43 industri; 10 aktivitas organisasi siswa. Rumusan kompetensi yang
disampaikan Garret ini jika dilihat secara umum terdiri atas kompetensi pedagogik, sosial, bidang studi keahlian, dan manajerial.
Berdasarkan berbagai rumusan tentang kompetensi guru di atas, pada
dasarnya rumusan tersebut dapat diklasifikasikan dalam lima aspek utama. Kelima aspek tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi bidang studi keahlian,
kompetensi manajerial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik berhubungan dengan kemampuan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, kompetensi bidang studi keahlian menyangkut kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran, kompetensi manajerial
merupakan kemampuan yang berkaitan dengan kepemimpinan dan pengelolaan lembaga sekolah, kompetensi kepribadian menyangkut karakteristik pribadi yang
perlu dimiliki seorang guru, sedangkan kompetensi sosial berkaitan dengan peran dan posisi guru sebagai bagian dari masyarakat yang memerlukan kemampuan
komunikasi dan kerjasama yang baik. Lima aspek kompetensi tersebut merupakan kompetensi ideal yang harus dikuasai oleh seorang guru kejuruan dalam
melaksanakan tugasnya.
2. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum
a. Hakikat Kurikulum
1 Pengertian Kurikulum
Para pakar pendidikan memiliki pandangan dan penafsiran yang berbeda mengenai pengertian kurikulum. Oemar Hamalik 2009a
44 menjelaskan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan tinjauan
dalam menafsirkan kurikulum, yaitu antara pandangan lama dan pandangan baru. Pandangan lama merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah. Salah satu tokoh yang mendefinisikan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran ini
adalah Hutchins Wina Sanjaya, 2008: 4 yang menyatakan: “The
curriculum should include grammar, reading, theoritic and logic, and mathematic, and addition at the secondary level introduce the great books
of the western world”. Hutchins dalam uraiannya tersebut secara tegas menyatakan isi yang harus termuat dalam kurikulum misalnya tata bahasa,
membaca, teoritis dan logika, dan matematika, serta penambahan lain pada tingkat menengah dengan memperkenalkan buku-buku dari dunia barat.
Jika dilihat dalam kebijakan di Indonesia, menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menjelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum dalam pandangan modern tidak lagi dianggap sebagai mata pelajaran, tetapi dianggap sebagai pengalaman belajar siswa. Salah
satu tokoh yang menganggap kurikulum sebagai sebuah pengalaman adalah Romine. Romine dalam Oemar Hamalik, 2009b: 4 merumuskan bahwa
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether
in the classroom or not”. Menurut Romine dalam pernyataan tersebut,
45 kurikulum ditafsirkan sebagai semua program, kegiatan, dan pengalaman
yang dimiliki siswa di bawah arahan sekolah, baik di dalam kelas maupun tidak.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pandangan baru mengenai kurikulum muncul salah satu penyebabnya adalah karena pesatnya perkembangan
IPTEK yang membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk pergeseran fungsi dan tanggungjawab sekolah. Sekolah tidak
hanya dituntut untuk membekali siswanya dengan ilmu pengetahuan, tetapi juga perlu untuk mengembangkan minat dan bakat, membentuk moral dan
kepribadian, dan menguasai berbagai keterampilan untuk dapat bekerja. Tuntutan-tuntutan baru terhadap sekolah inilah yang menyebabkan
pergeseran makna kurikulum. Dalam perkembangannya, muncul lagi sebuah konsep bahwa
kurikulum merupakan suatu program atau rencana untuk belajar Oliva, 1992; Finch Crunkilton, 1999; Wina Sanjaya, 2008. Oliva 1992: 20
mendefinisikan kurukulum sebagai “...a plan or program for the learning
experiences that the learner encounters under the direction of the school.” Pendapat Oliva tersebut menjelaskan bahwa kurikulum adalah sebuah
rencana atau program untuk pengalaman belajar yang akan dialami siswa di bawah arahan sekolah. Hal senada diungkapkan Finch Crunkilton 1999:
11 dengan menyatakan bahwa “...curriculum may be defined as the sum of
the learning activities and experiences that a student has under the auspices or direction of the school”. Pandangan dari Finch Crunkilton tersebut
46 menjelaskan bahwa kurikulum didefinisikan sebagai sejumlah aktivitas
belajar dan pengalaman yang siswa lakukan di bawah naungan atau arahan dari sekolah.
Pendapat yang serupa dengan konsep kurikulum dalam pandangan modern tetapi lebih komprehensif disampaikan oleh Print 1993, Null
2011, dan Doğanay 2012. Print 1993: 9 menyatakan bahwa
“Curriculum is defined as all the planned learning opportunities offered to learner by the educational institution and the experiences learners
encounter when the curriculum is implemented”. Kurikulum didefinisikan sebagai semua kesempatan belajar yang terencana dan ditawarkan kepada
pelajar oleh lembaga pendidikan dan pengalaman yang akan peserta didik hadapi ketika kurikulum diimplementasikan. Lebih jauh lagi dijelaskan
bahwa kurikulum meliputi: a pengalaman belajar yang terencana planned learning experiences;b ditawarkan dalam institusiprogram pendidikan
offered within an educational institutionprogram;c dipresentasikan sebagai dokumen represented as a document; d termasuk pengalaman
yang dihasilkan dari pelaksanaan dokumen includes experiences resulting from implementing that document.
