Meminjam Valuta Asing dari Pasar Uang Internasional Pengertian BLBI

2. Mengkonversikan Dana Valuta Asing yang dimiliki

Alternatif lain yang dapat diterapkan untuk mengatasi krisis likuiditas rupiah ialah dengan menjual dana valas valuta asing yang dimiliki. Valuta asing yang ditukarkan rupiah sehingga posisi uang kas bank yang bersangkutan mengalami peningkatan. Apabila bank yang bersangkutan menjual valasnya ke Bank Indonesia, maka rekening bank yang bersangkutan menjual valasnya ke Bank Indonesia, maka rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia akan di kredit. Pengkreditan rekening bank yang dimaksud dapat dipakai untuk menutup kekurangan likuiditas yang nyaris terjadi.

3. Meminjam Valuta Asing dari Pasar Uang Internasional

Dalam kondisi tertentu seperti langkanya dana rupiah akibat kebijakan uang ketat misalnya bank dalam negeri dapat mengalami kesulitan untuk meminjam dana dari bank lain. Apabila hal ini terjadi, bank yang bersangkutan dapat mempertimbangkan untuk meminjam di pasar uang internasional. Hasil pinjaman valas ini kemudian dijual ke Bank Indonesia untuk ditukarkan menjadi rupiah. Dengan cara ini uang kas rupiah bank yang bersangkutan meningkat sehingga dapat dipakai untuk menutup krisis likuiditas yang semula akan menimpa bank tersebut.

4. Memanfaatkan Fasilitas Diskonto Discount Facility

Pemberian fasilitas ini diberikan berkaitan dengan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Fasilitas ini diberikan agar kepercayaan masyarakat terhadap bank secara umum dapat terjaga. Namun apabila bank sering menggunakan fasilitas ini dapat memberikan kesan yang kurang baik bagi kapabilitas manajemen Universitas Sumatera Utara bank. Dengan fasilitas diskonto ini bank sentral dapat mempengaruhi permintaan pinjaman dari bank melalui pengaturan terhadap tinggi atau rendahnya tingkat diskonto yang diberikan kepada bank peminjam. Fasilitas diskonto ini disebut juga Fasdis. Fasdis adalah penyediaan dana jangka pendek oleh Bank Indonesia dengan cara pembelian promes yang diterbitkan bank atas dasar diskonto. Fasdis dapat dibagi menjadi dua, yakni Fasdis I dan Fasdis II. Fasdis I disediakan dalam rangka memperlancar pengaturan dana bank sehari – hari. Fasdis II diberikan untuk memudahkan bank dalam menanggulangi kesulitan pendanaan karena rencana pengerahan dana tidak sesuai dengan penarikan kredit jangka menengah atau jangka panjang oleh nasabah mismatch. Bank Indonesia saat ini tidak lagi menggunakan instrumen pengendalian moneter jenis ini, sebagai gantinya dikeluarkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek FPJP, yaitu fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang disebabkan terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar mismatch. 158 Bank dapat memperoleh FPJP dengan memenuhi persyaratan, sebagai berikut: 159 a. Mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek yang menyebabkan bank tidak memenuhi kewajiban GWM Rupiah; b. Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum capital adequacy ratio positif; 158 Dahlan Siamat, Op. Cit, hal 88. 159 Frequently Asked Questions FAQs, Surat Edaran Bank Indonesia No. 1039DPM Tanggal 14 November 2008 Perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum. Universitas Sumatera Utara c. Memiliki agunan yang berkualitas tinggi dan sesuai persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia dan Perpu No. 2 Tahun 2008, yaitu Surat Berharga yang terdiri dari Sertifikat Bank Indonesia SBI, Surat Utang Negara SUN, Surat Berharga Syariah Negara SBSN, dan Obligasi Korporasi; d. Bank mengajukan permohonan atau perpanjangan FPJP pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB pada setiap hari kerja yang dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung yang telah ditetapkan Bank Indonesia; e. Jangka waktu FPJP paling lama 14 empat belas hari kalender dan dapat diperpanjang secara berturut – turut dengan jangka waktu FPJP keseluruhan paling lama 90 sembilan puluh hari kalender; f. FPJP diberikan paling banyak sebesar plafon FPJP berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan bank memenuhi GWM berdasarkan perkiraan arus kas 14 hari ke depan; g. Pencairan FPJP dilakukan oleh Bank Indonesia secara harian sebesar kebutuhan bank untuk memenuhi kewajiban GWM selama