61 mengidentifikasi semua tugas; c sinergi kelompok, dengan didampingi
oleh fasilitator, anggota diskusi akan termotivasi dan saling menguatkan satu sama lain untuk menghasilkan produk analisis yang berkualitas; d
konsensus kelompok, para anggota dengan didampingi fasilitator akan menilai setiap sumbangan ide dan menyaringnya sampai diperoleh
kesepakatan; e berorientasi ke depan, anggota akan berorientasi pada tren pekerjaan masa depan; f keterlibatan para pekerja dan pebelajar sehingga
akan mendukung peningkatan hasil analisis; g hasil yang komprehensif; h kualitas yang unggul; i biaya pengembangan yang relatif murah.
Berdasarkan uraian pendapat mengenai berbagai model atau pendekatan untuk pengembangan kurikulum, pendekatan DACUM ini
dipandang sesuai untuk diadaptasi dan digunakan dalam pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan yang berorientasi pada competency-based
curriculum. Salah satu pertimbangannya adalah keuntungan mengenai waktu yang relatif singkat dengan hasil yang langsung bisa dipakai. Dengan
melibatkan para guru yang kompeten dan didampingi oleh fasilitator dari dosen yang kompeten, maka diharapkan peluang untuk menghasilkan
kurikulum yang tinggi relevansinya dengan kebutuhan kerja seorang guru akan diperoleh.
3. Pengembangan Kurikulum LPTK dan Kaitannya dengan KKNI
Oemar Hamalik 2009b menjelaskan bahwa sistem pendidikan guru merupakan faktor kunci dan memiliki peran yang sangat strategis sebagai bagian
dalam subsistem pendidikan nasional. Faktor guru menjadi salah satu penentu
62 utama keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, penyiapan guru yang berkualitas
merupakan hal yang wajib dilakukan. Kualitas pendidikan guru ditentukan oleh kualitas semua komponen yang ada di dalamnya yaitu siswa calon guru, pendidik,
pembimbing calon guru, kurikulum, strategi pembelajaran, media instruksional, sarana dan prasarana, waktu dan ketersediaan dana, serta masyarakat dan sosial
budaya. Penjelasan Oemar Hamalik 2009b menyebutkan bahwa untuk memperoleh
produk pendidikan guru yang berkualitas, maka dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada tujuan intrinsik dan ekstrinsik yang sesuai. Tujuan intrinsik yaitu
tujuan yang didasarkan pada falsafah Pancasila dan UUD 1945 dan tertuang dalam GBHN yang menyebutkan bahwa pendidikan guru merupakan bagian integral dari
sistem pendidikan nasional. Tujuan ekstrinsik berkenaan dengan tujuan pendidikan yang secara khusus berkenaan dengan apakah pendidikan guru telah relevan dengan
tuntutan kerja di sekolah atau tempat ia bekerja. Dalam hal ini, berarti pendidikan guru harus bisa menghasilkan profil guru yang sesuai dan relevan dengan tuntutan
dan kebutuhan kerja ketika menjadi guru di sekolah. Kurikulum dan berbagai komponen lainnya yang menunjang proses pendidikan guru, semuanya dibina dan
direncanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, sehingga kriteria produk dan kriteria prosesnya dapat sejalan. Oleh karena itu, kurikulum yang digunakan di
LPTK menjadi salah satu faktor kunci penentu keberhasilan pendidikan calon guru. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang, 2003, Bab X Pasal 38 4 menyebutkan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi
63 yang bersangkutan. Pada Pasal 35 ayat 2 mengamanatkan bahwa standar nasional
pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan. Lahirnya
undang-undang ini menjadikan Kepmendiknas 232U2000 dan 045U2002 kedaluwarsa. Kurikulum yang dikembangkan LPTK selain harus mengacu pada
UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, juga harus sesuai dengan PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai pengganti PP Nomor 19
Tahun 2005, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, serta Undang-
undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang di dalamnya memuat kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru.
