Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra Sarana Dengan PT. Buma Niaga Perkasa

(1)

TESIS

Oleh

RADEN DIAN NUGROHO KUSUMA

107011065/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RADEN DIAN NUGROHO KUSUMA

107011065/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : RADEN DIAN NUGROHO KUSUMA

Nomor Pokok : 107011065

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Sanwani Nasution, SH)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Sanwani Nasution, SH Anggota : 1. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

2. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH. MS, CN 4. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : RADEN DIAN NUGROHO KUSUMA

Nim : 107011065

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR MINYAK JENISHIGH SPEED DIESELANTARA PT. PRAYASA INDOMITRA SARANA DENGAN PT. BUMA NIAGA PERKASA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :RADEN DIAN NUGROHO KUSUMA Nim :107011065


(6)

dengan PT. Buma Niaga Perkasa pada dasarnya adalah suatu perwujudan kewenangan hukum para pihak untuk memperniagakan bahan bakar minyak yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Sebagai suatu peristiwa hukum konkrit yang lahir dari andil kebijakan hukum publik, maka perjanjian jual beli bahan bakar minyak akan mendapatkan kajian tentang bagaimana perjanjian jual beli bahan bakar minyak antara kedua belah pihak tersebut dapat memenuhi keabsahan perjanjian, dan kajian tentang pertanggungjawaban para pihak jika terjadi kegagalan pemenuhan kewajiban secara kontraktual, termasuk juga kajian mengenai Azas Keseimbangan di dalam Perjanjian Jual Beli tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data yang dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian dari tesis ini menggambarkan bahwa secara umum perjanjian jual beli bahan bakar minyak tersebut telah memenuhi syarat-syarat keabsahan perjanjian, namun demikian untuk dapat memiliki kecakapan hukum, para pihak juga harus memiliki kewenangan hukum. Kewenangan hukum tersebut diperoleh setelah pihak penjual mendapatkan izin usaha niaga umum seperti yang diatur dalam regulasi niaga umum Migas. Selanjutnya keabsahan perjanjian jual beli juga bergantung pada kesepakatan mengenai barang dan harganya, dan saat terjadi penundaan kesepakatan harga barang sampai dengan terpenuhinya peristiwa tertentu yang diperjanjikan, bukan berarti telah terjadi penundaan lahirnya perjanjian selain tertundanya daya kerja perikatan hukum pada perjanjian tersebut. Pertanggungjawaban kontraktual para pihak bersandar pada dasar kerikatan kontraktual dan norma perjanjian jual beli sebagai perjanjian bernama yang mempertimbangkan unsur essentialia, naturalia dan accidentalia. Pertanggungjawaban kontraktual bermula dari keadaan wanprestasi, yang diberikan dalam bentuk pembayaran biaya-biaya, ganti kerugian dan keuntungan yang diharapkan. Pertanggungjawaban para pihak yang lahir karena izin usaha pihak penjual dicabut, bukan lagi berdasarkan perikatan hukum dalam perjanjian, namun lahir dari

onrechtmatigedaad. Overmacht mengakibatkan gugurnya pertanggungjawaban terhadap pemenuhan prestasi, namun tidak pada pertanggungjawaban terhadap resiko masing-masing pihak. Terkait azas keseimbangan, pada prinsipnya antara keseimbangan

equilibriumdan proporsional, sama-sama memiliki pembenaran dalam porsinya masing-masing. Nilai-nilai keseimbangan equilibrium nampak pada pokok prestasi perjanjian jual beli, namun demikian jika kemudian terdapat norma-norma perjanjian yang nampaknya tak seimbang, maka nilai-nilai dalam keseimbangan proporsional akan mengambil peran untuk menimbang apakah terjadi ketidakseimbangan, atau justru terdapat nilai-nilai keseimbangan yang proporsional.

Kata kunci : Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak, Pertanggungjawaban Kontraktual, Azas Keseimbangan dalam perjanjian.


(7)

and PT. Buma Niaga Perkasa is basically a materialization of legal authority of the parties to trade the fuel of oil authorized through Law No.22/2001 on Oil and Gas. As a concrete legal event originated from the public legal policy, trading agreement of the fuel of oil will be studied to analyze how the oil trading agreement between the two parties can meet the validity of the agreement and the responsibility of the parties involved in case one of them fail to meet their contractual obligations including the study of the principle of balance in the trading agreement.

The data of this descriptive study with normative juridical approach were secondary data obtained through library study. The data obtained were qualitatively analyzed.

The result of this study showed that, in general, the oil trading agreement has met the requirements of agreement validity, but to have its legal capacity, the parties involved must have legal authority. The legal authority is obtained after the seller has got a general commercial business permit as regulated in the oil and gas general commercial regulation. Then, the validity of trading agreement also depends on the agreement between the goods/product and its price, commencing from the delay of goods price agreement to the fulfillment of the event agreed, and it does not mean that the agreement is delayed besides the delay of the power of legal engagement in the agreement. The contractual responsibility of the parties involved is based on contractual bound and the norms of trading agreement as good agreement considering the elements of essentialia, naturalia and accidentalia. Contractual responsibility commences from failing to meet what agreed in the agreement that is realized in the forms of paying the expenditures, compensation and expected profit. The responsibility of the parties involved commences because the business permit of the seller is revoked, not due to legal committment in the agreement but based on onrechtmatigedaad. Overmacht results in a compliance of responsibility to meet the achievement but not to the responsibility to the risk belongs to the individual party. In relation to the equilibrium values, principally both the equilibrium and proportional balances have their own portion of justification. The values of equiblirium balance are seen through the principal achievement of trading agreement, but if an unbalanced norms of agreement appears afterwards, the norms in proportional balance will take over the role to consider whether or not the unbalanced values occur or there are proportional equilibrium values instead.

Keywords: Trading Agreement, Fuel of Oil, Contractual Responsibility, In-Agreement Balance Principle


(8)

dan kesempatan yang telah diberikan oleh-Nya mulai dari awal perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian tesis ini di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini mengambil judul ”PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR

MINYAK JENIS HIGH SPEED DIESEL ANTARA PT. PRAYASA

INDOMITRA SARANA DENGAN PT. BUMA NIAGA PERKASA”.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan berharga yang telah diberikan untuk dapat menyelesaikan studi Strata-II pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas perkenannya dalam memberikan bimbingan, arahan dan pencerahan selama kegiatan perkuliahan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen penguji, atas perkenannya dalam memberikan bimbingan dan


(9)

cara penulisan tesis yang benar.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekertaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen penguji bagi penulis, atas perkenan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan pengajaran selama kegiatan perkuliahan, terkhusus dalam memberikan masukan yang sangat penting untuk penulisan ini, serta informasi dan tata cara penulisan tesis yang benar.

5. Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH, selaku Dosen Pembimbing Utama, atas perkenannya dalam memberikan pengajaran selama kegiatan perkuliahan, khususnya dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulisan tesis ini. 6. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Dosen Pembimbing II, atas

perkenannya dalam memberikan pengajaran selama kegiatan perkuliahan, khususnya dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulisan tesis ini. 7. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing III, atas

perkenannya dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulisan tesis ini. 8. Bapak dan Ibu Guru besar serta segenap Dosen dan staf pengajar Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanpa bisa disebutkan satu per satu namanya, atas jasa-jasanya dalam memberikan ilmu dan bimbingan selama masa perkuliahan.


(10)

perjuangan ini.

10. Untuk anak-anakku yang tersayang, Arya Rabbani Purwakusuma, Panji Pahlevi Purwakusuma dan Isra Al-Aqsa Purwakusuma, terima kasih untuk selalu memberikan inspirasi dan energi yang tak pernah kering.

11. Kepada kedua Ibunda saya yang terkasih, Ibu Uminah dan Ibu Hj. Ramilon yang dengan penuh pengertian dan kesabarannya selalu memberikan dukungan doa dan keikhlasannya.

12. Bapak Terek Adenan, SE, selaku pemilik PT. Putra Kelana Makmur Group, yang atas perkenannya memberikan izin untuk melakukan penelitian di lingkungan PT. Putra Kelana Makmur Group, dan tak lupa saya juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Imaldi, SE selaku Direktur Utama PT. Prayasa Indomitra Sarana, Bapak Ahmad Saebani selaku Direktur Utama PT. Cahaya Perdana Transalam dan Bapak Darmawan, SH, yang telah berkenan menjadi narasumber bagi penelitian tesis ini.

13. Para pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam manajemen administrasi yang diperlukan.

14. Rekan-Rekan Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Angkatan 2010 yang telah berjuang bersama-sama dalam menyelesaikan pendidikan dan pelatihan, semoga sukses untuk kita semua.


(11)

dan informasi hukum atas segala bantuannya.

Sempurna adalah semata hak Allah SWT, dan dengan demikian tesis yang telah diselesaikan ini memang masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi untuk melengkapi dan memperkaya pemikiran di dalam tesis ini.

Akhir kata, atas segala perhatian yang telah diberikan untuk tesis ini Penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga tesis ini memberikan informasi yang tepat dan bijak bagi masyarakat dan mampu memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, meskipun hanya “setitik air di tengah samudra keilmuan”.

.

