Tanggal Mulai Berlakunya Perjanjian Sebagai Momentum Lahirnya

62 Kembali kepada pembahasan tentang tahapan proses terwujudnya perjanjian atas dasar pandangan Teori Penerimaan, maka dapat diyakini kesepakatan telah terwujud ketika PT. Prayasa Indomitra Sarana menerima pernyataan akseptasi dari PT. Buma Niaga Perkasa, terlebih lagi pernyataan akseptasi dan penyampaian akseptasi oleh PT. Buma Niaga Perkasa, maupun diterimanya pernyataan akseptasi tersebut oleh PT. Prayasa Indomitra Sarana terjadi dalam satu kerangka momentum yang sama. Sehingga dengan demikian tanpa suatu keraguan dapat disimpulkan bahwa lahirnya perjanjian adalah pada saat kesepakatan antara kedua belah pihak telah tercapai tentang hal ikhwal yang diperjanjikan yakni pada tanggal 18 Juli 2011.

2. Tanggal Mulai Berlakunya Perjanjian Sebagai Momentum Lahirnya

Perjanjian. Keyakinan tentang lahirnya perjanjian tersebut di atas berlainan dengan apa yang tertulis di dalam perjanjian jual beli, terdapat selisih waktu selama sepuluh hari antara tanggal terjadinya kesepakatan dengan tanggal mulai berlakunya perjanjian menurut perjanjian tertulis tersebut. Merujuk pada apa yang dicantumkan di dalam Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak tersebut di atas, yakni di dalam Pasal 2 ayat 1 Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak Nomor : 01-01SP-DIRPRAYASA-BNPVIII2011 dinyatakan bahwa : “Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 6 enam bulan terhitung sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian ini sampai dengan tanggal 28 February 2012 dan dalam jangka waktu tersebut dapat dilakukan peninjauan kembali”, dan sebagaimana yang menjadi mukadimah dari perjanjian disebutkan bahwa perjanjian Universitas Sumatera Utara 63 ditandatangani pada tanggal 28 Juli 2011, tanggal penandatanganan mana disepakati oleh para pihak sebagai saat lahirnya perjanjian tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas maka untuk menentukan lahirnya perjanjian cukuplah didasarkan pada ketentuan tertulis di dalam perjanjian. Suatu pandangan yang mempunyai dasar jika mengingat hukum perjanjian sangat bersifat terbuka, segala hal apapun halal untuk diperjanjikan sepanjang dibuat dengan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, termasuk tentang kesepakatan tanggal mulai berlakunya perjanjian. Hal tersebut terilustrasikan di Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa, Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Terdapat tiga hal pokok di dalam isi pasal tersebut terkait dengan hal tersebut di atas yakni : 144 a. Terletak pada kalimat “semua perjanjian yang dibuat secara sah” yang menunjukkan asas kebebasan berkontrak, yakni kebebasan untuk menentukan isi yang diperjanjikan termasuk mengenai tanggal mulai berlakunya perjanjian. b. Terletak pada kalimat “berlaku sebagai undang-undang” yang menunjukkan asas kekuatan yang mengikat atau yang disebut asas pacta sunt servanda, yang dengan demikian terdapat kewajiban untuk tunduk dengan apa yang diperjanjikan. 144 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan : Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, Jakarta : Penerbit PT. Rajagrafindo Persada, 2008, hlm. 78 Universitas Sumatera Utara 64 c. Terletak pada kalimat “bagi mereka yang membuatnya” yang menunjukkan asas personalitas. Pemaknaan dari Pasal 1338 ayat 1 tersebut di atas memberikan sandaran legalitas kepada keyakinan bahwa Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak antara PT. Prayasa Indomitra Sarana dengan PT. Buma Niaga Perkasa lahir dan memang mulai berlaku pada tanggal 28 Juli 2011. Namun demikian akan menjadi berbeda jika sesaat sebelum penandatanganan perjanjian salah satu pihak menyatakan membatalkan kesepakatan dengan alasan perjanjian belumlah ada dan mengikat, atau atas dasar kepentingan tertentu salah satu pihak tidak mengakui perjanjian tertulis tersebut sebagai perjanjian yang mengikat dirinya secara hukum. Ketika terjadi penyangkalan terhadap kesepakatan tertulis, maka teori, norma dan azas yang melatar belakangi keyakinan tentang “perjanjian telah lahir saat akseptasi telah diterima oleh pihak yang memberikan penawaran” akan menemukan pembenarannya. Seperti yang menjadi keputusan Hoger Raad 21 Desember 1933, NJ 1934, atas sengketa perdata antara Bosch dengan Maren yang di dalam pertimbangannya menyatakan : 145 maka dapatlah dipahami jika kemudian pihak yang dirugikan atas penyangkalan kesepakatan tersebut cukup memiliki alas hak untuk menyatakan 145 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hlm. 169 Bahwa tidak cukup bila pada pulang-pergi terdapat kehendak yang sesuai cocok untuk saling mengikatkan diri dan juga tidak cukup bila mereka menyatakan kehendak itu secara lisan atau tulisan, melainkan perlu nodig bahwa pernyataan kehendak itu saling mencapai pihak lain de tegenpartij heft bereikt; Universitas Sumatera Utara 65 bahwa ikatan perjanjian telah ada semenjak tanggal 18 Juli 2011, meskipun untuk itu tetap harus melalui proses pembuktian di muka hakim. Demikian pula saat salah satu pihak melakukan penyangkalan terhadap perjanjian tertulis yang telah ditandatangani, maka kondisi tersebut dapat mulai dijelaskan dengan mencermati pengertian akta di bawah tangan. Adapun akta di bawah tangan dapat diartikan sebagai tulisan-tulisan tangan yang dianggap akta, akta yang ditanda tangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaran pejabat umum. 146 Ketika membaca makna akta di bawah tangan tersebut di atas, dan setelah mencermati bentuk, isi dan bagaimana proses terbentuknya perjanjian jual beli bahan bakar minyak antara kedua belah pihak, maka perjanjian tentang jual beli tersebut dapat digolongkan sebagai akta di bawah tangan, dan sebagaimana diketahui sebagai akta dibawah tangan, perjanjian tersebut berpotensi memiliki kekuatan pembuktian yang lemah. Hal tersebut disebabkan para pihak terhadap siapa akta di bawah tangan itu digunakan, diwajibkan membenarkan atau memungkiri tanda tangannya, 147 dan oleh karenanya tanda tangan pada akta di bawah tangan kemungkinannya masih dapat dipungkiri, sehingga akta di bawah tangan itu tidak lagi memiliki kekuatan 146 MU. Sembiring, Tehnik Pembuatan Akta, Medan : Penerbit Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997, hlm. 8 147 Pasal 2 Stbl 1867 no. 29, Juncto pasal 289 Rbg, Juncto pasal 1876 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Universitas Sumatera Utara 66 pembuktian lahir, bahkan jika diperluas dalam sudut pandang pembuktian formil dan materiil. 148 Terdapat sebuah konswekuensi tertentu jika salah satu pihak melakukan penyangkalan terhadap perjanjian tersebut, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta = perjanjian jual beli tersebut, dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim. 149 Ketika proses pembuktian tersebut dilakukan maka peristiwa-peristiwa konkrit yang terkait dengan sengketa ataupun yang mengkonstruksi lahirnya perjanjian pasti akan dirangkai dan dikonstatir oleh hakim, dan kemudian untuk menemukan hukum atas peristiwa-peristiwa tersebut hakim akan bersandar kepada perundang-undangan, hukum tak tertulis, putusan desa, yurisprodensi dan ilmu pengetahuan, 150 sumber-sumber penemuan hukum mana di dalamnya terkandung tentang teori, norma dan azas yang melatar belakangi keyakinan tentang perjanjian telah lahir saat tercapai kesepakatan. Pada akhirnya adalah sebuah keniscayaan jika kemudian hakim memutuskan bahwa perjanjian tersebut telah ada dan lahir ketika kesepakatan telah tercapai antara kedua belah pihak, yakni saat akseptasi telah diterima oleh pihak yang memberikan penawaran. 148 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1988, hlm. 126 149 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia : Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan, Bandung : Penerbit PT. Refika Aditama, 2008, hlm. 121. 150 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit. hlm. 162 Universitas Sumatera Utara 67 Pembahasan tentang lahirnya perjanjian tersebut di atas membawa pada satu konklusi sementara yang menyatakan apabila tak ada suatu penyangkalan dan pengingkaran terhadap perjanjian jual beli tersebut, maka momentum lahirnya perjanjian tak lain adalah pada tanggal mulai berlakunya perjanjian. Akan tetapi konklusi tersebut harus dikaji kembali dengan lebih mendalam, khususnya apabila dikaitkan dengan unsur-unsur di dalam perjanjian.