jangka waktu FPJP sepanjang plafon mencukupi; h. Biaya bunga atas FPJP yang digunakan bank dengan tingkat bunga ditetapkan sebesar BI-Rate 100 seratus basis poin. Jumlah FPJP yang dikenakan FPJP adalah sebesar realisasi FPJP harian. Pembebanan FPJP dilakukan pada saat FPJP jatuh waktu; i. Dalam hal terjadi default, yang dilakukan bank pada saat FPJP jatuh waktu, Bank Indonesia akan mengeksekusi agunan FPJP dan hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJP. Bank Century menjadi bank pertama menerima akses FPJP. Tingginya intensitas rumor negatif yang beredar di masyarakat, akhirnya mempertegas kondisi perbankan Indonesia yang sedang mengalami ketatnya likuiditas antar bank. Gagal kliring akibat kesulitan likuiditas yang dialami bank Century, yang merupakan hasil merger dari Bank CIC, Bank Danpac, dan Bank Pikko, pada 13 November 2008 menjadi bukti nyata dampak rumor telah meresahkan sektor perbankan. 160 Dengan sigap BI mengumumkan bahwa bank Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan LPS setelah sebelumnya membawa membawa permasalahan tersebut ke 160 Okezone, “Jalan Berliku Perbankan Indonesia di 2008-2009”, http:economy.okezone.comindex.phpReadStory20081223277176453jalan-berliku-perbankan- indonesia-di-2008-2009, Diakses Rabu, 24 Desember 2008. Universitas Sumatera Utara rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan KSSK. KSSK selanjutnya memutuskan bank Century bersifat sistemik sehingga harus diberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek FPJP. Jika tidak dapat melunasi FPJP dalam jangka waktu yang ditetapkan, bank bersangkutan dinyatakan sebagai bank gagal. Dan karena itu selanjutnya KSSK menyerahkan penanganan bank century pada LPS. 161 Setelah Bank Century, terjadi kasus Bank IFI. Walau sama-sama dirawat oleh Lembaga Penjamin Simpanan LPS, tapi penyakitnya jauh berbeda. Pemerintah melalui LPS mengambil alih Bank Century akibat penurunan rasio kecukupan modal CAR. Pengambilalihan bank beraset Rp 15 triliun itu dilakukan demi melindungi kepentingan nasabah dan seluruh sistem perbankan nasional. Keputusan mengambil alih Bank Century merupakan kesepakatan pemerintah dan Bank Indonesia melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan KSSK. 162 Bank Indonesia melikuidasi Bank IFI karena dinilai gagal memenuhi ketentuan kesehatan perbankan yang disyaratkan. Mulai dari kesehatan aset cair hingga rasio kredit macet yang masuk kategori sangat tinggi di atas 5 persen. Akibatnya seluruh pegawai dipecat. Bank IFI kini diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan LPS yang memverifikasi rekening nasabah dan mengumumkan siapa 161 Kompas. Com, ”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”, http:www.kompas.comreadxml2008112206040250jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi, Diakses Sabtu, 22 November 2008. 162 Okezone, “LPS: Kasus Bank IFI Beda Dengan Bank Century”, http:economy.okezone.comindex.phpReadStory20090417277211483lps-kasus-bank-ifi-beda- dengan-bank-century Diakses Senin, 6 Juli 2009. Universitas Sumatera Utara yang layak dibayar dalam 90 hari. LPS juga membubarkan badan hukum bank, membentuk tim likuidasi, dan menonaktifkan seluruh direksi serta komisaris. 163 Gubernur Bank Indonesia, Boediono, mengatakan bahwa dengan gejala global yang masih berlanjut, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga likuiditas di perbankan baik dalam bentuk valas maupun rupiah. Hal tersebut merupakan bagian dari langkah integral dengan pemerintah juga sebagai respons atas perkembangan ekonomi global yang terjadi. Bank Indonesia mengeluarkan 5 lima aturan pelonggaran likuiditas dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas perbankan baik dalam valas maupun rupiah, yakni: 164 1. Perpanjangan tenor foreign exchange swap 165 dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan. Berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk memenuhi permintaan valuta dalam dolar AS yang sifatnya temporer, sehingga memberi penyesuaian waktu yang cukup bagi bank atau pelaku pasar sebelum benar-benar melakukan penyesuaian komposisi portofolionya. 2. Penyediaan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik melalui perbankan berlaku 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk meningkatkan kepastian pemenuhan kebutuhan valuta asing, perusahaan domestik yang memiliki underlying transactions 166 . 