Tentang Mekanisme Penyerahan Barang.

95 tersebut dibuat, yang dengan demikian akibat hukumnya pasti sesuai dengan tujuan untuk menjamin kepastian pembayaran harga barang.

4. Tentang Mekanisme Penyerahan Barang.

Mengenai mekanisme penyerahan bahan bakar minyak pada prakteknya menyangkut beberapa hal pokok sebagai berikut : 201 1 Lokasi serah terima bahan bakar minyak 2 Proses serah terima bahan bakar minyak, termasuk mekanisme pengukuran volume bahan bakar minyak saat proses pemindahan bahan bakar minyak dari kapal ke floating storage milik pihak pembeli. 3 Mekanisme penyelesaian terhadap perbedaan volume bahan bakar minyak saat sebelum dan sesudah berada di dalam floating storage milik pembeli. 4 Penyerahan dokumen-dokumen yang menyertai bahan bakar minyak yang diserah terimakan yakni meliputi, Certificate of Origin, Manifest Cargo, Packing List, dan Certificate Quality. Terhadap hal-hal pokok sebagai proses timbang terima bahan bakar minyak tersebut di atas, khususnya mengenai lokasi timbang terima bahan bakar minyak, telah disebutkan dengan tegas di dalam perjanjian. Sehingga dengan demikian ketentuan di dalam Pasal 1477 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengenai tempat penyerahan barang dapat dikesampingkan oleh para pihak. 201 Hasil wawancara dengan Imaldi, Direktur Utama PT. Prayasa Indomitra Sarana, pada tanggal 15 – 16 Juni 2012. Universitas Sumatera Utara 96 Pembahasan selanjutnya adalah pada saat proses pemindahan bahan bakar minyak ke tempat penyimpanan milik Pembeli Barang, yang biasanya akan terjadi perbedaan hasil pengukuran mengenai volume bahan bakar minyak yang dipindahkan tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan metode pengukuran yang digunakan. Pada saat proses pemindahan muatan, pihak penjualtransportir akan berpatokan kepada alat flowmeter dan data muatan di dalam bill of loading, dan setelah semua muatan berpindah ke tempat penampungan milik pihak pembeli, kemudian akan dilakukan pemeriksaan ulang dengan mengukur volume bahan bakar minyak dengan menggunakan metode pengukuran “sounding”. 202 Sebagaimana yang telah disepakati di dalam perjanjian, jika terdapat perbedaan hasil pengukuran antara para pihak, maka akan tetap dipergunakan hasil pengukuran dari flowmeter ketimbang hasil “sounding”, mengingat alat ukur resmi dari proses tersebut bukanlah dari proses “sounding” akan tetapi berdasarkan alat ukur yang dipersyaratkan oleh peraturan yang berlaku yakni flowmeter, dan sejauh ini proses “sounding” hanya sebagai data pembanding bagi pihak pembeli dalam proses serah terima barang. 203 202 Adalah menjadi suatu kebiasaan bagi komunitas pelaku bisnis perdagangan bahan bakar minyak dalam melakukan pengukuran volume bahan bakar minyak yang tertampung di suatu tempat, dengan mempergunakan metode pengukuran secara praktis yang lazim disebut sebagai “sounding”. Metode pengukuran ini dilakukan dengan cara mengukur kedalaman bahan bakar minyak yang tertampung di suatu tempat dengan mempergunakan sebilah alat ukur semacam penggaris yang berukuran panjang, dan metode pengukuran ini biasa dipergunakan untuk memeriksa stock bahan bakar minyak maupun sering juga dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan ulang volume bahan bakar minyak setelah proses pemindahan bahan bakar minyak selesai dilakukan sebagaimana diterangkan di atas. Hasil wawancara dengan Imaldi, Direktur Utama PT. Prayasa Indomitra Sarana, pada tanggal 15 – 16 Juni 2012. 203 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Op Cit. hlm. 242 Universitas Sumatera Utara 97 Namun demikian terdapat ketentuan-ketentuan yang tak tertulis dalam kontrak yang dalam pelaksanaannya disandarkan kepada kebiasaan yang berlaku, dan para pihak yang terlibat di dalamnya sangat mahfum dengan hal tersebut dan sekaligus mentaatinya sebagai suatu kelaziman dari suatu proses. Sama halnya ketika para pihak memberikan permakluman terhadap perbedaan hasil pengukuran flowmeter saat barang dipindahkan ke floating storage milik pembeli dengan yang tercatat di konosemen hingga minus 0,5 setengah prosen. Tanpa disepakati secara tertulis pun, para pihak tetap menganggap kehilangan tersebut sebagai natural lost yang biasa terjadi pada proses pengiriman barang. Hal tersebut di atas menggambarkan bahwa terdapat suatu perilaku dan peristiwa yang merupakan kebiasaan dalam komunitas pedagang bahan bakar minyak, yakni suatu kebiasaan yang digambarkan sebagai berikut : 204 Suatu peristiwa yang terjadi berulang-ulang dalam hubungan yang sejenis. Jadi harus ada perilaku yang – dalam peristiwa yang serupa – selalu dilakukan. Peristiwa yang dilakukan berulang-ulang, suatu waktu akan menimbulkan tekanan, yang menimbulkan kesadaran, bahwa kalau kita menghadapi situasi yang seperti itu, demikian itulah seharusnya kita bersikap dan berlaku; Dan terhadap kebiasaan tersebut, hukum memberikan pengakuan sebagai norma yang layak untuk ditaati sebagaimana yang menjadi pemahaman di dalam Pasal 1339 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yakni sebagai berikut : 205 204 Hasil wawancara dengan Imaldi, Direktur Utama PT. Prayasa Indomitra Sarana, pada tanggal 15 – 16 Juni 2012. 205 J. Satrio, Hukum Perjanjian, Op Cit. hlm. 389 Universitas Sumatera Utara 98 Pasal 1339 – jadi Undang-undang – memang menunjuk kebiasaan sebagai faktor pengisi penambah perjanjian. Asal diingat, bahwa kebiasaan baru memainkan peranan kalau kata-kata perjanjian itu sendiri dan Undang-undang tidak mengatur hal tersebut. Hal tersebut berarti bahwa secara hierarchisch kebiasaan berada dibawah Undang-undang, ia bersifat subsidair. Kalau Udang-undang dan kebiasaan tidak mengatur, maka masih ada kemungkinan ada faktor lain yang turut menentukan isi perjanjian, yaitu kepatutan; Maka dengan demikian kebiasaan yang berlaku dalam suatu transaksi atau komunitas tertentu dapat dipergunakan sebagai sandaran norma yang menentukan di dalam suatu perjanjian, dengan pembatasan para pihak yang terikat perjanjian adalah para pihak yang termasuk dalam komunitas dimana kebiasaan tersebut berlaku. 206 Untuk selanjutnya mengenai kewajiban untuk menyerahkan dokumen- dokumen tertentu terkait saat barang tersebut diserahkan sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian. Kewajiban tersebut sebetulnya telah menjadi ketentuan di dalam Pasal 1482 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yang menyatakan : “Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya dan dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat bukti milik jika ada”.

5. Tentang Penanggungan Resiko dan Biaya Pengiriman Barang