Medan, Desember 2012 Hormat Penulis,


(12)

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Raden Dian Nugroho Kusuma

Tempat/Tanggal Lahir : Bondowosa, 23 Agustus 1969

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Costarica Residence, Boulevard Nomor 9, Batam Centre, Kepulauan Riau

No. Handphone : +6282167663533

II. KELUARGA

Nama Ayah : Abdul Djalil

Nama Ibu : Uminah

Nama Kakak : Tanti Restuana

Nama Istri : Chairiah Dastri

Nama Anak : Arya Rabbani Purwakusuma

Panji Pahlevi Purwakusuma Isra Al-Aqsa Purwakusuma III. PENDIDIKAN

1976 - 1982 : SDN Pacarkeling VII, Surabaya

1982 - 1985 : SMPN VIII, Surabaya

1985 - 1988 : SMAK YBPK-1, Surabaya

1988 - 1994 : Fakultas Hukum, Universitas Negeri Jember 2010 - 2012 : Program Magister Kenotariatan Fakultas


(13)

2002 : Lokakarya & Pelatihan Management Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Perbaikan Tempat Kerja Secara Efektif, APINDO-NICC, Surabaya.

2005 : Pelatihan Building Management, Coldwell

Banker, Batam

2006 : Pelatihan Service Excellence, GMT Property

ManagementBatam

2008 : Pelatihan Management SDM Berbasis

Kompetensi, Program Pengembangan Eksekutif – PPM Manajemen, Jakarta

V. PENGALAMAN KERJA

1996 - 1998 : Staff Internal Audit, PT. Steady Safe Tbk. Jakarta

1998 - 2001 : Industrial Relation Supervisor, PT. Steady Safe Tbk, Jakarta

2001 - 2004 : HRD and GA Manager, PT. Zebra Nusantara Tbk, Surabaya

2005 - 2006 : Security and General Service Manager, Building Management Mega Mall Batam Centre, Batam

2007 - 2010 : HRD Manager, PT. Putra Kelana Makmur Group, Batam.


(14)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR ISTILAH ASING... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian ... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

G. Metode Penelitian ... 21

BAB II KAJIAN TERHADAP KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR MINYAK ANTARA PT. PRAYASA INDOMITRA SARANA DENGAN PT. BUMA NIAGA PERKASA... 27

A. Kecakapan Bertindak dan Kewenangan Hukum Sebagai Subyek Perjanjian ... 27

1. Syarat Kewenangan Hukum Menurut Regulasi Perniagaan Bahan Bakar Minyak ... 30

2. Prosedur Pemberian Izin Usaha Perniagaan Bahan Bakar Minyak... 31

3. Tujuan Ditetapkannya syarat Kecakapan Bertindak dan Kewenangan Hukum Dalam Perjanjian... 48 4. Pencabutan Izin Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak 55


(15)

2. Tanggal Mulai Berlakunya Perjanjian Sebagai Momentum

Lahirnya Perjanjian... 62

C. Unsur Essentialia Dalam Perjanjian Jual Beli ... 67

1. Pemahaman Syarat Hal Tertentu Dalam Perjanjian ... 68

2. Pemahaman Perjanjian Jual Beli ... 70

3. Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Sebagai Perjanjian Dengan Ketetapan Waktu... 71

4. Penundaan Daya Kerja Perikatan Hukum Pada Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak ... 77

D. Kausa Yang Halal Di Dalam Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak ... 79

1. Perjanjian Tanpa Kausa Dan Kausanya Palsu ... 80

2. Kausa Terlarang Menurut Undang-Undang ... 81

3. Kausa Terlarang Menurut Kesusilaan dan Ketertiban Umum... 83

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PARA PIHAK TERHADAP KEGAGALAN PEMENUHAN KEWAJIBAN SECARA KONTRAKTUAL... 85

A. Dasar Keterikatan Kontraktual Pada Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak ... 85

B. Norma Dalam Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak ... 87

1. Tentang Perbuatan Hukum Jual Beli Bahan Bakar Minyak... 88

2. Masa Berlakunya Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak... 89

3. Tentang Mekanisme Pembayaran Harga Barang ... 93

4. Tentang Mekanisme Penyerahan Barang ... 95

5. Tentang Penanggungan Resiko dan Biaya Pengiriman Barang... 98


(16)

D. Pertanggungjawaban Para Pihak Terhadap Keadaan

Wanprestasi... 113

E. Pertanggungjawaban Para Pihak Terhadap Akibat Hukum Pencabutan Izin Usaha Niaga Umum ... 118

F. Pertanggungjawaban Pihak Penjual Terhadap Cacad-cacad Tersembunyi Pada Barang Yang Dijualnya ... 126

G. Pertanggungjawaban Para Pihak dan KeadaanOvermacht ... 131

1. Tentang PemahamanOvermacht ... 132

2. Akibat HukumOvermacht... 136

3. PemahamanForce Majeure... 138

BAB IV KESEIMBANGAN KONTRAKTUAL DALAM PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR MINYAK... 142

A. Pentingnya Keseimbangan Kontraktual ... 142

B. Keseimbangan Kontraktual Sebagai Suatu Azas Hukum... 143

C. Azas Keseimbangan Dalam Perjanjian... 145

D. KeseimbanganEquilibriumDan Keseimbangan Proporsional 149 E. Prinsip Keadilan dalam Azas Keseimbangan ... 155

F. Azas Keseimbangan Dalam Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak ... 157

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 166

A. Kesimpulan ... 166

B. Saran ... 167


(17)

memberikan perlawanan pengertian antara peristiwa konkrit yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang undang

Aanvullend recht : Norma hukum yang bersifat melengkapi

atau menambahkan

Als een goed huisvader : Bertindak selaku bapak yang baik, ungkapan

yang menggambarkan tentang tindakan untuk memelihara barang titipan dengan sebaik-baiknya layaknya barang kepunyaan sendiri.

Arglist : Tipu daya debitur

Bedrog : Penipuan

Bijzondere ongeschiktheid : Subyek hukum tertentu oleh undang

undang dinyatakan tidak wenang untuk melakukan tindakan hukum tertentu.

Brand image : Citra merk, yakni persepsi dan keyakinan

konsumen terhadap suatu merk tertentu.

Brand awareness : Tingkat kemampuan dan kesadaran dari

konsumen untuk mengingat kembali dan mengenali suatu merk tertentu.

Certificate of origin : Surat keterangan asal, yakni suatu sertifikasi

asal barang dimana dalam sertifikat tersebut disebutkan mengenai pelabuhan / daerah asal barang tersebut diimpor atau didatangkan.


(18)

pemeriksaan laboratorium, yang pemeriksaannya dilakukan oleh badan independent

Dwaling : Kekhilafan / kesesatan

Dwang : Paksaan :

Dwingend recht : Norma hukum yang bersifat memaksa

Differentiated positioning : Strategi dalam memposisikan produk dan

layanan yang dijual di dalam segmentasi pasar dengan mengembangkan jenis dan kekhususan produk dan layanan yang berbeda dengan kompetitor utama.

Equilibrium : Atau sering dipadankan dengan

equality of distribution, yakni keseimbangan yang terdistribusi dengan benar-benar setimbang secara matematis.

Exceptio non adimpleti contractus : Tangkisan pihak debitur yang menyatakan

tidak terpenuhinya prestasi karena sebagai akibat dari tidak ditunaikannya prestasi oleh pihak kreditur.

Fixed Storage : Tempat penyimpanan bahan bakar minyak

berupa tangki yang ditempatkan di atas daratan / dermaga.

Floating Storage : Tempat penyimpanan bahan bakar minyak

berupa tongkang yang disandarkan di dermaga.


(19)

tertentu

Franchisee : Penerima hak waralaba

Head to head positioning : Strategi dalam memposisikan produk dan

layanan yang dijual di dalam segmentasi pasar dengan mengambil posisi yang setara dan berhadap-hadapan secara langsung dengan dengan kompetitor utama.

Intangible : Tak berwujud

Kopgeldcontract : Uang kop surat, yakni suatu janji yang

diberikan oleh kontraktor peserta tender untuk memberikan dukungan kepada peserta tender yang akan dimenangkan, dalam bentuk keikutsertaan dalam tender dengan memasang harga penawaran yang tinggi, dengan mendapatkan imbalan berupa uang kop surat (karena setiap penawaran dalam tender selalu menggunakan kop surat resmi dari peserta tender)

Letter of intent : Nota kesepakatan antara International

Monetary Fund dengan negara peminjam

yang menetapkan syarat-syarat tertentu bagi negara peminjam, berupa sasaran anggaran berimbang, pengadaan uang dan inflasi, kebijakan nilai tukar uang, keseimbangan


(20)

informasi mengenai barang yang diangkut, yakni tentang jumlah/volume, jenis komoditi dan tujuan pengiriman.

Meeting of mind : Persesuaian kehendak para pihak

Mini tanker : Kapal tanker berukuran kecil dengan

daya muat bahan bakar minyak antara 2000 s/d 3000 kilo liter.

Mean of platts Singopare : Publikasi harga minyak oleh Platts

(selain Platts terdapat juga APPI, Argus, FEOP dan lain-lain) untuk kawasan Singapura, yang isinya mengenai publikasi hasil assesment (nilai tengah dari harga tertinggi dan terendah) harga minyak berdasarkan aktivitas perdagangan harian para pelaku pasarminyak.

Misbruik van de omstandigheden : Suatu bentuk cacat kehendak dalam

proses persesuaian kehendak dalam kesepakatan perjanjian, dalam wujud penyalahgunaan keadaan dari salah

satu pihak oleh pihak lainnya untuk mengkondisikan seolah-olah telah tercapai sebuah persesuaian kehendak dalam kesepakatan perjanjian.