163 Liputan6. Com, “Bank IFI di likuidasi”, http:www.liputan6.comnews?id=176193c_id=4. Diakses, Senin 6 Juli 2009. 164 Detik Finance, ”BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuiditas”, http:www.detikfinance.comkanal5moneter Diakses Jum’at, 17 Juli 2009. 165 Foreign Exchange Swap atau yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan, merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus kas dengan aliran arus kas lainnya. Aliran ini disebut kaki dari swap. Nilai swap ini adalah dihitung berdasarkan suatu nilai absolut atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang digunakan untuk menghitung pembayaran terhadap suatu swap dan produk manajemen risiko lainnya dimana nilai ini bukan suatu nilai yang sesungguhnya absolut. Istilah swap ini sebenarnya berasal dari bahasa Inggris namun istilah ini digunakan sebagai suatu istilah baku yang dikenal di Indonesia baik oleh lembaga yang berwenang seperti Bank Indonesia. Swap ini seringkali digunakan sebagai suatu instrumen lindung nilai atau risiko tertentu misalnya risiko gejolak nilai tukar mata uang dan disamping itu juga digunakan sebagai instrumen spekulasi. Wikipedia Indonesia, “Foreign Exchange Swap”, http:id.wikipedia.orgwikiTukar_menukar Diakses Jum’at, 17 Juli 2009. 166 Underlying transactions is contract or deal between account party and beneficiary of a Letter of Credit LC. Business Dictionary.com, http:www.businessdictionary.comdefinitionunderlying-transaction.html. Diakses Jum’at, 17 Juli Universitas Sumatera Utara 3. Penurunan rasio GWM valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah dari 3 persen menjadi 1 persen. Berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini untuk menambah ketersediaan likuiditas valuta dolar AS yang dapat digunakan bank dalam bertransaksi dengan nasabahnya. 4. Pencabutan ketentuan pasal 4 PBI No 71PBI2005 tentang batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek yang berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini ditujukan untuk mengurangi tekanan pembelian dolar AS karena saat ini terjadi pengalihan rekening rupiah ke valuta asing oleh nasabah asing. 5. Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah, berlaku mulai 24 Oktober 2008 menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves menjadi hanya 7,5 persen dari DPK agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai. 167

D. Prinsip Kehati – hatian Bank Prudential Banking Regulation

Prinsip kehati – hatian bank adalah salah satu azas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati – hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 168 Istilah “Prudent” yang dikaitkan dengan fungsi pengawasan 169 bank dan 2009. Underlying transactions adalah kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan pembeli dalam LC. 167 Detik Finance, ”BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuiditas”, http:www.detikfinance.comkanal5moneter Diakses Rabu, 22 Juli 2009 168 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan, Jakarta : Sinar Grafika, 2007, hal 161. 169 Pentingnya fungsi pengawasan perbankan telah mendorong kesadaran para Gubernur Bank Sentral negara – negara Group of Ten yang tergabung dalam The Basel Committee untuk merumuskan prinsip – prinsip pengawasan bank yang disebut dengan The Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. The Basel Committee mengemukakan konsep dasar yang digunakan dalam mengembangkan The Basel Core Principles, yaitu : a. Tujuan pokok dari pengawasan bank adalah menjaga kestabilan dan kepercayaan sistem finansial sedemikian rupa, sehingga mengurangi risiko kerugian bagi deposan dan kreditur lainnya; b. Pengawasan bank harus mendorong dan menumbuhkan disiplin pasar dengan mendorong penerapan “Good Governance” melalui struktur organisasi yang memadai dan perangkat tanggung jawab bagi Direksi, Komisaris dan Pejabat Senior Bank serta meningkatkan transparansi dan pengawasan pasar; c. Agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, pengawasan bank harus memiliki independensi operasional, perangkat dan wewenang untuk mengumpulkan informasi, baik secara on site maupun off site, serta menerapkan hal – hal yang telah diputuskannya; Universitas Sumatera Utara manajemen bank mulai dikenal pada belahan kedua tahun 1980-an. Kata ”Prudent” itu sendiri secara harfiah dalam bahasa Indonesia berarti ”bijaksana”. Namun, dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati – hatian. Oleh karena itu, di Indonesia muncul istilah “pengawasan bank berdasarkan kehati – hatian” atau “manajemen bank berdasarkan kehati – hatian.” 