Lahirnya berbagai produk hukum yang berlaku di Indonesia menuntut LPTK untuk dapat menyesuaikan dan menggunakannya sebagai landasan pengembangan
kurikulum. Pada perkembangan terakhir untuk menghasilkan lulusan pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, telah ditetapkan Peraturan Presiden
RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia KKNI. KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian
pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Pendidikan calon guru yang diselenggarakan LPTK dalam hal ini juga harus
merujuk pada KKNI. Kajian yang disampaikan dalam buku kurikulum pendidikan tinggi Dirjen DIKTI, 2014: 11 menyatakan bahwa:
64 ... KKNI ini memungkinkan hasil pendidikan, khususnya pendidikan tinggi,
dilengkapi dengan perangkat ukur yang memudahkan dalam melakukan penyepadanan dan penyejajaran dengan hasil pendidikan bangsa lain di
dunia. KKNI juga menjadi alat yang dapat menyaring hanya SDM yang berkualifikasi yang dapat masuk dan bekerja ke Indonesia. Fungsi
komprehensif ini menjadikan KKNI berpengaruh pada hampir setiap bidang dan sektor di mana sumber daya manusia dikelola, termasuk di dalamnya
pada sistem pendidikan tinggi, utamanya pada kurikulum pendidikan tinggi. Dirjen DIKTI, 2014: 11
Pedoman pengembangan kurikulum LPTK Supriadi Rustad, 2013
menyebutkan bahwa dalam pengembangan kurikulum LPTK, institusi pendidikan harus melakukan penetapan konsep lulusan yang akan termuat dalam visi dan misi
institusi dan terwujud sebagai profil lulusan. Profil lulusan tersebut harus ditetapkan dengan mengacu pada rumusan mutu lulusan dan relevansi yang akan dicapai
melalui suatu rangkaian proses pendidikan yang bermutu. Penjelasan yang disampaikan Supriadi Rustad 2013 lebih jauh menyatakan
bahwa terdapat dua kata kunci untuk mengaitkan antara kurikulum dengan KKNI, yaitu capaian pembelajaran learning outcomes dan kualifikasi. Pada Pasal 1 2
Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 menjelaskan bahwa yang dimaksud capaian pembelajaran adalah kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan,
sikap, ketrampilan, kompetensi, dan akumulasi pengalaman kerja. Pasal 1 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud kualifikasi adalah penguasaan capaian
pembelajaran yang menyatakan kedudukannya dalam KKNI. Pengemasan capaian pembelajaran ke dalam jenjang kualifikasi KKNI sangat penting untuk
menyandingkan atau menyetarakan kualifikasi dan atau rekognisi antara tingkat pendidikan dan atau tingkat pekerjaan, serta untuk keperluan harmonisasi dan
65 kerjasama saling pengakuan kualifikasi dengan negara lain baik secara bilateral
maupun multilateral. Supriadi Rustad 2013 dalam uraian lebih lanjut menjelaskan bahwa
pengembangan kurikulum yang mengacu pada deskriptor jenjang kualifikasi memerlukan tingkatan pencapaian pembelajaran mulai dari tingkat universitas
university learning outcomes, tingkat program studi program learning outcomes dan capaian pembelajaran perkuliahan course learning outcomes. Terdapat tiga
capaian yang diharapkan dalam deskriptor KKNI pada setiap jenjang, yaitu: 1 keterampilan kognitif dan psikomotorik yang dimiliki peserta didik setelah
menyelesaikan program perkuliahannya; 2 pengetahuan content knowledge yang melandasi keterampilan yang dimiliki agar mampu beradaptasi dengan
perubahan di masa datang; dan 3 kemampuan manajerial bagi keterampilan dan pengetahuan yang dikuasai agar dapat berkembang sesuai dengan tuntutan
profesionalnya. Implementasi KKNI dalam kurikulum LPTK dalam upaya penyiapan guru
profesional dapat dilaksanakan melalui dua pola yaitu: 1 pola terintegrasi antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi, artinya level 6 dan 7 dilaksanakan
secara bersamaan; atau 2 pola berlapis, yaitu pendidikan akademik terlebih dahulu baru dilanjutkan pendidikan profesi, artinya level 6 terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan level 7. Strategi pengembangan kurikulum LPTK selanjutnya mengacu kepada deskripsi generik dalam KKNI yang dikembangkan menjadi deskripsi
spesifik sesuai dengan bidang ilmu dan atau program studi, hingga dapat ditetapkan
66 profil lulusan, yang selanjutnya akan digunakan untuk menetapkan capaian
pembelajaran program studi program learning outcomes. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan calon guru
oleh LPTK harus merujuk dan menyesuaikan dengan KKNI. LPTK harus menetapkan konsep lulusan yang termuat dalam visi dan misi institusi dan terwujud
sebagai profil lulusan. Profil lulusan tersebut didasarkan dari deskripsi generik dalam KKNI yang dikembangkan menjadi deskripsi spesifik sesuai dengan bidang
ilmu dan atau program studi, dan digunakan untuk menetapkan capaian pembelajaran program studi.
4. Relevansi Kurikulum