Ontbinding : Pemutusan / pembatalan perjanjian


(21)

pembeli barang, nomor packing list dan tanggal, jumlah barang, nama barang, nama kapal pengangkut, dan tanggal keberangkatan kapal.

Rechtsverwerking : Pelepasan hak

Tangible : Berwujud

Toesteming : Persetujuan

Voorzienbaarheid : Akibat yang dapat diduga / dibayangkan


(22)

dengan PT. Buma Niaga Perkasa pada dasarnya adalah suatu perwujudan kewenangan hukum para pihak untuk memperniagakan bahan bakar minyak yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Sebagai suatu peristiwa hukum konkrit yang lahir dari andil kebijakan hukum publik, maka perjanjian jual beli bahan bakar minyak akan mendapatkan kajian tentang bagaimana perjanjian jual beli bahan bakar minyak antara kedua belah pihak tersebut dapat memenuhi keabsahan perjanjian, dan kajian tentang pertanggungjawaban para pihak jika terjadi kegagalan pemenuhan kewajiban secara kontraktual, termasuk juga kajian mengenai Azas Keseimbangan di dalam Perjanjian Jual Beli tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau bahan data sekunder. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis dan analisis data yang dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian dari tesis ini menggambarkan bahwa secara umum perjanjian jual beli bahan bakar minyak tersebut telah memenuhi syarat-syarat keabsahan perjanjian, namun demikian untuk dapat memiliki kecakapan hukum, para pihak juga harus memiliki kewenangan hukum. Kewenangan hukum tersebut diperoleh setelah pihak penjual mendapatkan izin usaha niaga umum seperti yang diatur dalam regulasi niaga umum Migas. Selanjutnya keabsahan perjanjian jual beli juga bergantung pada kesepakatan mengenai barang dan harganya, dan saat terjadi penundaan kesepakatan harga barang sampai dengan terpenuhinya peristiwa tertentu yang diperjanjikan, bukan berarti telah terjadi penundaan lahirnya perjanjian selain tertundanya daya kerja perikatan hukum pada perjanjian tersebut. Pertanggungjawaban kontraktual para pihak bersandar pada dasar kerikatan kontraktual dan norma perjanjian jual beli sebagai perjanjian bernama yang mempertimbangkan unsur essentialia, naturalia dan accidentalia. Pertanggungjawaban kontraktual bermula dari keadaan wanprestasi, yang diberikan dalam bentuk pembayaran biaya-biaya, ganti kerugian dan keuntungan yang diharapkan. Pertanggungjawaban para pihak yang lahir karena izin usaha pihak penjual dicabut, bukan lagi berdasarkan perikatan hukum dalam perjanjian, namun lahir dari

onrechtmatigedaad. Overmacht mengakibatkan gugurnya pertanggungjawaban terhadap pemenuhan prestasi, namun tidak pada pertanggungjawaban terhadap resiko masing-masing pihak. Terkait azas keseimbangan, pada prinsipnya antara keseimbangan

equilibriumdan proporsional, sama-sama memiliki pembenaran dalam porsinya masing-masing. Nilai-nilai keseimbangan equilibrium nampak pada pokok prestasi perjanjian jual beli, namun demikian jika kemudian terdapat norma-norma perjanjian yang nampaknya tak seimbang, maka nilai-nilai dalam keseimbangan proporsional akan mengambil peran untuk menimbang apakah terjadi ketidakseimbangan, atau justru terdapat nilai-nilai keseimbangan yang proporsional.

Kata kunci : Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak, Pertanggungjawaban Kontraktual, Azas Keseimbangan dalam perjanjian.


(23)

and PT. Buma Niaga Perkasa is basically a materialization of legal authority of the parties to trade the fuel of oil authorized through Law No.22/2001 on Oil and Gas. As a concrete legal event originated from the public legal policy, trading agreement of the fuel of oil will be studied to analyze how the oil trading agreement between the two parties can meet the validity of the agreement and the responsibility of the parties involved in case one of them fail to meet their contractual obligations including the study of the principle of balance in the trading agreement.

The data of this descriptive study with normative juridical approach were secondary data obtained through library study. The data obtained were qualitatively analyzed.

The result of this study showed that, in general, the oil trading agreement has met the requirements of agreement validity, but to have its legal capacity, the parties involved must have legal authority. The legal authority is obtained after the seller has got a general commercial business permit as regulated in the oil and gas general commercial regulation. Then, the validity of trading agreement also depends on the agreement between the goods/product and its price, commencing from the delay of goods price agreement to the fulfillment of the event agreed, and it does not mean that the agreement is delayed besides the delay of the power of legal engagement in the agreement. The contractual responsibility of the parties involved is based on contractual bound and the norms of trading agreement as good agreement considering the elements of essentialia, naturalia and accidentalia. Contractual responsibility commences from failing to meet what agreed in the agreement that is realized in the forms of paying the expenditures, compensation and expected profit. The responsibility of the parties involved commences because the business permit of the seller is revoked, not due to legal committment in the agreement but based on onrechtmatigedaad. Overmacht results in a compliance of responsibility to meet the achievement but not to the responsibility to the risk belongs to the individual party. In relation to the equilibrium values, principally both the equilibrium and proportional balances have their own portion of justification. The values of equiblirium balance are seen through the principal achievement of trading agreement, but if an unbalanced norms of agreement appears afterwards, the norms in proportional balance will take over the role to consider whether or not the unbalanced values occur or there are proportional equilibrium values instead.

Keywords: Trading Agreement, Fuel of Oil, Contractual Responsibility, In-Agreement Balance Principle


(24)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Kegiatan bisnis dan perdagangan sebagai salah satu pilar dari perekonomian suatu negara, pada prinsipnya adalah merupakan suatu proses yang secara mendasar ditandai dengan adanya transaksi perdagangan barang dan jasa antar pihak, proses mana adalah merupakan suatu aktivitas yang menggambarkan proses bernegosiasi dan bersepakat mengenai sesuatu hal yang menjadi obyek transaksi tersebut, khususnya dalam hal ini adalah terjadinya proses jual beli terhadap suatu obyek yang menjadi kesepakatan dalam bentuk perjanjian jual beli.

Keberadaan obyek perjanjian jual beli semakin menjadi penting ketika menyangkut obyek yang berupa komoditi minyak bumi. Hal ini mengingat ketergantungan dunia terhadap kesinambungan ketersediaan minyak bumi hingga sampai saat ini tidak tergantikan, yang mana kondisi yang demikian tersebut secara umum juga terjadi di Indonesia. Begitu penting dan strategisnya komoditi minyak bumi tersebut, hingga kemudian negara Republik Indonesia secara tersurat dan tersirat memberikan proteksi yang kuat terhadap pengelolaan dan pemanfaatannya melalui Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945.

Sebagai perwujudan dari amanah yang diberikan oleh Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 tersebut di atas, pemerintah Indonesia kemudian memberlakukan Undang Undang Nomor 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan dan Undang


(25)

Undang nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, serta Undang Undang nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, yang kemudian pada tahun 2001 penerjemahan amanah Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 tersebut harus dirangkai ulang melalui pemberlakuan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.1

Undang-undang tentang migas yang baru ini memiliki beberapa perbedaan mendasar dengan regulasi yang berlaku sebelumnya, dan yang terpenting terkait dengan materi penelitian tesis ini adalah dengan berlakunya undang undang yang baru ini kegiatan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan perniagaan atas komoditi minyak dan gas bumi dapat pula dilaksanakan oleh koperasi, usaha kecil dan badan usaha swasta.2

Pada saat masyarakat pelaku bisnis mulai diberikan keleluasaan untuk memperniagakan komoditi yang sebelumnya dilarang oleh undang undang, maka

1

Dana Moneter Internasional memiliki program penyelamatan krisis ekonomi yang bersifat baku dan mengikat bagi negara yang menerima bantuannya. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia menandatanganiletter of intentyang isinya berkaitan dengan sektor riil, yakni masalah privatisasi, restrukturisasi perbankan dan liberalisasi ekonomi, – Lihat I. Wibowo, Negara Centeng : Negara dan Saudagar di Era Globalisasi, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2010) hlm. 113 – yang secara konkrit harus dilaksanakan dalam beberapa program yang diantaranya adalah pembaharuan peraturan hukum sektor migas; restrukturisasi Pertamina; menjamin ketentuan fiskal dan peraturan tentang eksplorasi dan produksi tetap kompetitif dengan standard internasional; serta mengijinkan harga domestik produk migas bersaing dengan harga internasional. – Lihat Rincian Langkah dan Jadwal Reformasi RI – IMF, (http://www.seasite.niu.edu, 24 Januari 2012) – Alhasil tekanan-tekanan tersebut di atas melahirkan perubahan yang mendasar pada regulasi mengenai pengelolaan eksploitasi dan eksplorasi minyak bumi dan gas, negara pada akhirnya memang harus mengubah pandangan dalam menafsirkan amanah Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945, yakni dalam bentuk diberlakukannya Undang Undang nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.

2


(26)

tentunya terdapat hal-hal yang menarik untuk dikaji yakni bagaimana ketika suatu hukum positif di ranah hukum publik melahirkan subyek hukum baru di bidang hukum privat terkhusus hukum perjanjian, sehingga akan menjadi lebih lengkap jika kajian tersebut ditindak lanjuti dengan suatu penelitian yang mengambil judul. “Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra Sarana dengan PT. Buma Niaga Perkasa”.

