53 kurikulum. Guru dapat menentukan tujuan, isi pelajaran, strategi apa yang
harus dikembangkan, dan bagaimana mengukur keberhasilannya; d researchers, yaitu guru melaksaknakan perannya sebagai bagian dari tugas
profesional guru yang memiliki tanggungjawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Berdasarkan penjelasan tersebut, ternyata seorang
guru tidak sebatas hanya sekedar pelaksana kurikulum tetapi juga mempunyai peran penting untuk mendesain dan mengembangkan
kurikulum.
b. Model Pengembangan Kurikulum
Banyak model dalam pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh
para ahli. Beberapa model tersebut antara lain disampaikan sebagai berikut. 1
Model Taba
Model Taba Oliva, 1992 menitikberatkan pada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan
penyempurnaan. Langkah-langkah yang dikembangkan Taba ini adalah sebagai berikut:
a Menghasilkan unit percobaan pilot unit: 1 diagnosis of needs, dimulai dengan menentukan kebutuhan siswa melalui diagnosis
perbedaan siswa, kelemahan siswa, dan latar belakang siswa; 2 formulation of objectives, yaitu merumuskan tujuan; 3 selection of
content, disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan validitas dan kebermaknaan bagi siswa; 4
organization of content, yaitu mengurutkan susunan isi kurikulum; 5
54 selection of learning experiences; 6 organization of learning
activities, yaitu guru menentukan bagaimana mengemas pengalaman belajar yang telah ditentukan dalam paket-paket kegiatan; 7
determination of what to evaluate and of the ways and means of doing it, yaitu pemilihan teknik untuk mengevaluasi prestasi siswa; dan 8
checking for balance and sequence, dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
b Mengujicoba unit eksperimen untuk memperoleh data yang digunakan sebagai dasar menentukan validitas dan kelayakan
penggunaannya. c Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan
data yang diperoleh dalam uji coba. d Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.
e Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji melalui penataran, lokakarya, dan sebagainya.
2 Model Tyler
Model Tyler Wina Sanjaya, 2008 ini secara khusus berpusat pada bagaimana merancang suatu kurikulum yang sesuai dengan tujuan dan misi
institusi pendidikan. Terdapat empat hal yang menurut Tyler merupakan hal yang fundamental dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
a Menentukan tujuan Tujuan merupakan arah atau sasaran pendidikan yang akan
menentukan ke mana anak didik akan dibawa dan kemampuan apa
55 yang harus dimiliki peserta didik, yang akan bermuara pada tujuan
yang akan dicapai. Sumber perumusan tujuan ini dapat berasal dari siswa, studi kehidupan masa kini, disiplin ilmu, filosofis, dan
psikologi belajar. b Menentukan pengalaman belajar
Pengalaman belajar menunjuk pada aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran. Tyler
Wina Sanjaya,
2008: 84
mengungkapkan bahwa: The term “Learning Experience” is not the same as the content
with which a course deals nor activities performed by the teacher. The
term “learning experience” refers to the interaction between the learner and the external conditions in
the environment to which he can react. Learning takes places through the active behavior of the student, it is what he does
that he learns not what the teacher does. Tyler dalam Wina Sanjaya, 2008: 84
Pendapat Tyler tersebut menjelaskan bahwa istilah “pengalaman belajar” tidak sama dengan isi dari pelajaran atau
kegiatan yang dilakukan oleh guru. Istilah “pengalaman belajar” mengacu pada interaksi antara peserta didik dan kondisi eksternal di
lingkungan di mana ia bereaksi. Belajar terletak pada perilaku aktif siswa, yaitu apa yang ia lakukan, bukan apa yang guru lakukan.
