1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian Bank Dunia tahun 2005 menyebutkan bahwa kekuatan suatu negara dalam era global ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: a inovasi dan
kreativitas sebesar 45, b jaringan kerjasama sebesar 25, c teknologi sebesar 20, dan d sumber daya alam SDA sebesar 10 Wagiran, 2008. Berdasarkan
hal tersebut dapat dipahami bahwa keunggulan SDA tidak berperan banyak tanpa dukungan keunggulan sumber daya manusia SDM untuk berkompetisi dalam era
global. Keberhasilan pembangunan SDM itu sendiri sangat ditentukan oleh keberhasilan pembangunan pendidikan yang berkualitas.
Membangun pendidikan yang berkualitas perlu dilakukan secara komprehensif meliputi berbagai aspek antara lain mulai dari penyediaan guru,
penyediaan sarana dan prasarana fisik, serta kurikulum dan sistem pembelajaran Soeprijanto, 2010. Berdasarkan hasil studi di negara-negara berkembang yang
disampaikan Indra Djati Sidhi Wagiran, 2013a menunjukkan bahwa faktor guru memberi sumbangan yang paling besar dalam pencapaian prestasi belajar siswa
yaitu 36, kemudian secara berturut-turut adalah manajemen 23, waktu belajar 22, dan sarana fisik 19. Peran guru dalam hal ini menunjukkan pengaruh yang
sangat signifikan bagi keberhasilan proses pendidikan. Oleh karena itu, penyediaan guru berkualitas merupakan aspek penting dan perlu menjadi prioritas untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
2 Kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak kelemahan dan kendala
yang dialami mulai dari penyiapan calon guru hingga ketika sudah menjadi guru. Berdasarkan penelitian di beberapa Sekolah Menengah Kejuruan SMK di
Yogyakarta oleh Paryanto 2009 menyebutkan bahwa terdapat beberapa kelemahan guru dalam hal kemampuan mengajar, antara lain yaitu: 1 tidak
bersikap profesional, seperti tidak dimilikinya jiwa kreatif dan inovatif dalam menyampaikan materi pembelajaran, seringnya guru mengulur-ulur waktu
pembelajaran, atau situasional guru yang merasa bingung dan belum siap untuk mengajar; 2 merasa cukup dengan keilmuan yang telah mereka dapat di bangku
kuliah, sehingga program pembelajaran yang dikembangkan bersifat monoton; 3 mengajar tanpa program yang jelas dengan alasan mereka merasa hafal di luar
kepala materi yang akan disampaikan; 4 mengajar tidak sistematis dan jauh dari metode berpikir analitis yang akan berdampak pada menurunnya minat belajar
siswa; 5 dalam mengajar, jarang atau tidak pernah menerapkan metode pembelajaran dari hasil penelitian, karena minimnya motivasi untuk meneliti dari
para guru sehingga metode mengajar yang digunakan tidak variatif. Selain permasalahan tersebut, di sekolah ditemukan fakta bahwa banyak guru
baru kurang siap mengajar praktik di laboratorium atau bengkel dan mereka lebih senang mengajar teori di kelas. Hal ini menunjukkan bahwa guru yang ada masih
mengalami kendala soal profesionalismenya. Data pendidikan nasional Depdiknas 20072008 menyebutkan bahwa di SMK sekitar 23,04 dari guru yang ada
sebenarnya tidak layak menjadi guru profesional Kompas Online 24 Oktober 2009.
3 Penelitian, data, dan uraian yang telah disampaikan dapat menjadi indikasi
masih adanya kendala mutu penyiapan guru. Sementara itu, kecenderungan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan jumlah SMK dibanding sekolah umum
akan berdampak langsung pada upaya pengadaan guru. Implikasi dari kebijakan pemerintah tersebut antara lain diperlukan lebih banyak guru, sarana dan prasarana
praktik, dan pembukaan program studi baru sesuai dengan perkembangan industri di mana para lulusan akan ditempatkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini
adalah bagaimana agar upaya peningkatan penyediaan guru ini dapat diimbangi dengan peningkatan kualitas atau mutu guru.