Sebagaimana diketahui, transaksi bisnis sangatlah identik dengan kontrak, sebab bisnis saat sekarang, dalam bidang apapun hampir tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan suatu kontrak,3 yang mana kontrak tersebut pada hakikatnya memiliki makna yang sama dengan perjanjian seperti yang disampaikan oleh Agus Yudha Hernoko yakni :

Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) menggunakan istilah

overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas

dapat disimak dari judul Buku III title Kedua Tentang “Perikatan-perikatan yang Lahir dari Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa aslinya (bahasa Belanda), yaitu : “Verbintenissen die uit contract of overeenkomst geboren worden”.4

Selaras dengan hal tersebut di atas, maka dengan demikian transaksi bisnis yang dilakukan para pelaku bisnis perniagaan bahan bakar minyak selalu akan bersandar pada perjanjian yang disepakati, yang dalam hal ini perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal,5 dan terhadap

3Munir Fuadi,Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek : Buku Keempat, (Bandung : Penerbit

PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 2.

4Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,

(Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 13.


(27)

perjanjian ini kemudian melahirkan suatu perikatan di antara kedua belah pihak yang membuat perjanjian, perikatan mana ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat atau untuk tidak berbuat sesuatu.6

Terkait dengan materi penelitian ini, maka dengan demikian bentuk prestasi yang penting untuk dicermati adalah prestasi untuk memberikan sesuatu, yakni suatu prestasi yang terlahir dari perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan,7 yang di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata terhadap perjanjian ini diberikantitlesebagai Perjanjian Jual Beli.

Terdapat satu hal penting dari perjanjian jual beli bahan bakar minyak tersebut di atas yang patut mendapat perhatian, yakni para pihak yang melakukan transaksi, khususnya dari sisi keberadaan pihak penjual. Pada dasarnya para pihak yang membuat suatu perjanjian secara hukum selalu terikat untuk dapat membuktikan atau dibuktikan bahwa mereka adalah subyek hukum yang cakap dan wenang menurut hukum.

Cakap dalam artian memiliki kecakapan bertindak ini mempunyai makna kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum.8 Namun demikian untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, khususnya terkait dengan pembahasan dalam tesis ini, cakap menurut hukum belumlah cukup untuk secara sempurna suatu

6Lihat Pasal 1234 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 7Pasal 1457 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

8Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Penerbit Sinar Grafika,


(28)

subyek hukum melakukan perjanjian jual beli bahan bakar minyak. Diperlukan suatu keadaan tertentu berikutnya yang wajib dipenuhi ketika subyek hukum yang dimaksud akan melakukan perbuatan hukum memperjual belikan komoditi minyak bumi tersebut di atas.

Keadaan tertentu berikutnya yang wajib dipenuhi adalah suatu keadaan subyek hukum yang memiliki kewenangan menurut hukum, sebagaimana dapat digambarkan sebagai berikut :

“Kecakapan bertindak” menunjuk kepada kewenangan yang umum, kewenangan umum untuk menutup perjanjian – lebih luas lagi, untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya – sedang “kewenangan bertindak” menunjuk kepada yang khusus, kewenangan untuk bertindak dalam peristiwa yang khusus. Ketidakwenangan hanya menghalang-halangi untuk melakukan tindakan hukum tertentu.9

Gambaran tersebut secara jelas menyatakan bahwa para pihak bisa saja dinyatakan sebagai pihak yang cakap menurut hukum akan tetapi untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, seperti salah satunya adalah membuat Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak membutuhkan kewenangan tertentu yang secara khusus akan diberikan oleh undang undang, dan bagaimana kewenangan tersebut dapat diperoleh pihak penjual adalah salah satu bagian dari obyek penelitian ini.

Selain dari hal tersebut di atas, terdapat beberapa persoalan yang juga perlu mendapatkan perhatian, yakni yang pertama mengenai kesepakatan para pihak yang mendasari terwujudnya perjanjian tersebut di atas. Secara mendasar tercapainya kesepakatan tersebut ditandai dengan adanya persesuaian kehendak antara kedua

9J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian : Buku II, (Bandung :


(29)

belah pihak yang membuat perjanjian, dan secara proses timbulnya persesuaian kehendak tersebut adalah sebagaimana yang diterangkan oleh J. Satrio yakni :

Untuk tercapainya kesepakatan, maka tentu harus ada satu pihak yang menawarkan-ada penawaran (aanbond)-dan ada yang menerima penawaran tersebut-akseptasi. Diterimanya/diakseptirnya penawaran-kalau dipenuhi juga syarat-syarat yang lain-menimbulkan perjanjian. Dengan demikian, maka yang namanya “kesepakatan” sebenarnya terdiri dari penawaran dan akseptasi (akseptasi penawaran tersebut).10

Kesepakatan yang menjadi syarat dari lahirnya perjanjian yang sah selalu harus melalui proses bertimbal balik yakni, menawarkan dan mengakseptasi tawaran tersebut. Sejalan dengan prinsip tersebut, di dalam perjanjian jual beli juga sangat bernuansa “konsensualisme” ketika mencermati bunyi pasal 1458 Kitab Undang Undang hukum Perdata yakni, “Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.11

Terkait dengan hal tersebut di atas, sangatlah mempunyai dasar yang kuat ketika kemudian Subekti lebih jauh menyatakan bahwa :

Jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah (“mengikat atau mempunyai kekuatan hukum) pada detik tercapainya sepakat antara penjual dan pembeli mengenai unsur-unsur yang pokok (essentialia) yaitu barang dan harga.12

Maka dengan demikian dalam konteks perjanjian jual beli, kesepakatan tersebut dapat dinyatakan sempurna ketika kedua belah pihak secara tegas

10 J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hlm.

163.

11Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 8. 12______,Hukum Perdjanjian,Op Cit, hlm. 89.


(30)

memberikan penawaran dan akseptasi secara bertimbal balik tentang harga dan barang yang dimaksud, harga dan barang mana adalah merupakan unsur pokok yang bersifat essensil, yang berarti unsur pokok tersebut selalu harus ada dalam suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tak mungkin ada.13

Adalah sesuatu hal yang mustahil jika suatu perjanjian dibangun dari sebuah ketidaksepahaman ataupun ketidaksepakatan, kecuali perjanjian itu lahir dari suatu keadaan dwaling, dwang ataupun bedrog. Selain dari hal tersebut perjanjian adalah sebuah perbuatan hukum dua pihak, oleh karenanya dapat disebut sebagai duorum vel plurium in idem placitum consensus, atau dengan kalimat yang lain, perjanjian hanya dapat timbul dengan kerja sama dari dua orang atau lebih atau perjanjian dibangun oleh perbuatan dari beberapa orang,14 yang kemudian pada proses berikutnya, kesepakatan tersebut mempunyai peran sentral dalam menentukan kapan saatnya sebuah perjanjian lahir ataupun menilai apakah terhadap suatu peristiwa tertentu telah lahir sebuah perjanjian.

Kesepakatan adalah syarat yang bersifat subyektif di dalam perjanjian selain syarat subyektif tentang Kecakapan Para Pihak sebagaimana telah diulas sebelumnya, dan berikutnya adalah menyangkut hal-hal yang bersifat obyektif dari syarat-syarat yang harus mampu dipenuhi ketika pihak-pihak tertentu akan membuat perjanjian. Pemenuhan syarat-syarat keabsahan perjanjian tersebut diperlukan agar para pihak

13J. Satrio, Hukum Perjanjian,Op Cit.hlm. 57

14Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang


(31)

dapat secara sah melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi mereka atau pihak ketiga terkait dengan perjanjian yang dibuatnya tersebut.15

Syarat obyektif yang pertama adalah apa yang lazim disebut sebagai “suatu hal tertentu” yang jika dimaknai sebagai “apa yang diperjanjikan harus cukup jelas”, maka syarat ini adalah suatu hal yang sangat penting untuk menetapkan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan.16 Sehingga dengan demikian adalah hal yang sangat logis ketika undang undang mensyaratkan agar prestasi yang menjadi obyek perjanjian adalah suatu hal tertentu, karena jika tidak disyaratkan demikian, maka bagaimana akan dapat ditentukan apakah seseorang telah memenuhi prestasinya atau belum.17 Syarat obyektif yang kedua yang terhadapnya keabsahan perjanjian di sandarkan adalah suatu sebab yang halal. Di dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata tidak secara terang menjelaskan perihal syarat ini selain yang dijelaskan di dalam Pasal 1320 yang tak lain memuat tentang syarat-syarat sahnya perjanjian itu sendiri. Namun demikian secara doktrin Kitab Udang Undang Hukum Perdata mengadopsi syarat kausa dari Code Civil Perancis yang bersumber dari pandangan Domat dan Ponthier.18 Menurut pandangan mereka kausa suatu perikatan adalah sebagaimana yang didefinisikan sebagai berikut :19

Daya / alasan yang menggerakkan debitur untuk mau menerima perikatan, yang dipakai sebagai dasar keterikatan debitur. Tetapi yang diterima sebagai

15J. Satrio, Hukum Perjanjian,Op Cit.hlm. 125 16Subekti, Hukum Perdjandjian, Op. Cit, hlm. 20. 17J. Satrio, Hukum Perjanjian,Op Cit.hlm. 294 18Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hlm. 193 19J. Satrio, Hukum Perjanjian,Op Cit.hlm. 294


(32)

kausa bukan semua daya / alasan penggerak yang menyebabkan debitur mau mengikatkan diri, tetapi hanya daya penggerak yang langsung saja.

