring. Kalah kliring belum merupakan indikator buruk sepanjang bank tersebut dapat segera mengatasinya, yaitu terdukung oleh saldo gironya pada BI atau dengan 154 Loc. Cit. 155 Ibid, hal 53. Universitas Sumatera Utara tambahan dana baik yang diusahakan dari bank sendiri atau melalui pinjaman antar bank. Tetapi bila kalah kliring terjadi dalam frekuensi yang sering apalagi berkelanjutan, maka hal itu merupakan suatu indikasi bahwa manajemen likuiditas bank tersebut kurang baik atau sedang menghadapi kesulitan likuiditas. Bank yang kondisinya seperti di atas biasanya sulit untuk memperoleh pinjaman dari Pasar Uang Antar Bank, kalaupun dapat dengan bunga yang cukup tinggi dibanding dengan bank lainnya. Bila kekalahan kliring tersebut sampai dengan proses Penyelesaian Akhir oleh BI tidak dapat ditutup dengan dana yang cukup maka terjadilah Saldo Debet. 2 Bank yang mengalami saldo debet dalam rekening gironya pada BI sebelum proses Penyelesaian Akhir ditutup, memberikan indikasi bahwa bank tersebut sedang mengalami kesulitan likuiditas Dalam kondisi seperti tersebut, bank yang bersangkutan diwajibkan mengusahakan dana yang cukup untuk menutup saldo debet tersebut, baik melalui pinjaman antar bank PUAB atau sumber dana lain. Bila upaya tersebut tidak berhasil sampai dengan penutupan Perhitungan Akhir oleh BI, maka terjadilah Saldo Negatif. 3 Saldo Negatif Sesuai dengan ketentuan perjanjian penyertaan kliring, maka terhadap bank yang mengalami saldo negatif diwajibkan untuk dapat mengatasinya menutupnya sampai dengan pukul 09.00 WIB hari kerja berikutnya. Terhadap bank yang mengalami saldo negatif dan tidak dapat menutupnya dalam batas waktu yang ditetapkan, dapat dikenakan skors dari kliring. Pengenaan sanksi skorsing tersebut dilakukan dengan hati – hati oleh BI karena dapat memiliki implikasi yang luas baik terhadap nasabah bank, bank lain atau bank itu sendiri. Melalui mekanisme yang telah ditetapkan dilakukan analisis dan evaluasi terhadap besarnya saldo negatif, faktor yang menyebabkan terjadinya saldo negatif dan permasalahan yang dihadapi oleh bank, guna menentukan apakah bank tersebut segera diskors dari kliring atau terlebih dahulu diberi kesempatan untuk dilakukan upaya penyelamatan penyehatan. Sementara dalam proses penyelamatan penyehatan bank yang bersangkutan mendapat pengawasan yang intensif oleh BI. Saldo negatif yang tercatat pada bank tersebut sedang dalam proses penyelematan tersebut tergolong dalam salah satu jenis BLBI. Universitas Sumatera Utara Beberapa strategi represif yang diterapkan untuk mengatasi krisis likuiditas dapat dijelaskan sebagai berikut : 156

1. Meminjam dari Pasar Uang