Doğanay 2012 menjelaskan bahwa kurikulum mencakup semua jenis kegiatan yang dilakukan baik di dalam dan luar sekolah yang
merupakan tanggung jawab sekolah sesuai arah tujuan sekolah. Dalam prakteknya, kurikulum terdiri dari sejumlah rencana, dalam bentuk tertulis
dan dari berbagai ruang lingkup, yang menggambarkan pengalaman belajar
47 yang diinginkan. Null 2011 lebih spesifik menyebutkan bahwa kurikulum
menyangkut apa yang harus diajarkan dengan menggabungkan pikiran, tindakan, dan tujuan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa kurikulum setidaknya mencakup dua hal penting, yaitu perencanaan
pembelajaran dan implementasinya menjadi pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Berangkat dari pemahaman dan
uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang mencakup tujuan pembelajaran, isi materi
pembelajaran, pengalaman belajar yang dilakukan siswa, strategi yang digunakan, evaluasi pembelajaran, dan implementasi dari perencanaan yang
telah dibuat ke dalam pembelajaran. Dalam hal in i, pendapat dari Doğanay
2012 bahwa kurikulum mencakup semua jenis kegiatan yang dilakukan baik di dalam dan luar sekolah yang merupakan tanggung jawab sekolah
sesuai arah tujuan sekolah merupakan pandangan yang komprehensif dan sesuai dengan penelitian ini. Dalam konteks ini, sekolah dipahami secara
luas sebagai lembaga pendidikan secara umum termasuk di dalamnya adalah pendidikan tinggi.
2 Peran Kurikulum
Oemar Hamalik 2009a menyebutkan bahwa setidaknya ada tiga peranan kurikulum yaitu:
48 a Peran Konservatif
Berkenaan dengan peran konservatif ini, Romine dalam Oemar Hamalik, 2009a: 12 menyatakan bahwa:
In sense the conservative role provides what may be called ‘social cement’. It contributes to like-mindedness and provides for
behavior which is consistent with values already accepted. It deals with what is sometimes known
as the core of ‘relative universals’. Romine dalam Oemar Hamalik, 2009a: 12
Pendapat Romine mengisyaratkan bahwa peran konservatif berkenaan dengan nilai sosial yang telah ada dan berlaku di masyarakat.
Dalam hal ini, sekolah sebagai lembaga sosial dapat membina tingkah laku siswa sesuai dengan nilai sosial yang ada dalam masyarakat.
Sementara itu, menurut Wina Sanjaya 2008 peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan
masa lalu. Di tengah arus globalisasi seperti ini, peran konservatif kurikulum sangat diperlukan. Melalui peran konservatifnya, kurikulum
dapat menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai luhur masyarakat, sehingga keajegan dan identitas masyarakat akan tetap
terpelihara dengan baik. b Peran Kritis atau Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan berkembang, sehingga tidak setiap nilai dan budaya lama harus tetap dipertahankan jika tidak sesuai
dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Namun demikian, nilai dan budaya baru pun juga tidak secara langsung diterima dan diadaptasi
semua, jika tidak sesuai dengan nilai dan budaya lama yang masih
49 relevan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Di sinilah
kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang harus tetap dipertahankan atau diperbaiki, serta nilai dan budaya baru
mana yang perlu dimiliki oleh peserta didik. c Peran kreatif
Kurikulum berperan dalam melakukan berbagai kegiatan kreatif dan konstruktif, yaitu menciptakan, mengembangkan, dan menyusun
hal baru yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat. Kurikulum harus mampu menjawab setiap tantangan yang muncul
dalam era perkembangan yang sangat cepat seperti sekarang ini. Tiga peran kurikulum terebut hendaknya dapat berjalan dengan harmonis,
sehingga dapat memenuhi tuntutan kebutuhan peserta didik dalam menghadapi kebudayaan masa depan.