Apa yang dipaparkan tersebut di atas dapat lebih diperjelas oleh suatu peristiwa hukum jual beli suatu barang, yang menurut Subekti maksud dari sebab atau kausa suatu perjanjian jual beli tersebut adalah isi dari pada perjanjian itu sendiri yakni : pihak satu menghendaki hak milik sesuatu barang, pihak yang lain menghendaki uang dari harga penjualan barang tersebut.20 Terkait dengan peristiwa tersebut, untuk selanjutnya Subekti lebih memperjelas lagi dengan menerangkan sebagai berikut :21

Dengan demikian, maka kalau seseorang membeli pisau di toko dengan maksud untuk membunuh orang dengan pisau tadi, jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa yang halal, seperti jual beli barang-barang lain. Lain halnya, apabila soal membunuh itu dimaksudkan dalam perjanjian, misalnya : si penjual hanya bersedia menjual pisaunya, kalau si pembeli membunuh orang. Isi perjanjian sekarang menjadi sesuatu hal yang terlarang.

Hal-hal pokok dan mendasar tersebut di atas menjadi suatu hal yang prinsip untuk menjadi bahan kajian terhadap perjanjian jual beli bahan bakar minyak yang menjadi obyek penelitian tesis ini. Meskipun dalam kajiannya tersebut tidak dibatasi pada substansi perjanjian saja, namun demikian juga terhadap pelaksanaan perjanjian hingga nilai-nilai keseimbangan di dalam perjanjian yang dapat memberikan pengaruh terhadap keseimbangan hak dan kewajiban para pihak yang tertuang di dalam perjanjian, yakni apakah di dalamnya telah tercapai keseimbanganequilibrium

20Subekti, Hukum Perdjandjian, Op. Cit, hlm. 21. 21Ibid.


(33)

atau telah sampai pada tahapan keseimbangan proporsional yang mengandung proses dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban yang berlangsung secara fair.22

B. Perumusan Masalah.

Dari paparan latar belakang masalah tersebut di atas, pada akhirnya dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak JenisHigh Speed Diesel

Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa dapat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian ?.

2. Bagaimana pertanggung jawaban para pihak jika terjadi kegagalan pemenuhan kewajiban secara kontraktual ?

3. Apakah telah tercapai Azas Keseimbangan di dalam Perjanjian Jual Beli tersebut ?.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan tersebut di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimana Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis

High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga

Perkasa dapat memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian.

b. Untuk mengetahui bagaimana pertanggung jawaban para pihak dalam perjanjian jual beli bahan bakar minyak tersebut di atas ketika terjadi kegagalan pemenuhan kewajiban secara kontraktual.


(34)

c. Untuk mengukur tingkatan dan kualitas azas keseimbangan yang terkandung di dalam Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel

Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa. D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis, yakni seperti uraian sebagai berikut :

a. Secara teoritis, penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum dan dapat menambah pengetahuan mengenai Perjanjian Jual Beli dalam perniagaan domestik bahan bakar minyak.

b. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bahan kajian keilmuan di dalam khazanah ilmu hukum, serta dapat menjadi bahan masukan bagi para pelaku bisnis di bidang perniagaan secara umum maupun secara khusus untuk komoditi bahan bakar minyak, dalam melakukan proses negosiasi pra-kontraktual hingga penyusunan perjanjian jual belinya. E. Keaslian Penelitian.

Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, didapatkan kesimpulan bahwa belum pernah dilakukan penelitian dan penulisan ilmiah yang mengambil judul : “Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Jenis High Speed Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa”.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat diyakini bahwa belum pernah ada penelitian dengan judul : “Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak JenisHigh Speed


(35)

Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa”. Namun demikian apabila terdapat materi penelitian yang serupa dengan materi penelitian tesis ini, maka penelitian tesis ini adalah tetap bagian dari rangkaian penelitian yang terkait dengan Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak, yang juga sebagai upaya untuk memperkaya khazanah keilmuan di bidang hukum.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori Di dalam kajian tesis ini tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai kerangka teori yang memiliki peran sebagai landasan berfikir dan alat untuk melakukan analisis terhadap isu persoalan hukum yang diangkat di dalam tesisi ini, dengan tujuan untuk memberikan ilustrasi dan penjelasan terhadap suatu permasalahan tersebut. “Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori variable bersangkutan memang dapat mempengaruhi variable tak bebas atau merupakan salah satu penyebab”.23

Menurut W.L. Neuman, yang pendapatnya dikutip oleh Otje Salman dan Anton F. Susanto, menyebutkan bahwa :

“teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang beriterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja”.24

23J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2003),

hlm 192-193.

24HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Penerbit Refika


(36)

Otje Salman dan Anton F. Susanto pada kelanjutannya memberikan kesimpulan mengenai pengertian teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yakni sebagaimana berikut :

“teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum”25 Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan kerangka teori itu digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yang pertama adalah Teori Sociological Jurisprudence.

Pada dasarnya Teori ini dipergunakan untuk memberikan jawaban atas kepentingan-kepentingan yang tidak seimbang di dalam kelompok masyarakat. Ada yang terlampau dominan, dan ada pula yang terpinggirkan, dan untuk menciptakan dunia yang beradab, ketimpangan-ketimpangan structural itu perlu ditata ulang dalam pola keseimbangan yang proporsional.26

Di dalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan, dan menjamin pemuasan kebutuhan-kebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang minimal.27

25 Ibid, hlm. 23

26Bernard L. Tanya dkk,Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,

(Yogyakarta: Penerbit Genta Publisihing, 2010), hlm. 155.


(37)

Menurut Roscoe Pound, kepentingan-kepentingan yang dimaksudkan tersebut adalah terdiri dari tiga kelompok kepentingan, yaitu kepentingan umum (negara), sosial, dan kepentingan pribadi.28

Hukum mempunyai beberapa tugas dan fungsi, yang salah satunya adalah sebagai regulasi penyeimbang, bahkan ketika dirasakan institusi negara dipandang terlalu dominan maka hukum akan menjadi dominan untuk mereduksinya hingga sampai pada titik keseimbangan kepentingan yang menjadi tujuan hukum tersebut diciptakan.

Teori keseimbangan kepentingan ini atau lazim dikenal sebagai Teori

Sociological Jurisprudence, mampu memberikan penjelasan ketika Undang

Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menggantikan Undang-Undang nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dan Undang Undang nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dan apabila dicermati pemberlakuan undang undang tentang migas yang baru tersebut dilatarbelakangi oleh keyakinan tentang adanya dominasi negara terhadap pengelolaan sumber daya alam khususnya minyak dan gas bumi yang harus lebih diseimbangkan, seperti yang menjadi keyakinan di dalam pandangan Roscoe Pound tersebut di atas.

Sebagaimana yang tercermin di dalam Letter of Intent yang menjadi kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan IMF, sebuah tatanan masyarakat yang baru diyakini sebagai pilihan yang tepat bagi rakyat Indonesia saat itu (dengan segala problematikanya), yang berisikan harapan tentang keadaan masa depan gemilang


(38)

umat manusia : “Dengan pasar bebas umat manusia akan memasuki gerbang pintu keemasan yang membahagiakan”.29

Tatanan masyarakat baru tersebut di atas adalah apa menjadi tujuan hukum tersebut diciptakan, dan hal ini sejalan dengan apa yang menjadi focus utama dari konsep social engineering, yakni interest balancing, dan tujuan akhir dari hukum yang diterapkan dan mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju.30

Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tersebut diberlakukan, Pemerintah Indonesia (bersama-sama IMF) bertujuan untuk melakukan perubahan tatanan masyarakat yang lebih baik, sebagaimana keyakinan Pound bahwa hukum tidak lagi dilihat sekedar sebagai tatanan penjaga status quo, tetapi juga diyakini sebagai sistem pengaturan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu secara terencana.31

Teori yang kedua yang dipergunakan adalah Teori Kepastian Hukum, Teori Keadilan dan Teori Kemanfaatan Hukum. Radbruch mengatakan bahwa hukum itu harus memenuhi berbagai karya disebut sebagai nilai dasar dari hukum. Nilai dasar hukum tersebut adalah : keadilan, kegunaan dan kepastian hukum, namun demikian meskipun ketiganya tersebut merupakan nilai dasar dari hukum, namun diantara nilai-nilai tersebut terdapat suatu spannungsverhaltnis, yakni suatu ketegangan satu sama lainnya.32

29I.Wibowo, Op. Cit. hlm. 51.

30Bernard L. Tanya dkk,Op. Cit. hlm. 161 31Ibid. hlm. 162


(39)

Di dalam pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang undang berlaku sebagai undang undang bagi yang membuatnya, secara terang memberikan pemahaman bahwa pada prinsipnya perjanjian yang disepakati merupakan hukum bagi yang membuatnya dan kepada hukum itulah mereka tunduk dan mematuhinya, dan sebagai bagian dari suatu system hukum, maka dengan demikian perjanjian tersebut haruslah memenuhi nilai-nilai dasar hukum tersebut di atas

Setiap perjanjian yang dibuat dan sepakati, di dalamnya pasti memuat berbagai kepentingan dari pihak-pihak yang membuatnya, yang sudah barang tentu terhadap kepentingan-kepentingan tersebut berposisi saling bertentangan satu dengan yang lainnya, dan untuk dapat membuatnya setimbang maka dibuatlah kesepakatan yang berisikan hak-hak dan kewajiban secara bertimbal balik, dengan demikian kesetimbangan yang sempurna tersebut merupakan nilai keadilan bagi kedua belah pihak.