170 Prudent yang berarti bijaksana atau asas kehati – hatian itu bukanlah istilah baru, namun mengandung konsepsi baru dalam menyikapi secara lebih tegas dan efektif atas berbagai risiko yang melekat pada usaha bank. Prudent merupakan konsep yang memiliki unsur sikap, prinsip, standar kebijakan dan teknik dalam d. Pengawasan bank harus memahami sifat bisnis yang dilakukan bank dan memastikan bahwa kemungkinan risiko yang terjadi pada bank telah dikelola dengan memadai; e. Pengawasan bank yang efektif mensyaratkan adanya kemampuan untuk menilai profil risiko bank secara individual dan melakukan alokasi pengawasan bank sesuai dengan tuntutan tersebut. f. Pengawasan bank harus memastikan bahwa bank memiliki sumber daya yang memadai untuk melakukan manajemen risiko, termasuk kecukupan modal, manajemen yang sehat dan sistem control yang efektif serta data akuntansi; g. Kerja sama yang erat dengan unsur pengawasan bank lainnya sungguh essensial, terutama bila operasi bank yang diawasinya mencakup lintas Negara. Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah...Op. Cit, hal 74. Tujuan inti dari pengawasan bank adalah melindungi kepentingan masyarakat penyimpan deposan dan kreditur yang mempercayakan dananya pada bank untuk memperoleh pembayaran kembali dan manfaatnya dari bank sesuai dengan sifat, jenis dan cara pembayaran yang telah dijanjikan. Selain itu, tujuan pengawasan untuk meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan…Op. Cit, hal 220. Pelaksana fungsi pengawasan bank otoritas pengawasan bank biasanya dilakukan oleh bank sentral negara yang bersangkutan. Fungsi pokok bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter, kelancaran dan kestabilan sistem pembayaran serta kesehatan dan kestabilan sistem perbankan. Suatu penelitian internasional menyimpulkan bahwa efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem perbankan yang sehat. Hal ini menunjukkan adanya kaitan erat antara efektivitas pelaksanaan kebijaksanaan moneter dengan efektivitas pelaksanaan pengawasan bank. Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal 7. Adapun prinsip dan metode yang digunakan dalam pengawasan bank meliputi 6 jalur, yaitu : 1. Pengaturan regulasi; 2. Pengawasan tidak langsung Off – site supervision; 3. Pengawasan Langsung On – site supervision; 4. Kontak dan komunikasi teratur dengan bank; 5. Tindak remedial dan atau penerapan sanksi; 6. Kerjasama dengan otoritas pengawasan bank negara lain. Ibid, hal 8. 170 Permadi Gandapradja, Op. Cit, hal 20. Universitas Sumatera Utara manajemen risiko bank yang sedemikian rupa, sehingga dapat menghindari akibat sekecil apapun, yang dapat membahayakan atau merugikan stakeholders, terutama para depositor dan kreditur. Tujuan yang lebih luas adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan dan kestabilan sistem perbankan. Prinsip kehati – hatian juga diatur secara eksplisit dalam Pasal 2, Pasal 29 angka 2 dan 3 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 2 menegaskan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Demokrasi Ekonomi dengan menggunakan prinsip – prinsip kehati – hatian. Lebih lanjut penjelasan umum undang – undang tersebut menguraikan bahwa prinsip kehati – hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai kegiatan usaha bank perlu dikesampingkan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana termasuk di dalamnya peningkatan peran analisis mengenai dampak lingkungan bagi perusahaan berskala besar dan atau berisiko tinggi. 171 Pengertian prinsip kehati – hatian sendiri adalah prinsip pengendalian risiko melalui penerapan peraturan perundang – undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten. Prinsip kehati – hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati – hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang – undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. 