3 Fungsi Kurikulum
McNeil dalam Wina Sanjaya, 2008 menyebutkan bahwa jika dilihat dari cakupan dan tujuannya, isi kurikulum memiliki empat fungsi yaitu: a
fungsi pendidikan umum, yaitu fungsi kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang
bertanggungjawab sebagai warga negara yang baik; b fungsi suplementasi, yaitu kurikulum sebagai alat pendidikan hendaknya dapat memberikan
pelayanan kepada setiap siswa sesuai dengan perbedaan kemampuan, minat, dan bakatnya; c fungsi eksplorasi, yaitu kurikulum harus dapat
menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing siswa,
50 sehingga setiap siswa dapat belajar sesuai dengan minat dan bakatnya tanpa
paksaan; dan d fungsi keahlian, yaitu kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan keahliannya yang
didasarkan atas minat dan bakat siswa, sehingga kurikulum harus menyediakan pilihan berbagai bidang keahlian.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa kurikulum memiliki fungsi bagi setiap orang atau lembaga, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sehingga kurikulum menurut Wina Sanjaya 2008 mempunyai fungsi terhadap guru, siswa, kepala sekolah, pengawas, orang
tua, dan masyarakat yaitu: a bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses pembelajaran sehingga akan
mengarahkan guru dan siswa mencapai tujuan; b bagi kepala sekolah, kurikulum berfungsi untuk menyusun perencanaan dan program sekolah,
misalnya kalender sekolah, pengajuan sarana dan prasarana, dan kegiatan lainnya seperti ekstrakulikuler, dan sebagainya; c bagi pengawas,
kurikulum berfungsi sebagai panduan dalam melaksanakan supervisi; d bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan
bantuan baik bagi penyelenggaraan program sekolah maupun membantu siswa di rumah dalam memenuhi program sekolah; dan e bagi siswa,
kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar. Berkenaan dengan fungsi kurikulum bagi peserta didik, Inglish
Oemar Hamalik 2009a menyebutkan bahwa kurikulum mempunyai enam fungsi yaitu: a fungsi penyesuaian, yaitu kurikulum harus dapat mengantar
51 siswanya agar mampu menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat; b
fungsi integrasi, yaitu kurikulum harus dapat mengembangkan pribadi siswa secara utuh, menyangkut kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor; c
fungsi diferensiasi, yaitu kurikulum harus dapat melayani setiap siswa dengan segala keunikannya; d fungsi persiapan, yaitu kurikulum harus
dapat memberikan pengalaman belajar bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun untuk kehidupan
bermasyarakat; e fungsi pemilihan, yaitu kurikulum harus dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan bakat
dan minatnya; f fungsi diagnostik, yaitu kurikulum harus dapat mengenal berbagai kelemahan dan kekuatan siswa. Fungsi-fungsi kurikulum yang
telah dijelaskan tersebut hendaknya dilaksanakan secara menyeluruh, sehingga dapat memberi pengaruh positif dan optimal pada perkembangan
siswa.
4 Kurikulum dan Pengajaran
Kurikulum dan pengajaran merupakan dua hal yang tidak terpisahkan namun memiliki posisi yang berbeda. Oliva 1992: 9 menyatakan bahwa:
...curriculum as that which is taught and instruction as the means used to teach that which is taught. Even more simply, curriculum can be
conceived as the “what” and instruction as the “how”. We may think of the curriculum as a program, a plan, content, and learning
experiences, where as we may think of characterize instruction as methods, the teaching act, implementation and presentation. Oliva,
1992: 9 Pendapat Oliva tersebut menyatakan bahwa kurikulum adalah apa
yang diajarkan, dan pengajaran adalah cara yang digunakan untuk
52 mengajarkan sesuatu. Secara sederhana, kurikulum dapat dipahami sebagai
apa dan pengajaran sebagai bagaimana. Kita mungkin berpikir kurikulum sebagai program, rencana, isi, dan pengalaman belajar,
sedangkan pengajaran dicirikan sebagai metode, tindakan mengajar, implementasi dan presentasi. Secara lebih singkat dan jelas, Oliva 1992:
20 menyebutkan bahwa “curriculum is program and instruction is
method”. Pandangan Oliva ini menjelaskan bahwa kurikulum berkaitan dengan apa yang harus diajarkan, sedangkan pengajaran mengacu kepada
bagaimana cara mengajarkannya.
5 Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Dalam pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kurikulum memiliki dua sisi penting yaitu kurikulum sebagai dokumen, dan kurikulum
sebagai implementasi. Wina Sanjaya 2008 menjelaskan bahwa sebagai sebuah dokumen kurikulum menjadi pedoman bagi guru, dan sebagai
implementasi kurikulum merupakan realisasi dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, guru merupakan faktor kunci dalam
implementasi kurikulum. Dalam proses pengembangan kurikulum, peran guru menurut Print
Wina Sanjaya, 2008 adalah sebagai: a implementers, yaitu guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada; b adapters, yaitu yaitu
guru tidak hanya sekedar mengaplikasikan, tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah;
c developers, yaitu guru memiliki kewenangan dalam mendesain sebuah
53 kurikulum. Guru dapat menentukan tujuan, isi pelajaran, strategi apa yang
harus dikembangkan, dan bagaimana mengukur keberhasilannya; d researchers, yaitu guru melaksaknakan perannya sebagai bagian dari tugas
profesional guru yang memiliki tanggungjawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Berdasarkan penjelasan tersebut, ternyata seorang
guru tidak sebatas hanya sekedar pelaksana kurikulum tetapi juga mempunyai peran penting untuk mendesain dan mengembangkan
kurikulum.
b. Model Pengembangan Kurikulum