c Mengorganisasi pengalaman belajar Mengorganisasikan pengalaman belajar dilakukan dalam
bentuk unit mata pelajaran maupun dalam bentuk program. Terdapat tiga prinsip menurut Tyler Wina Sanjaya, 2008 dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar yaitu kontinuitas, urutan isi,
56 dan integrasi. Prinsip kontinuitas terbagi menjadi dua yaitu yang
bersifat vertikal dan yang bersifat horizontal. Bersifat vertikal maksudnya pengalaman belajar yang diberikan harus memiliki
kesinambungan yang diperlukan untuk pengembangan pengalaman belajar selanjutnya. Sedangkan sifatnya yang horizontal adalah bahwa
suatu pengalaman yang diberikan pada siswa harus memiliki fungsi dan bermanfaat untuk memperoleh pengalaman belajar dalam bidang
yang lain. d Evaluasi
Kegiatan evaluasi berfungsi untuk mendapatkan informasi tentang ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ada dua aspek
yang perlu diperhatikan yaitu yang pertama adalah evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan perilaku peserta didik sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Yang kedua, adalah evaluasi sebaiknya dilakukan dengan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu
kurun waktu tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
3 Model Oliva
Pengembangan kurikulum menurut Oliva 1992 di atas terdiri dari 12 komponen yang saling berkaitan, yang pokok-pokoknya yaitu: a
menetapkan dasar filsafat yang digunakan dan pandangan tentang hakikat belajar dengan mempertimbangkan hasil analisis kebutuhan umum siswa
dan kebutuhan masyarakat; b menganalisis kebutuhan masyarakat tempat
57 sekolah itu berada, kebutuhan khusus siswa dan urgensi dari disiplin ilmu
yang harus diajarkan; c merumuskan tujuan umum kurikulum yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum pada langkah
sebelumnya; d merumuskan tujuan khusus kurikulum yang merupakan penjabaran dari tujuan umum kurikulum; e mengorganisasikan rancangan
implementasi kurikulum; f menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran; g merumuskan tujuan khusus
pembelajaran h menetapkan dan menyeleksi strategi pembelajaran yang dimungkinkan dapat mencapai tujuan pembelajaran; i menyeleksi dan
menyempurnakan teknik
penilaian yang
akan digunakan;
j mengimplementasikan
strategi pembelajaran;
k mengevaluasi
pembelajaran; l mengevaluasi kurikulum.
Gambar 1. A Model for Curriculum Development Oliva, 1992: 172
58
4 Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Menurut Pandangan Finch Crunkilton
Pengembangan kurikulum di Pendidikan Teknologi dan Kejuruan menurut konsep yang dikemukakan oleh Finch Crunkilton 1999 dapat
dilihat dalam visualisasi berikut ini.
Gambar 2. Curriculum Development in Vocational and Technical Education Finch Crunkilton, 1999: 23
Menurut Finch Crunkilton tersebut, pengembangan kurikulum di Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dilakukan dalam tiga tahapan. Tahap
pertama ialah perencanaan kurikulum. Kegiatan dalam perencanaan kurikulum adalah menentukan proses pembuatan keputusan, menilai dan
mengumpulkan data yang terkait dengan sekolah, dan menilai dan mengumpulkan data yang terkait dengan masyarakat. Tahap kedua adalah
penentuan isi kurikulum. Dalam tahap ini, dilakukan dengan menggunakan strategi untuk menentukan isi, membuat keputusan tentang isi kurikulum,
dan mengembangkan tujuan umum dan khusus kurikulum. Tahap ketiga ialah implementasi kurikulum yang dilakukan dengan mengidentifikasi dan
memilih bahan ajar, mengembangkan bahan ajar, memilih strategi penyampaian pembelajaran, dan mengevaluasi kurikulum.
59
5 Pendekatan DACUM
DACUM Developing A Curriculum seperti yang disampaikan dalam Finch Crunkilton 1999 pada awalnya dikembangkan oleh para ahli
kurikulum di Canada. Pendekatan DACUM pada awalnya merupakan proyek bersama antara Departemen Tenaga Kerja dan Imigrasi dengan
General Learning Corporation di Canada, tetapi kemudian diseminasinya dilaksanakan di banyak lembaga pendidikan kejuruan. Bahkan, penggunaan
DACUM saat ini telah diperluas ruang lingkupnya mencakup pelatihan dan pengembangan program.