Keadilan di dalam perjanjian menjadi unsur yang sangat penting dan mutlak harus ada ketika Radburch menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas untuk mengemban nilai keadilan bagi kehidupan konkret manusia, dengan demikian keadilan sebagai suatu nilai memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif. Normatif berarti keadilan sebagai landasan moral hukum sekaligus sebagai parameter bagi hukum positif, konstitutif bermakna keadilan harus menjadi unsur yang mutlak bagi hukum.33

Keadilan sendiri oleh Aristoteles dimaknai sebagai berbuat kebajikan atau kebajikan yang utama yang berkonsisten terhadap asumsi “untuk hal-hal yang sama


(40)

diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional”34. Keadilan model ini lebih merujuk kepada keadilan distributive yakni suatu model keadilan yang identik dengan keadilan atas dasar kesamaan proporsional35, namun demikian ketika keadilan merambah pada proses penegakan hukum maka konsep keadilan tersebut mulai bergeser pada model korektif

(remedial), yakni bagaimana ketika hukum memberikan koreksi koreksi terhadap

kesetimbangan yang terganggu, yang mana bentuk keadilan yang seperti ini pada prinsipnya menjadi ukuran bagi asas-asas tehnikal yang mengatur hal pengadministrasian atas proses penerapan aturan hukum36.

Pada saat perjanjian (sebagai hukum) disepakati dan dijalankan, pada intinya diharapkan terdapat sebuah kemanfaatan di dalamnya, khususnya bagi para pihak sebagaimana perjanjian tersebut dikonstruksikan. Apabila merujuk pada pemahaman kemanfaatan sebagai nilai dasar hukum adalah sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh hukum itu sendiri, maka dengan demikian di dalam perjanjian haruslah memiliki kemanfaatan atau finalitas yang dapat dikonstruksikan sebagaimana berikut :

Setiap perjanjian mempunyai tujuannya sendiri yang khas, dan tiap perjanjian sebenarnya adalah upaya melaksanakan akibat tertentu dari perjanjian yang mereka sepakati bersama, di dalam mana terletak tujuan bersama atau kausa perjanjian.37

Nilai dasar hukum yang ketiga adalah apa yang disebut dengan kepastian hukum. Perjanjian sebagai sebuah norma hukum, sebenarnya adalah sumber

34Agus Yudha Hernoko,Op. Cit.hlm. 48 35Bernard L. Tanya dkk,Op. Cit.hlm. 45

36 Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum Dari

Zaman Yunani Kuno Sampai Abad Ke-20, (Bandung : Penerbit Nuansa,2010), hlm. 36-37


(41)

kepastian tentang hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang membuatnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nieuwenhuis bahwa :

“Mekanisme kontrak menciptakan jaringan relasi kepercayaan

(vertrouwensrelaties) yang memiliki pengaruh stabilisasi hubungan antar

manusia tidak jauh berbeda dibandingkan dengan perundang-undangan”,.38 Maka cukup tepat bila dinyatakan bahwa, dalam hal perjanjian terbentuk, maka dapat dituntut (di muka hukum) pemenuhan dan akibat hukum dari perjanjian tersebut, dan oleh karenanya dalam konteks penegakan hukum, para penegak hukum tidak saja melekatkan sanksi hukum yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang undangan, tetapi juga berkenaan dengan pemenuhan perjanjian tersebut.39

Terkait dengan hal tersebut, dalam tataran penerapan kepastian hukum, terdapat beberapa faktor yang menurut Jan Michiel Otto memberikan pengaruh terhadap timmbulnya ketidaksesuaian aturan hukum dengan pelaksanaannya, yang dapat mempengaruhi tingkat kepastian hukum yang nyata, yakni sebagai berikut :40

a. Aturan-aturan hukum itu sendiri;

b. Instalasi-instalasi yang membentuk dan menerapkan hukum, dan;

c. Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu politik, ekonomi dan sosial budaya. Lebih utuh lagi menurut Radburch, untuk dapat diterapkannya keadilan membutuhkan suatu keadaan finalitas atau kemanfaatan, dan untuk dapat memastikan keadilan dan keadaan kemanfaatan tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan suatu kepastian, dan jika ketiga hal ini dikembalikan kepada pemahaman hukum sebagai

38Herlien Budiono,Op. Cit. hlm. 209 – 210. 39Ibid, hlm. 209


(42)

gagasan kultural, maka pada prinsipnya hukum memang terdiri dari tiga aspek, yakni keadilan (= menunjuk kesamaan hak dan kewajiban di depan hukum), kemanfaatan (=menunjuk kepada tujuan keadilan, yakni memajukan kebaikan dalam kehidupan manusia), dan aspek kepastian (= menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang di dalamnya berisi keadilan dan norma kemanfaatan benar-benar berfungsi sebagai hukum yang ditaati).41

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.42

Selanjutnya, Sumaryadi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep, yang mana sebuah konsep berkaitan dengan definisi operasional. “Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional”.43

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta-fakta tersebut.

41Bernard L. Tanya dkk,Op. Cit.hlm. 130

42 Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta : Penerbit LP3ES, 1999),

hlm.34.

43 Sumandi Suryasubrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta : Penerbit PT Raja Grafindo


(43)

Definisi operasional perlu disusun, untuk memberikan pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian definisi operasional atas beberapa

variable yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan

perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegassan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisis masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.44

Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya pengertian dan pemahaman yang bias tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka sangatlah penting utnuk dikemukakan konsepsi dalam bentuk definisi operasional sebagai berikut :

a. Yang dimaksudkan dengan Perjanjian Jual Beli disini adalah persetujuan saling mengikat antar penjual dan pembeli, penjual sebagai pihak yang menyerahkan barang, dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang telah dibelinya.45 atau sebagaimana yang telah diuraikan pada halaman 6 dan 7 dalam proposal tesis ini.

b. Bahan Bakar Minyak JenisHigh Speed Diesel, adalah merupakan obyek dari penjanjian jual beli tersebut di atas, yakni bahan bakar minyak solar yang memiliki angka performacetane number 45, yang umumnya digunakan untuk

44Ibid, hlm. 5


(44)

mesin diesel yang umum menggunakan system injection pump danelectronic injection.46

c. PT. Prayasa Indomitra Sarana dan PT. Buma Niaga Perkasa, adalah para pihak yang bersepakat dan membuat perjanjian jual beli di atas, dalam kedudukannya secara berturut-turut sebagai penjual dan pembeli. Pada dasarnya PT. Prayasa Indomitra Sarana adalah Badan Usaha Swasta yang mendapatkan ijin dari pihak yang berwenang untuk melakukan perniagaan umum bahan bakar minyak, yang dalam aktivitasnya adalah termasuk melakukan pembelian bahan bakar minyak melalui jalur impor yang kemudian menyimpannya sebagai stock persediaan sebelum kemudian diperjual belikan. Di dalam penelitian ini, khusus hanya untuk menelaah perbuatan hukum PT. Prayasa Indomitra ketika memasarkan bahan bakar minyak tersebut kepada konsumen di dalam negeri, yang salah satunya melalui perjanjian jual beli bahan bakar minyak dengan PT. Buma Niaga Perkasa. PT. Prayasa Indomitra sebagai salah satu badan usaha swasta cukup dapat mewakili subyek hukum yang diberikan keleluasaan memperdagangkan komoditi Minyak Bumi sebagaimana yang diatur oleh Undang Undang nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian


(45)

“Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inqury) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan”.47

Sifat penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, yakni penelitian yang bertujuan untuk melukiskan keadaan obyek atau peristiwanya. Sedangkan analisis diartikan sebagai kegiatan menganalisis data secara komprehensif, yaitu data sekunder dari berbagai kepustakaan dan literatur baik yang berupa buku, peraturan perundangan, disertasi, tesis dan hasil penelitian lainnya maupun informasi dari media massa.48

Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yakni suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.49

Di dalam penelitian yuridis normatif terbagi dalam beberapa kategori :50 a. Penelitian terhadap azas-azas hukum, yang lazim disebut sebagai studi

dogmaticataudoctrinal research.

47

Moh. Nazir,Metode Penelitian, (Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 1998), hlm. 13

48Ibid, hlm. 17

49 Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit PT. Rajagrafindo

Persada, 2010), hlm. 38

50


(46)

b. Penelitian terhadap sistematika hukum, yang bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian pokok hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek hukum.

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, yang bertujuan untuk mengukur sampai sejauh mana hukum positif yang ada sinkron atau serasi satu sama lainnya.

2. Metode Pendekatan

Di dalam suatu penelitian hukum dapat dilakukan dengan berbagai metode pendekatan untuk didapatkan berbagai informasi dari segala aspek mengenai persoalan ataupun fenomena yang sedang diteliti. Adapun pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode sebagai berikut :51

a. Pendekatan undang undang (statute approach) b. Pendekatan kasus (case approach)

c. Pendekatan histori (historical approach)

d. Pendekatan komparatif (comparative approach) e. Pendekatan konseptual (conceptual approach)

Maka dengan demikian di dalam penelitian ini metode pendekatan yang akan digunakan adalah Metode Pendekatan Undang Undang, yakni suatu metode pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.52

51 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media

Group, 2010), hlm. 93


(47)

3. Sumber Data.

Berdasarkan sifat, jenis serta metode penelitian tersebut di atas, maka data yang dikumpulkan berasal dari data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

Dalam penelitian ini bahan hukum yang dijadikan sebagai rujukan adalah menggunakan :53

a. Bahan Hukum Primer

Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara mengadakan wawancara secara langsung terhadap pihak yang terkait dengan permasalahan di atas untuk melengkapi dan mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.

b. Bahan Hukum Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tertier

Data tertier yaitu data yang memberikan petunjuk dan juga penjelasan terhadap data primer dan data sekunder yang berupa kamus,

53 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Ubiversitas Indonesia Press,


(48)

ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal, serta laporan-laporan ilmiah yang akan dianalisis dengan tujuan untuk lebih memahami dalam penelitian ini.

