68
ada setelah perjanjian terbentuk,
152
maka praktis unsur essentialia hanya diidentikkan dengan syarat adanya kesepakatan dan hal tertentu dalam perjanjian.
1. Pemahaman Syarat Hal Tertentu Dalam Perjanjian.
Mengenai syarat
kesepakatan dalam
perjanjian telah
cukup jelas
keterkaitannya dengan unsur essentialia di dalam perjanjian. Demikian pula
dengan adanya hal tertentu dalam perjanjian sebagai syarat, keberadaannya pada intinya membicarakan masalah obyek perjanjian, akan menjadi mustahil apabila suatu
perjanjian tak memiliki obyek perjanjian, sehingga kemudian mudah untuk dipahami jika selain kata sepakat adanya hal tertentu adalah juga sebagai unsur essentialia
dalam perjanjian. Wirjono Prodjodikoro memaknai hal atau obyek tertentu sebagai berikut :
153
“maka object dalam suatu perjanjian dapat diartikan sebagai hal yang diperlakukan oleh subyek itu berupa suatu hal yang penting dalam tujuan yang
dimaksudkan dengan membentuk suatu perjanjian, Oleh karena itu, obyek dalam perhubungan hukum perihal perjanjian ialah : hal yang diwajibkan
kepada pihak berwajib debitur, dan hal, terhadap mana pihak-berhak kreditur mempunyai hak”.
Dengan mana terhadap hal yang penting tersebut yang terhadapnya digantungkan tujuan dari perjanjian dibuat adalah mengenai sebuah kebendaan atau
harta benda. Lebih lanjut mengenai hal atau obyek tertentu tersebut dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333, 1334 Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
154
152
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Op. Cit. hlm. 68.
153
Wirjono Prodjodikoro, Azas – Azas Hukum Perjanjian, Bandung : Penerbit Sumur Bandung, 1973, hlm. 21
154
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hlm. 191
Universitas Sumatera Utara
69
Pemahaman hal tertentu dalam perjanjian menurut substansi pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :
155
a Obyek yang dapat dijadikan pokok perjanjian adalah barang-barang yang bisa
diperdagangkan, dan
terhadap benda-benda di luar perdagangan buiten de handel adalah benda-benda yang dipergunakan untuk kepentingan
umum. b Obyek yang dapat menjadi pokok perjanjian adalah barang yang haruslah
tertentu dan paling sedikit tentang jenisnya, mengenai jumlahnya tak perlu ditentukan terlebih dahulu asal saja kemudian dapat ditentukan.
c Obyek yang dapat dijadikan pokok perjanjian adalah juga barang-barang yang baru akan ada, baik yang bersifat absolut yakni barang-barang milik penjual
yang baru akan ada, maupun yang bersifat relatif yakni barang-barang yang menjadi milik orang lain dan akan jatuh di tangan si penjual.
Berdasarkan pemahaman tersebut di atas dapat diambil suatu pandangan bahwa, unsur essensilia disamping menyangkut kesepakatan
mengenai perjanjian juga mengandung pengertian sebagai pokok perjanjian yang berupa barang-barang
yang dapat diperjualbelikan yakni barang-barang yang telah ada maupun yang akan ada yang terhadapnya harus dapat ditentukan jenis dan jumlahnya, dan pandangan
yang menyatakan bahwa unsur essensilia yang berupa pemenuhan syarat hal tertentu di dalam perjanjian juga berkontribusi penting bagi keabsahan perjanjian yang
bersangkutan.
155
Wirjono Prodjodikoro, Azas – Azas Hukum Perjanjian, Op. Cit, hlm. 22-23
Universitas Sumatera Utara
70
2. Pemahaman Perjanjian Jual Beli.