Upaya penyiapan calon guru yang berkualitas sering dihadapkan pada permasalahan yang berkisar pada sejauhmana mahasiswa dibekali dengan
pengetahuan dan keterampilan yang mencerminkan perkembangan sistem persekolahan terkini misalnya perubahan kurikulum, perubahan bahan ajar,
kemutakhiran alat praktik, dan hal lain yang berkenaan dengan tugas guru. Berbagai isu dan tuntutan yang berkembang akhir-akhir ini tentunya juga akan berdampak
pada perubahan mengenai kemampuan atau kualifikasi guru yang dibutuhkan. Beberapa isu dan perkembangan tersebut di antaranya adalah penerapan kurikulum
2013, Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA atau ASEAN Economic Community AEC yang mulai berlaku pada tahun 2015, serta penyelarasan pendidikan dengan
dunia kerja yang dirumuskan dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia KKNI atau Indonesian Qualification Framework IQF. Permasalahan lain yang
ditemukan di lapangan adalah bahwa kemampuan sosialisasi mahasiswa kurang, terbukti bahwa mahasiswa yang sedang praktik mengajar cenderung perlu
4 basecamp dan sehari-hari berkutat di basecamp sehingga kurang bersosialisasi
dengan guru atau warga sekolah lainnya. Hasil studi yang disampaikan Grollmann Bauer 2008 menyimpulkan
bahwa keterkaitan antara studi dan penelitian bidang akademik dengan situasi mengajar yang sebenarnya masih kurang. Dampak dari hal tersebut adalah
kurangnya kompetensi pedagogis yang relevan untuk bekerja sebagai guru diperoleh selama studi. Dengan kata lain, bahwa relevansi antara pendidikan calon
guru dengan kompetensi yang diperlukan ketika menjadi guru masih kurang. Hal ini dapat dipahami dengan kenyataan terlalu sedikitnya data dan pengetahuan yang
rinci mengenai keadaan sebenarnya guru di lapangan. Penelitian yang dilakukan oleh Nurdjito 2010 menunjukkan bahwa
pencapaian kompetensi mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT UNY sebagai calon guru pemula SMK masih berada pada level cukup baik. Hal ini
tentunya menuntut suatu upaya perbaikan dan peningkatan agar pencapaian kompetensi mahasiswa menjadi lebih baik. Dengan kompetensi yang baik,
diharapkan ketika terjun ke lapangan sebagai seorang guru, mereka berada dalam kondisi yang siap. Selain perlu menguasai kompetensi dalam bidang yang
diajarkannya, mahasiswa juga perlu memiliki keterampilan lain yang berkaitan dengan tugas dan peranan guru di sekolah sehingga ketika menjadi guru tidak akan
kebingungan mengenai deskripsi pekerjaan job description seorang guru SMK. Berkenaan dengan job description seorang guru SMK, memang dalam
kenyataannya belum diadakan suatu studi yang mendalam dengan kriteria tuntutan pekerjaan guru SMK yang jelas. Keadaan ini dapat menjadi indikator yang
5 menunjukkan lemahnya need assessment dalam penyusunan kurikulum pendidikan
guru SMK selama ini, karena belum adanya suatu profil guru SMK yang utuh untuk dijadikan acuan. Hal tersebut sejalan dengan hasil studi yang disampaikan
Grollmann Bauer 2008: 385 yang menyimpulkan sebagai berikut: ...until today there is neither a requirements or competency profile that is
sufficiently well substantiated by theory and is supported on a basis of empirical investigations or a “job description” for vocational teachers, nor
have any comprehensive empirical audits of the current position been carried out with regard to the quality and the effects of the learning processes
initiated by vocational teachers. Grollmann Bauer, 2008: 385
Kesimpulan yang disampaikan tersebut menjelaskan bahwa belum ada profil kompetensi yang baik yang didukung oleh teori dan data empiris khususnya
mengenai job description guru kejuruan. Selain itu, belum ada audit yang komprehensif berdasarkan fakta empiris mengenai kualitas dan efek dari
pembelajaran yang diprakarsai oleh guru kejuruan. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan perumusan profil kompetensi guru yang baik dan didasarkan pada data
empiris sesuai kebutuhan di sekolah. Penjelasan dalam pedoman pengembangan kurikulum Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan LPTK Supriadi Rustad, 2013 menyebutkan bahwa rumusan kompetensi guru dalam UU No 14 Tahun 2005 masih dirasakan bersifat
fragmentaris dan tidak bisa digunakan langsung sebagai landasan penyusunan kurikulum program pendidikan guru. Berangkat dari temuan ini, dalam upaya
standarisasi pengembangan kurikulum LPTK diperlukan reformulasi dan penegasan keutuhan kompetensi guru yang mengandung empat kompetensi yang
disebutkan dalam undang-undang tersebut. Empat kompetensi yang dimaksud yaitu
6 kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi
kepribadian. Berdasarkan uraian tentang arti pentingnya peran dan kedudukan guru dalam
pencapaian keberhasilan pendidikan, adanya berbagai permasalahan dalam pendidikan calon guru, serta keberadaan Jurusan Pendidikan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta JPTM FT UNY sebagai salah satu lembaga yang menyiapkan pendidik atau calon guru SMK bidang teknik
mesin, maka perlu dilakukan sebuah penelitian untuk mengungkap mengenai profil ideal guru SMK khususnya Kompetensi Keahlian Teknik Pemesinan KKTP dan
relevansinya dengan kurikulum Program Studi Pendidikan Teknik Mesin FT UNY Prodi PTM FT UNY. Profil guru SMK-KKTP ini akan memberi gambaran utuh
mengenai berbagai kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru SMK dan harus dipelajari mahasiswa di perguruan tinggi agar kelak menjadi guru SMK yang
profesional. Rumusan profil ideal guru SMK-KKTP ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk pengkajian dan pengembangan kurikulum yang didasarkan pada need
assessment yang mendalam. Relevansi antara profil ideal guru SMK dengan kurikulum LPTK merupakan
hal yang harus terpenuhi dengan baik mengingat kurikulum, dosen, dan proses pembelajaran di perguruan tinggi akan menjadi acuan dan model bagi mahasiswa
calon guru. Oleh karena itu, data dan informasi mengenai relevansi ini sangat penting untuk diketahui dan dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan kurikulum
serta pembelajaran dalam pendidikan calon guru. Pada akhirnya, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk peningkatan mutu pendidikan
7 di JPTM FT UNY khususnya, dan Fakultas Pendidikan Teknologi Kejuruan
FPTK lain pada umumnya berkaitan dengan penyiapan tenaga guru SMK yang berkualitas.
B. Identifikasi Masalah