4. Tehnik Pengumpulan Data.

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat normatif, maka tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, koran, artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

Selain dari tehnik pengumpulan data tersebut di atas juga akan dilakukan wawancara dengan para pihak yang terkait sebagai informasi, untuk kepentingan informasi pelengkap menyangkut peristiwa hukum konkrit yang menjadi obyek penelitian, dan sepanjang memang diperlukan dalam penelitian ini.

5. Analisis Data.

Analisis data adalah merupakan sebuah proses mengorganisasi dan mengurutkan data ke dalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.

Analisis data yang digunakan adalah secara deskriptif kualitatif. Analisa data dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan evaluasi sehingga diketahui rehabilitas data tersebut, lalu dianalisis secara kualitatif dengan mempelajari seluruh jawaban, kemudian dilakukan


(49)

pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan demikian kegiatan analisis data ini diharapkan akan dapat memberikan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat serta dapat direpresentasikan dalam bentuk deskriptif.54


(50)

BAB II

KAJIAN TERHADAP KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI BAHAN BAKAR MINYAK ANTARA PT. PRAYASA INDOMITRA SARANA

DENGAN PT. BUMA NIAGA PERKASA

A. Kecakapan Bertindak dan Kewenangan Hukum Subyek Perjanjian.

Sebagai badan usaha yang didirikan melalui Akta Pendirian Perseroan Terbatas nomor 23 yang diperbuat di hadapan Notaris Nani Fitriya, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, di Batam dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia melalui Surat Keputusan nomor AHU-0004247.AH.01.09 TH 2011 tertanggal 18 Agustus 2011, maka dengan demikian PT. Prayasa Indomitra Sarana secara sempurna dapat digolongkan sebagai Badan Hukum, yakni sebagai pembawa atau penyandang hak dan kewajiban dalam hubungan-hubungan hukum.55 Hal ini sejalan dengan doktrin mengenai Badan Hukum yang mensyaratkan beberapa unsur untuk suatu badan usaha dapat digolongkan sebagai Badan Hukum, dan PT Prayasa Indomitra Sarana memang didirikan dengan memenuhi unsur-unsur tersebut yang antara lain : adanya harta kekayaan yang terpisah; mempunyai tujuan tertentu; mempunyai kepentingan sendiri; dan adanya organisasi yang teratur.56

Pada dasarnya ketika PT Prayasa Indomitra Sarana didirikan sebagai badan usaha, pada saat yang sama telah terpenuhi dengan serta merta syarat mengenai

55

Jimly Asshiddiqie, Badan Hukum, (http://www.jimly.com/pemikiran.view/14, 6 Juni 2012).

56

R. Ali Rido, Hukum Dagang : Tentang Aspek-Aspek Hukum Dalam Asuransi Udara dan Perkembangan Perseroan Terbatas, (Bandung : Penerbit Remadja Karya, 1984), hlm. 231.


(51)

kecakapan hukum sebagai subyek perjanjian. Konklusi ini didasarkan pada dua hal, yang pertama adalah karena Badan Hukum dalam melakukan tindakannya memerlukan perantaraan natuurlijke persoon yang bertindak untuk dan atas pertanggungan-gugat badan hukum tersebut.57

Hal yang kedua adalah, sebagaimana yang dinyatakan di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang Undang nomor 40 Tahun 2007 bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris, maka pada prinsipnya Perseroan Terbatas dapat dinyatakan sebagai suatu bentuk kesepakatan yang mengikat antara dua subyek hukum yang pada umumnya adalah dari golongan natuurlijkpersoon. Ketentuan dalam pasal tersebut menegaskan prinsip yang berlaku di dalam Perseroan Terbatas bahwa pada dasarnya Perseroan Terbatas adalah sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, oleh karenanya memiliki lebih dari satu orang pemegang saham.58

Keberadaan Perseroan Terbatas yang lahir dari sebuah perjanjian dan bertindak melalui perantaraan para natuurlijkepersoon pada kelanjutannya dapat dikorelasikan dengan kuat terhadap syarat kecakapan hukum sebagai subyek perjanjian, dalam arti jika Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mensyaratkan kecakapan hukum bagi subyek hukum natuurlijkepersoon untuk membuat perjanjian, maka dengan demikian syarat ini secara tidak langsung juga

57 _________, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung : Penerbit PT. Alumni Bandung, 2004), hlm. 15

58Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham., (Jakarta : Penerbit


(52)

harus dipenuhi oleh subyek hukum rechtspersoon tersebut di atas melalui para pihak yang mendirikannya ataupun yang mewakilinya, yang dengan demikian dapat juga dinyatakan bahwa syarat kecakapan hukum bagi subyek perjanjian secara umum adalah serupa, yakni sebagaimana yang diisyaratkan oleh Pasal 1329 dan Pasal 1330 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

Berbeda dengan kecakapan bertindak, tentang kewenangan hukum di dalamnya terdapat hal yang bersifat khusus yang berlaku terhadap subyek hukum yang bergantung kepada obyek perjanjian. Obyek perjanjian akan menentukan kapasitas dari subyek hukum untuk dapat secara sempurna membuat suatu perjanjian. Jika kecakapan hukum berkaitan dengan kedewasaan dari subyek hukum yang melakukan perbuatan hukum, masalah kewenangan hukum terkait erat dengan kapasitas subyek hukum tersebut yang bertindak dalam hukum.59

Ketidakwenangan hukum lebih merujuk kepada ketidakmampuan khusus

(bijzondere ongeschiktheid),60 yakni suatu keadaan dimana undang undang

menentukan, bahwa subyek hukum tertentu tidak wenang untuk melakukan tindakan hukum tertentu, meskipun pada azasnya mereka adalah subyek hukum yang cakap bertindak, tetapi untuk hal-hal khusus tertentu mereka dinyatakan tidak wenang.61

Paparan tersebut di atas lebih lanjut dapat diperjelas dengan tegas bahwa tidak cakap adalah mereka yang pada umumnya tidak boleh menutup perjanjian, dan

59Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta :

Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, 2003), hlm. 127.

60Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum

Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti),

hlm. 113.


(53)

sebaliknya tidak wenang dapat dipahami sebagai, mereka yang oleh undang-undang dilarang menutup perjanjian-perjanjian tertentu.62Sehingga dengan demikian secaraa

contrario dapat dinyatakan, ketika PT. Prayasa Indomitra Sarana akan membuat

perjanjian jual beli bahan bakar minyak, maka selaku subyek hukum harus mampu untuk menempatkan dirinya pada keadaan yang dapat dinyatakan wenang secara hukum, yakni dengan tunduk kepada ketentuan perundang-undangan tentang perniagaan minyak dan gas bumi dengan memenuhi segala sesuatu yang menjadi persyaratannya.

1. Syarat Kewenangan Hukum Menurut Regulasi Perniagaan Bahan Bakar Minyak.

Pemberlakuan Undang Undang nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pada dasarnya adalah suatu penggambaran mengenai keadaan yang disebut sebagaibijzondere ongeschiktheid. Sebagaimana dinyatakan di dalam undang undang tersebut bahwa kegiatan usaha pembelian, penjualan, ekspor, dan impor minyak bumi dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik swasta, koperasi, usaha kecil dan badan usaha swasta setelah mendapatkan izin usaha dari pemerintah.63

Selanjutnya di dalam hirarki peraturan berikutnya, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi juga menegaskan mengenai suatu pembatasan-pembatasan kewenangan

62Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia : Hukum

Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia,Op. Cit. hlm. 112


(54)

hukum terhadap badan usaha yang mana dinyatakan bahwa Badan usaha yang akan melaksanakan kegiatan usaha niaga minyak dan gas bumi, bahan bakar minyak, bahan bakar gas, bahan bakar lain dan/atau hasil olahan wajib memiliki ijin usaha niaga dari menteri.64

Demikian pula dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Nomor 7 Tahun 2005 tentang Persyaratan dan Pedoman Pelaksanaan Izin Usaha Dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, secara garis besar menentukan beberapa persyaratan administrasi dan tehnis bagi suatu badan usaha untuk memperoleh kewenangan hukum yang dimaksud.

Pada proses berikutnya, ketentuan mengenai prosedur permohonan izin usaha niaga umum berserta persyaratannya tersebut di atas mempertautkan beberapa ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang lain diantaranya peraturan-peraturan di bidang lingkungan hidup, perdagangan dan industri, yang kesemuanya tersebut terangkai dalam suatu tahapan prosedur yang harus dilewati ketika suatu badan usaha akan mendapatkan kewenangan hukum dalam bentuk izin niaga umum bahan bakar minyak.

2. Prosedur Pemberian Izin Usaha Perniagaan Bahan Bakar Minyak

Seperti yang menjadi ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Nomor 7 Tahun 2005, setiap permohonan izin usaha niaga umum bahan bakar minyak terlebih dahulu harus diperlengkapi dengan syarat-syarat

64Pasal 43, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang Kegiatan


(55)

administratif yang salah satunya adalah adanya persetujuan prinsip dari Pemerintah Daerah mengenai lokasi untuk pembangunan fasilitas dan sarana kegiatan usaha. Berdasarkan hal tersebut secara praktis proses pengurusan izin usaha niaga umum bahan bakar minyak dari awal hingga izin usaha diberikan adalah melalui beberapa tahapan proses sebagai berikut :65

a. Persetujuan Prinsip dari Pemerintah Kota Batam.