Pendekatan DACUM merupakan sebuah metode analisis tugas yang maju dengan melibatkan para ahli dalam suatu bidang pekerjaan Rauner,
2008; Norton Moser, 2008. Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa DACUM telah diperluas penggunaannya untuk menyiapkan seseorang dalam
pendidikan, bisnis, industri, dan pemerintah. Hasil dari proses DACUM ini adalah sebuah daftar yang mendefinisikan duties dan task yang
menggambarkan sebuah pekerjaan tertentu, yang mempunyai kualitas tinggi. Keunikan dari proses identifikasi isi dengan pendekatan DACUM ini
ialah urutan dan intensitas partisipasi peserta yang harus ditargetkan sedemikian rupa sehingga yang dihasilkan selama proses tersebut bukan
terbatas hanya pada inventarisasi skill atau pengetahuan spesifik yang akan menjadi kerangka isi kurikulum, tetapi juga akan sampai pada tingkat
kemahiran atau kompetensi sesuai dengan apa yang diperlukan dalam situasi kerja yang nyata.
60 Norton Moser 2008 menjelaskan bahwa DACUM seperti yang
digunakan secara luas saat ini adalah motode yang unik, inovatif, dan sangat efektif untuk menganalisis tugas dalam suatu pekerjaan. DACUM analysis
workshop melibatkan antara 5-12 orang ahli dalam bidang pekerjaan tertentu dengan didampingi fasilitator yang terlatih. Tabel profil yang
dihasilkan selama kurang lebih dua hari kegiatan workshop ini adalah sebuah gambaran rinci tentang tugas yang diemban oleh para peserta dalam
lingkup pekerjaannya. Selain menganalisis tugas yang spesifik, daftar pengetahuan atau keterampilan, sikap, alat, dan bahan, juga dilakukan
identifikasi mengenai tren pekerjaan di masa depan. DACUM didasarkan pada tiga dasar pemikiran Norton Moser,
2008 yaitu: a pekerja yang ahli dalam bidangnya dapat mendeskripsikan dan menentukan pekerjaannya secara lebih akurat daripada orang lain; b
cara yang paling efektif untuk mendefinisikan sebuah pekerjaan adalah dengan mendeskripsikan secara tepat mengenai tugas-tugas yang dilakukan
oleh orang yang bekerja dalam bidangnya; dan c agar semua tugas dilakukan
dengan benar,
maka menuntut
penggunaan pengetahuanketerampilan tertentu, peralatan, dan perilaku pekerja yang
positif. Keuntungan dari proses perencanaan isi kurikulum pendidikan
teknologi dan kejuruan menggunakan pendekatan DACUM menurut Norton Moser 2008 ini ialah: a adanya interaksi dalam grup yang saling
berkontribusi untuk bertukar ide; b brainstorming yang kuat untuk
61 mengidentifikasi semua tugas; c sinergi kelompok, dengan didampingi
oleh fasilitator, anggota diskusi akan termotivasi dan saling menguatkan satu sama lain untuk menghasilkan produk analisis yang berkualitas; d
konsensus kelompok, para anggota dengan didampingi fasilitator akan menilai setiap sumbangan ide dan menyaringnya sampai diperoleh
kesepakatan; e berorientasi ke depan, anggota akan berorientasi pada tren pekerjaan masa depan; f keterlibatan para pekerja dan pebelajar sehingga
akan mendukung peningkatan hasil analisis; g hasil yang komprehensif; h kualitas yang unggul; i biaya pengembangan yang relatif murah.
Berdasarkan uraian pendapat mengenai berbagai model atau pendekatan untuk pengembangan kurikulum, pendekatan DACUM ini
dipandang sesuai untuk diadaptasi dan digunakan dalam pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan yang berorientasi pada competency-based
curriculum. Salah satu pertimbangannya adalah keuntungan mengenai waktu yang relatif singkat dengan hasil yang langsung bisa dipakai. Dengan
melibatkan para guru yang kompeten dan didampingi oleh fasilitator dari dosen yang kompeten, maka diharapkan peluang untuk menghasilkan
kurikulum yang tinggi relevansinya dengan kebutuhan kerja seorang guru akan diperoleh.
3. Pengembangan Kurikulum LPTK dan Kaitannya dengan KKNI