172 171 Arie, Kredit Wewenang Pimpinan Cabang dan Kredit Usaha Kecil, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2001, hal 6. 172 Mangasa Manurung, Op. Cit, hal 59. Universitas Sumatera Utara Penegasan pentingnya prinsip kehati – hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank disebutkan dalam Pasal 29 angka 2, bahwa : ”Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian.” Berdasarkan ketentuan Pasal 29 angka 2 di atas, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati – hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip tersebut. Artinya, segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang – undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dengan menerapkan prinsip kehati – hatian, tingkat kesehatan bank akan terjaga. Hal tersebut dapat meningkatkan likuiditas bank yang ditandai dengan adanya dana murah yang dapat disalurkan melalui kredit yang sehat dan diharapkan membuat kinerja operasional bank menjadi sehat. 173 Pasal 29 angka 2 tersebut sejalan dengan Pasal 25 Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa : ”Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, BI berwenang menetapkan ketentuan – ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati – hatian.” BI dalam menerapkan serangkaian aturan yang biasa disebut ketentuan kehati – hatian tersebut mencakup banyak aspek, antara lain aturan mengenai Modal Inti 173 Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability Management, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal 111. Universitas Sumatera Utara Bank Umum, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM, Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK, Kualitas Aktiva, Penyisihan Penghapusan Aktiva, Giro Wajib Minimum, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Transparansi Kondisi Keuangan Bank. 174 Hal tersebut menjadi begitu penting untuk diatur oleh BI, karena pengaturan industri perbankan harus dapat menjawab dua masalah fundamental, yaitu luas dan dalamnya materi yang akan diatur dan bentuk pengaturan yang akan ditetapkan. 175 Pasal 29 angka 3 Undang – Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, menyebutkan bahwa : “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara – cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.” Ketentuan Pasal 23 angka 3 dan 2 berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 29 angka 4 karena bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya. Adapun ketentuan Pasal 29 angka 4 berbunyi untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan 174 Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Bank Bersubsidi Yang Membebani, Jakarta : E Publishing Company, 2008, hal 118. 175 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah…Op. Cit, hal 15. Universitas Sumatera Utara memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Karena salah satu persyaratan bank yang baik adalah kemampuannya untuk menyediakan mobilitas pada modal yaitu kemampuan untuk menggerakkan kredit dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan variasi persyaratan bisnis. 176 Oleh karena itu kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 177 Pada dasarnya bankir adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati – hatian yang tinggi dalam mengelola bank. Alasannya adalah bank sebagai institusi keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan merupakan jantung perekonomian dan dana yang disalurkan dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank. Oleh karena itu pengurus bank diminta berhati – hati agar kredit tersebut disalurkan dengan tepat dan tidak macet. 178 Prinsip kehati – hatian itu dapat dijadikan way of thinking bankir. Sebab prinsip kehati – hatian itu harus dianut secara proaktif. Namun yang menjadi masalah adalah setiap bankir memiliki way of thinking yang beragam, yang tampaknya tidak mungkin diseragamkan. Walaupun demikian, sebenarnya agar way of thinking para bankir itu 176 Ibid, hal 179. 177 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan…Op. Cit, hal 218. 178 Zulkarnain Sitompul, Antisipasi Krisis Perbankan Jilid Dua....Op. Cit, hal 52. Universitas Sumatera Utara selalu mengacu kepada prinsip keberhatian, dapat pula ”dipolakan” melalui ”pemahaman” perilaku bisnis perbankan secara tepat dan benar. 