Tahap awal dari proses penerbitan izin usaha ini adalah pengajuan permohonan persetujuan prinsip pemerintah daerah setempat yang dalam hal ini adalah Pemerintahan Kota Batam.

Di dalam pengajuannya dilampirkan beberapa salinan dokumen berikut ini : Akta Pendirian Badan Usaha bersama-sama dengan Surat Keputusan Pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia; SIUP dan TDP; beserta Domisili Badan Usaha dan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Permohonan tersebut kemudian diajukan kepada Walikota Batam dengan melalui Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Kota Batam.66

Terhadap permohonan tersebut kemudian diterbitkan Surat Izin Prinsip Perdagangan Bahan Bakar Minyak, surat izin mana digunakan sebagai dasar untuk pengurusan izin-izin berikutnya.67

65Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT.

Putra Kelana Makmur (Perusahaan induk PT. Prayasa Indomitra Sarana), tanggal 5 – 6 Juni 2012.

66Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT.

Putra Kelana Makmur (Perusahaan induk PT. Prayasa Indomitra Sarana), tanggal 5 – 6 Juni 2012.

67Hasil wawancara dengan Darmawan, Mantan Kepala Departemen Hukum dan Perijinan PT.


(1)

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Penerbit Kencana, 2009.

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2010.

Kalo, Syafruddin,Teori dan Penemuan Hukum, Medan, 2004.

Leback, Karen, Six Theories of Justice, diterjemahkan oleh Yudi Santoso dengan judul Teori-Teori Keadilan : Analisis Kritis Pemikiran JS. Mill, J. Rawls, R. Nozick, R. Neibuhr, JP. Miranda, Bandung : Penerbit Nusa Media, 2012. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit Kencana Prenada

Media Group, 2010.

Mashudi, H dan Ali, Mohammad Chidir, Bab-bab Hukum Perikatan, Pengertian-pengertian Elementer, Bandung : Penerbit Mandar Maju, 1995.

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1988.

Marsh, SB dan Soulsby, J,Business Law, diterjemahkan oleh Muhammad Abdulkadir dengan judulHukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Alumni, 2006.

Miru, Ahmadi dan Pati, Sakka, Hukum Perikatan : Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, Jakarta : Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, 2008.

Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta : Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, 2003.

Nazir Moh.,Metode Penelitian, Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia, 1998.

Panggabean, HP., Praktik Standaard Contract (Perjanjian Baku) Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, Bandung : Penerbit PT. Alumni, 2012.

Patmosukismo, Suyitno, Migas : Poltik, Hukum dan Industri, Jakarta : Penerbit Fikahati Aneska, 2011.

Paton, GW., A Textbook of Jurisprudence, Yogyakarta : Penerbit Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, 1955.

Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Pohan, Marthalena, Hukum Perikatan, Surabaya : Penerbit PT. Bina Ilmu, 1984.


(2)

Prakorso, Djoko dan Riyadi, Bambang, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu Di Indonesia, Jakarta : Penerbit Bina Aksara, 1987.

Prodjodikoro, Wirjono, Azas - Azas Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Sumur Bandung, 1973.

__________________, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Persetujuan Tertentu, Bandung, 1991.

Rahardjo, Satjipto,Ilmu Hukum, Bandung : Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2006. Rido, R. Ali, Hukum Dagang : Tentang Aspek-Aspek Hukum Dalam Asuransi Udara

dan Perkembangan Perseroan Terbatas, Bandung : Penerbit Remadja Karya, 1984.

__________,Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung : Penerbit PT. Alumni Bandung, 2004. Ridwan, Juniarso dan Sodik, Achmad, Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum

Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Abad Ke-20, Bandung : Penerbit Nuansa,2010.

Salman, HR. Otje dan Susanto, Anton F., Teori Hukum, Bandung : Penerbit Refika Aditama, 2005.

Satrio, J., Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian : Buku II, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

_______, Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1992. _______,Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi, Bandung :

Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2012.

_______, Hukum Perikatan : Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Penerbit Alumni, 1999.

Sembiring, MU., Tehnik Pembuatan Akta, Medan : Penerbit Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997.

Sewu, P. Lindawaty S., Disertasi : Aspek Hukum Perjanjian Baku Dan Posisi Berimbang Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba, Bandung : Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahiyangan, 2007.


(3)

Sianturi, Purnama Tioria,Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang, Bandung : Penerbit CV. Mandar Maju, 2008. Singarimbun, Masri dkk,Metode Penelitian Survey, Jakarta : Penerbit LP3ES, 1999. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia

Press, 1999.

Soemadipradja, Rahmat SS., Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa : Syarat-syarat Pembatalan Perjanjian Yang Disebabkan Keadaan Memaksa / Force Majeure, Jakarta : Penerbit Nasional Legal Reform Program, 2010. Sumarsono, E, Etika Hukum, Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas,

Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2002.

Suharnoko,Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2009.

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 1995. ______, Pokok Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Penerbit PT. Intermasa, 2003. ______, Hukum Perdjanjian, Jakarta : Penerbit PT. Pembimbing Masa, 1969. Sudarsono,Kamus Hukum, Jakarta : Penerbit PT. Rineka Cipta, 2007.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, 2010.

Supranto, J.,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2003.

Suryasubrata, Sumandi, Metodelogi Penelitian, Jakarta : Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 1998.

Suryodiningrat, RM.,Perikatan Perikatan Bersumber Perjanjian, Bandung, 1996. Tanya, Bernard L. dkk, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan

Generasi, Yogyakarta: Penerbit Genta Publisihing, 2010.

Tutik, Titik Triwulan, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Penerbit Prestasi Pustakakarya, 2006.


(4)

Wibowo, I.,Negara Centeng : Negara dan Saudagar di Era Globalisasi, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2010.

Widjaja, IG. Rai, Merancang Suatu Kontrak : Contract Drafting Teori dan Praktik, Bekasi : Penerbit Kesatria Blanc, 2004.

Widjaja, Gunawan, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Jakarta : Penerbit Forum Sahabat, 2008.

_______________, Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata, Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang Undang Hukum Perdata

Staatsblad 1867 no. 29

Rechtsreglement Buitengewesten

Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang minyak dan Gas Bumi.

Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang Undang Gangguan Staatsblad 1926 nomor 226.

Undang Undang tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang nomor 5 Tahun 1962 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor 2 Prp Tahun 1960 tentang Pergudangan menjadi Undang Undang Penetapan

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 14 Tahun 2001.

Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 45/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Angka Pengenal Impotir.


(5)

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/7/2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Angka Pengenal Importir.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup.

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1987 Tentang Penertiban Pungutan-Pungutan dan Jangka Waktu Terhadap Pemberian Izin Undang Undang Gangguan.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2006.

Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 06 P/0746/M. PE/1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Tehnik yang Dipergunakan dakam Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63/PMK.04/2011 Tentang Registrasi Kepabeanan.

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 42/M-DAG/PER/9/2009 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Walikota Batam Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Gangguan dan Izin Pembuangan Air Limbah.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 49 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Getaran.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 Tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebauan.

Keputusan Walikota Batam Nomor 10 Tahun 2001 Tentang Tata cara Permintaan Surat Tanda Daftar Gudang.

International Commercial Terminology 2000 C. Internet

Agil, Rahman (2011), Menilik Sejarah Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) Migas Indonesia, (http://redfox69.wordpress.com, 22 Januari 2012).

Asshiddiqie, Jimly, Badan Hukum,


(6)

Artha, Zulhery, Menelaah Ulang Teori Keadilan Dalam Prespektif Hukum Kontrak. Selanjutnya oleh (http://badilag.net/data/ARTIKEL, 17 Oktober 2012)

Asyrof, Mukhsin, Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi

(Sebuah Kajian Elementer Hukum Normatif),

(http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/VARIA, 20 Oktober 2012). Brumer, Ari, Force Majeure – A Trap to Avoid in a Data Center Contract,

(http://datacentermarketplace.com/portals/11/documents/force_majeure _article.pdf), 22 Desember 2012).

Company Profile PT. Prayasa Indomitra Sarana, (http://www.pims.co.id, 16 Juni 2012)

Djirimu, M. Ahlis, Kutukan Sejarah Minyak Bumi,

(http://www.kolomkalam.com, 23 Januari 2012).

Hakim, Lukman dkk (2009), Persoalan Aturan Hukum dalam Pengelolaan Migas di Indonesia, (http://csps.ugm.ac.id, 18 Maret 2012)

Hernoko, Agus Yudha, 2010, Keseimbangan Versus Keadilan dalam Kontrak (Bagian V), (http://gagasanhukum.wordpress.com/2010/06/24, 20 Oktober 2012.

_______________________, 2010, Keseimbangan Versus Keadilan dalam

Kontrak (Bagian III),

(http://gagasanhukum.wordpress.com/2010/06/10, 20 Oktober 2012 Safa’at, Muchamad Ali, 2008, Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, dan

John Rawls), (http://alisafaat.wordpress.com/category/article, 1 November 2012

Mengenal Bahan Bakar Produk Pertamina, (www.spbukita.com, 26 Januari 2012)

Minyak Dunia Awal Penemuannya, http://databaseartikel.com/ekonomi, 22 Januari 2012).

Rincian Langkah dan Jadwal Reformasi RI - IMF,