C. Unsur Essentialia Dalam Perjanjian Jual Beli.

Di dalam perjanjian terkandung unsur-unsur essensilia, naturalia, dan unsur accidentalia. Dari ketiga unsur tersebut unsur essentialia paling memiliki andil yang tak tergantikan, karena unsur essentialia adalah merupakan sifat yang harus ada di dalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta constructieve oordeel, seperti halnya persetujuan antara pihak dan obyek perjanjian. 151 Pengertian unsur essentialia di atas cenderung memberikan pemahaman bahwa syarat keabsahan perjanjian adalah identik dengan unsur essensilia secara keseluruhan apabila mengingat syarat-syarat tersebut mutlak harus dipenuhi dalam membuat perjanjian. Namun ketika mencermati kecakapan hanyalah sebagai pengertian yuridis tehnis yang tidak menyebabkan perjanjian tak dapat dilakukan oleh orang yang tidak cakap oleh karena adanya lembaga perwakilan, dan ketika mengingat kausa yang halal mempunyai fungsi negatif yang baru akan dituntut 151 Mariam Darus Badrulzaman, KUH. Perdata Buku III : Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung : Penerbit PT. Alumni, 2011, hlm. 99. Universitas Sumatera Utara 68 ada setelah perjanjian terbentuk, 152 maka praktis unsur essentialia hanya diidentikkan dengan syarat adanya kesepakatan dan hal tertentu dalam perjanjian.

1. Pemahaman Syarat Hal Tertentu Dalam Perjanjian.