179 Standar kehati – hatian ditetapkan sebagai ”the degree of care to which the bank directors were bound is that which ordinarily prudent and diligent persons would exercise under similar circumstances.” Berdasarkan standar ini pengurus bank wajib menjaga kondisi bank dan melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang diperlukan. Untuk itu, pengurus harus menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas pengawasan terhadap bank. 180 Peran pengawasan bank adalah memastikan apakah bank memiliki kebijakan, prosedur, dan pedoman penilaian kredit, serta menguji konsistensi pelaksanaannya. Kesulitannya adalah belum adanya standar umum untuk mengukur risiko dari kebijakan tersebut. 181 Prudential Banking Regulation dan Prudential Banking Supervision merupakan pendekatan dan konsep tentang cara mengatasi kelemahan yang digambarkan di atas. Dengan memperhatikan unsur – unsurnya, Prudential Regulation dan Prudential Supervision itu memiliki karakter sebagai berikut : 182 a. Bertitik – tolak dari sikap waspada dan hati – hati. Sebab, banyak dan beragam risiko yang melekat usaha bank itu. Berbagai risiko tersebut harus dikenali dengan cermat, seperti karakter dan akibatnya, sumber penyebab dan faktor kunci pencegahannya. 179 Yang namanya kehati – hatian itu tidak lain merupakan way of thinking pihak manajemen dalam usaha meminimalkan trade off antara risk dan service. Sebagai alat kontrol, prinsip kehati – hatian itu harus tercermin pada sikap dan perilaku manajemen maupun bankirnya. Mangasa Manurung, Op. Cit, hal 33. 180 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah…Op. Cit, hal 181 Permadi Gandapradja, Op. Cit, hal 23 – 24. 182 Ibid, hal 25. Universitas Sumatera Utara b. Menggunakan pendekatan yang proaktif dan antisipatif. Cara ini seperti pepatah yang mengatakan ”sedia payung sebelum hujan” atau falsafah kedokteran ”lebih baik mencegah daripada mengobati.” c. Menggunakan prinsip bahwa baik buruknya bank merupakan tanggung jawab manajemen bank. Oleh karena itu, manajemen bank yang kompeten dan tinggi integritasnya itu merupakan kunci sukses dalam mewujudkan bank yang sehat dan sistem perbankan yang sehat. d. Dari segi kinerja operasional, pengawasan bank memberikan bobot yang besar terhadap kecukupan modal bank dalam memikul risiko kerugian yang mungkin timbul. Dengan demikian, tidak hanya mengutamakan aspek likuiditas, melainkan juga aspek solvabilitasnya. Bila aspek solvabilitas terpenuhi maka aspek lainnya seperti likuiditas dan profitabilitas relatif terkendali manageable. e. Dari segi informasi tentang kondisi, kinerja, dan disiplin pasar, bank wajib memberikan informasi yang lengkap, akurat, tepat waktu, dan layak dipercaya reriable kepada pengawasan bank dan publik umumnya. Tanpa mengabaikan ketentuan tentang rahasia bank, asas transparansi dan ”public disclosure” merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh bank dan menjadi sorotan penilaian pengawasan bank. f. Dari segi pembatasan risiko, pengawasan bank memberi perhatian besar terhadap konsentrasi pemberian kredit kepada debitur perorangan, grup debitur, dan kredit kepada pihak terkait dengan menetapkan batas maksimal pemberian kredit. g. Dari segi etika bisnis, pengawasan bank berusaha mencegah agar bank tidak digunakan secara sadar atau tidak sadar sebagai sarana bertransaksi dari hasil kegiatan kejahatan. h. Dari segi tanggung jawab, dianut prinsip bahwa tidak seharusnya pengawasan bank memberikan jaminan bahwa bank tidak ada yang gagal. Sukses atau gagalnya suatu bank merupakan tanggung jawab penuh dari manajemen bank. Pengawasan bank bertanggung jawab atas kesehatan dan kestabilan sistem perbankan dan harus berupaya secara optimal dan tepat waktu untuk mencegah agar bank bermasalah tidak berada dalam sistem perbankan. i. Pengawasan bank harus dilakukan sedini mungkin, yaitu sejak bank tersebut mengajukan permohonan untuk mendirikan bank, agar dapat dipastikan bahwa hanya bank yang dikelola secara profesional dan viable secara finansial yang masuk dalam sistem perbankan. Dengan konsep seperti itu, otoritas pengawasan bank berupaya untuk meningkatkan efektifitas pengendalian risiko atas kegiatan yang dilakukan bank dan menjaga keamanan serta kestabilan sistem perbankan. Untuk itu, otoritas pengawasan Universitas Sumatera Utara bank memerlukan landasan yang kuat yang berbentuk undang – undang, agar Prudential Regulation dapat diterapkan. 183 Sasaran dari Prudential Regulation adalah, menetapkan kebijakan bahwa hanya bank yang viable secara finansiallah yang diizinkan untuk beroperasi, mengendalikan pemilik dan manajemen bank agar tidak mengambil risiko yang berlebihan, menetapkan ketentuan dan pedoman bagi pelaksanaan akuntansi yang memadai, penilaian aset yang realistis, dan menetapkan dasar kewenangan pihak pengawasan bank dalam melakukan tindanakan korektif dan dalam membatasi aktifitas bank yang lemah atau tidak sehat. Mengutip komentar Hakim Agung Shientag dalam Litwin v. Allen, bahwa standar kehati – hatian yang lebih tinggi dipersyaratkan kepada pengurus bank dibandingkan dengan pengurus perusahaan lain. 184 Oleh karena itu, pengurus bank harus menjalankan bank secara efisien atau menghadapi risiko kebangkrutan. 185 Karena pengalaman menunjukkan dalam setiap kasus kebangkrutan bank, justru pemilik dan penguruslah yang punya andil besar dalam menghancurkan bank tersebut. 186 183 Ibid, hal 28. 184 Litwin v. Allen, Supreme Court of New York, 1940, 25 N.Y.S.2d 667. Di dalam Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana….Op. Cit, hal 42. 185 Ibid, hal 275. 186 Zulkarnain Sitompul, Problematika...Op. Cit, hal 179. Universitas Sumatera Utara

BAB III BANTUAN KEPADA BANK DALAM MASALAH LIKUIDITAS

A. Pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia BLBI

1. Pengertian BLBI

Istilah BLBI dikenal sejak tanggal 15 Januari 1998 yaitu dalam Letter of Intent LoI yang ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia RI dan IMF. Dalam salah satu butir kesepakatan itu antara lain menyatakan mengenai pentingnya penyediaan bantuan likuiditas liquidity support dari Bank Indonesia dalam rangka membantu kesulitan likuiditas perbankan. Bantuan likuiditas sendiri pada hakikatnya merupakan suatu hal yang lazim dilakukan oleh setiap Bank Sentral di hampir banyak negara. Hal ini terkait dengan konsekuensi peranan BI sebagai lender of the last resort. 187 Secara yuridis formal dalam Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 maupun dalam peraturan perundang – undangan lainnya, tidak pernah ditemukan redaksi kata ”bantuan likuiditas”. Istilah tersebut diterjemahkan dari istilah yang dipergunakan IMF yaitu Bank Indonesia Liquidity Assistance. Walaupun secara formal tidak ada landasan hukumnya, tetapi karena telah ada semacam konsensus atau kesepakatan antara Pemerintah RI – IMF, maka istilah itulah yang digunakan. Terminologi BLBI pada awalnya banyak menimbulkan kerancuan pengertian dan makna, sehingga memberi persepsi yang berbeda – beda. Tetapi, karena BI dan 187 Verry Iskandar, Op. Cit, hal 67. Universitas Sumatera Utara Pemerintah sudah sepakat secara terus – menerus menggunakan istilah tersebut, maka akhirnya secara bertahap istilah itu dapat diterima oleh masyarakat perbankan. Di kalangan masyarakat umum, adakalanya masih terdapat kesalahpahaman mengenai pengertian BLBI. Karena seringkali masyarakat memahami pengertian BLBI identik dengan pengertian Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI 188 . Pandangan tersebut jelas tidak benar. Dalam arti yang luas, BLBI adalah terminologi yang digunakan untuk mengelompokkan seluruh bantuan likuiditas kepada bank, di luar KLBI. BLBI adalah fasilitas BI yang digunakan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran dalam jumlah besar untuk menghindari efek negatif pada sistem perbankan karena ketidakseimbangan mismatch antara penerimaan dan penarikan dana pada bank – bank, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam operasinya, fasilitas yang dapat di masukkan ke dalam kategori ini banyak jenisnya, 188 Secara yuridis ada kerancuan pengertian antara Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI dan BLBI serta Fasilitas Diskonto Fasdis. Pasal 32 angka 3 Undang – Undang No. 13 Tahun 1968 tidak memakai istilah BLBI, tetapi KLBI. Departemen Keuangan dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN memakai istilah BLBI bagi pemberian likuiditas bagi bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Istilah lain yang dipakai dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30 272 Kep Di tanggal 6 Maret 1998, bukan BLBI atau KLBI, melainkan Fasdis yang sebenarnya merupakan salah satu fasilitas BLBI. Ridwan Khairandy, Penyelesaian Utang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 23 No. 3 Tahun 2004, hal 70. Berdasarkan ketentuan Pasal 32 Undang – Undang No. 13 Tahun 1968, KLBI dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, kredit likuiditas yang diberikan BI kepada bank berkaitan dengan fungsi BI sebagai banker’s bank. Kedua, kredit likuiditas yang diberikan BI berkaitan dengan fungsinya sebagai lender of the last resort. Dalam bentuk yang pertama, menurut Pasal 32 angka 3 Undang – undang No. 13 Tahun 1968, BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank dengan cara : 1 menerima penggadaian ulang; 2 menerima sebagai jaminan surat – surat berharga; dan 3 menerima aksep dengan syarat – syarat yang ditentukan BI. Dalam bentuk yang kedua, kredit likuiditas yang diberikan merupakan manifestasi dari fungsi BI sebagai Bank Sentral sebagai upaya terakhir untuk meminjam uang lender of the last resort. Pasal 32 angka 3 Undang – Undang No. 13 Tahun 1968 menyebutkan bahwa BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat. Universitas Sumatera Utara masing – masing disusun untuk membantu bank untuk menyelesaikan masalah likuiditas, sesuai dengan kondisi dan sifat masalah yang dihadapi. 189 Hal ini merupakan implementasi dari Pasal 11 Undang – Undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia dan Pasal 32 angka 3 Undang – Undang No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral dimana BI dalam hal ini berperan sebagai lender of the last resort. BLBI merupakan fasilitas ”non program” yang merupakan tanggapan response atas kesulitan likuiditas bank karena penarikan dana nasabah yang tidak dapat di atasi oleh bank – bank secara individual. 190 Sedangkan KLBI adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai skim kredit likuiditas BI untuk mendukung program Pemerintah yang disalurkan melalui Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat BPR. KLBI terutama disalurkan untuk pengadaan kegiatan – kegiatan yang menyentuh secara langsung kepada usaha kecil dan menengah berpenghasilan rendah, seperti : Kredit Usaha Tani KUT; Kredit Kepemilikan Rumah Sederhana Sangat Sederhana KKRS SS; Kredit Koperasi Primer untuk Anggota KKPA; Kredit Koperasi Kop; Kredit Modal Kerja kepada BPR KMK-BPR; Kredit kepada Pengusaha Kecil dan Mikro KPKM, kredit pengembangan Bank Perkreditan Rakyat 189 Loc. Cit. 190 A. Tony Prasetiantono, et. al, Bantuan Likuditas Bank Indonesia, Suatu Pelajaran yang sangat Mahal bagi Otoritas Moneter dan Perbankan, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2000, hal 12. Universitas Sumatera Utara BPR Syariah dan kredit kepada Badan Urusan Logistik BULOG. 191 Skim tersebut masuk dalam kategori kredit ”program”. 192 KLBI ditujukan membantu pelaksanaan program Pemerintah sebagai agent of development, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial. Dalam menyalurkan KLBI, BI menilai kelayakan Bank Penyalur, sedangkan kelayakan nasabah yang akan dibiayai dengan KLBI, merupakan tanggung jawab Bank Pelaksana. Dalam program KLBI ini juga, mewajibkan bank menyerahkan jaminan berupa akseptasi promes bank serta menandatangani surat penegasan kredit SPK dan akta perjanjian kredit yang lazimnya disebut ”Akta F”. 193 Ada dua unsur pokok perbedaan KLBI dan BLBI, yakni asal inisiatif dan tingkat suku bunga. Apabila KLBI inisiatif sepenuhnya diambil oleh Pemerintah sesuai dengan program yang di prioritaskan seperti kredit pengusaha kecil dan koperasi serta untuk keperluan stabilitas harga, maka di dalam BLBI, pada dasarnya inisiatif diambil oleh bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Selain itu, suku bunga yang dikenakan juga berbeda. Untuk KLBI diberikan subsidi, sedangkan untuk BLBI dikenakan suku bunga ”penalti” di atas suku bunga pasar dari 150 sampai dengan 500 dari Jakarta Inter Bank Offered Rate – JIBOR. 194 191 J. Soedrajad Djiwandono, Mengelola Bank Indonesia dalam Masa Krisis Jakarta : Pustaka LP3ES, 2001, hal 241. 192 A. Tony Prasetiantono, Loc. Cit. 193 Kusumaningtuti. SS, Op. Cit, hal 96. 194 A. Tony Prasetiantono, Loc. Cit. Universitas Sumatera Utara

2. Jenis dan Dasar Hukum BLBI