12
Diesel Antara PT. Prayasa Indomitra dengan PT. Buma Niaga Perkasa”. Namun demikian apabila terdapat materi penelitian yang serupa dengan materi penelitian
tesis ini, maka penelitian tesis ini adalah tetap bagian dari rangkaian penelitian yang terkait dengan Perjanjian Jual Beli Bahan Bakar Minyak, yang juga sebagai upaya
untuk memperkaya khazanah keilmuan di bidang hukum.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori Di dalam kajian tesis ini tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai kerangka teori yang memiliki peran sebagai landasan berfikir dan alat untuk
melakukan analisis terhadap isu persoalan hukum yang diangkat di dalam tesisi ini, dengan
tujuan untuk
memberikan ilustrasi
dan penjelasan
terhadap suatu
permasalahan tersebut. “Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori
variable bersangkutan memang dapat mempengaruhi variable tak bebas atau merupakan salah satu penyebab”.
23
Menurut W.L. Neuman, yang pendapatnya dikutip oleh Otje Salman dan Anton F. Susanto, menyebutkan bahwa :
“teori adalah
suatu sistem
yang tersusun oleh berbagai abstraksi
yang beriterkoneksi
satu sama
lainnya atau
berbagai ide
yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara
yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja”.
24
23
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2003, hlm 192-193.
24
HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung : Penerbit Refika
Aditama, 2005, hlm 22.
Universitas Sumatera Utara
13
Otje Salman dan Anton F. Susanto pada kelanjutannya memberikan kesimpulan mengenai pengertian teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yakni
sebagaimana berikut : “teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba
secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum”
25
Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan kerangka teori itu digunakan sebagai landasan
berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas. Adapun teori yang digunakan dalam
melakukan penelitian
ini yang
pertama adalah
Teori Sociological
Jurisprudence. Pada dasarnya Teori ini dipergunakan untuk memberikan jawaban atas
kepentingan-kepentingan yang tidak seimbang di dalam kelompok masyarakat. Ada yang
terlampau dominan,
dan ada
pula yang
terpinggirkan, dan
untuk menciptakan dunia yang beradab, ketimpangan-ketimpangan structural itu perlu ditata
ulang dalam pola keseimbangan yang proporsional.
26
Di dalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga
merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan- kepentingan yang saling bertentangan, dan menjamin pemuasan kebutuhan-
kebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang minimal.
27
25
Ibid, hlm. 23
26
Bernard L. Tanya dkk, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Penerbit Genta Publisihing, 2010, hlm. 155.
27
Syafruddin Kalo, Teori dan Penemuan Hukum, Medan, 2004, hlm. 19
Universitas Sumatera Utara
14
Menurut Roscoe Pound, kepentingan-kepentingan yang dimaksudkan tersebut adalah terdiri dari tiga kelompok kepentingan, yaitu kepentingan umum negara,
sosial, dan kepentingan pribadi.
28
Hukum mempunyai beberapa tugas dan fungsi, yang salah satunya adalah sebagai regulasi penyeimbang, bahkan ketika dirasakan institusi negara dipandang
terlalu dominan maka hukum akan menjadi dominan untuk mereduksinya hingga sampai pada titik keseimbangan kepentingan yang menjadi tujuan hukum tersebut
diciptakan. Teori keseimbangan kepentingan ini atau lazim dikenal sebagai Teori
Sociological Jurisprudence, mampu memberikan penjelasan
ketika Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menggantikan
Undang-Undang nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, dan Undang Undang nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi, dan apabila dicermati pemberlakuan undang undang tentang migas yang baru tersebut dilatarbelakangi oleh keyakinan tentang adanya dominasi
negara terhadap pengelolaan sumber daya alam khususnya minyak dan gas bumi yang harus lebih diseimbangkan, seperti yang menjadi keyakinan
di dalam pandangan Roscoe Pound tersebut di atas.
Sebagaimana yang tercermin di dalam Letter of Intent yang menjadi kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan IMF, sebuah tatanan masyarakat yang
baru diyakini sebagai pilihan yang tepat bagi rakyat Indonesia saat itu dengan segala problematikanya, yang berisikan harapan tentang keadaan masa depan gemilang
28
Bernard L. Tanya dkk, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
15
umat manusia : “Dengan pasar bebas umat manusia akan memasuki gerbang pintu keemasan yang membahagiakan”.
29
Tatanan masyarakat baru tersebut di atas adalah apa menjadi tujuan hukum tersebut diciptakan, dan hal ini sejalan dengan apa yang menjadi focus utama dari
konsep social engineering, yakni interest balancing, dan tujuan akhir dari hukum yang diterapkan dan mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju.
30
Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tersebut diberlakukan, Pemerintah Indonesia bersama-
sama IMF bertujuan untuk melakukan perubahan tatanan masyarakat yang
lebih baik, sebagaimana keyakinan Pound bahwa hukum tidak lagi dilihat sekedar sebagai tatanan penjaga status quo, tetapi juga diyakini sebagai sistem pengaturan
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu secara terencana.
31
Teori yang kedua yang dipergunakan adalah Teori Kepastian Hukum, Teori Keadilan dan Teori Kemanfaatan Hukum. Radbruch mengatakan bahwa hukum itu
harus memenuhi berbagai karya disebut sebagai nilai dasar dari hukum. Nilai dasar hukum tersebut adalah : keadilan, kegunaan dan kepastian hukum, namun demikian
meskipun ketiganya tersebut merupakan nilai dasar dari hukum, namun diantara
nilai-nilai tersebut terdapat suatu spannungsverhaltnis, yakni suatu ketegangan satu sama lainnya.
32
29
I.Wibowo, Op. Cit. hlm. 51.
30
Bernard L. Tanya dkk,Op. Cit. hlm. 161
31
Ibid. hlm. 162
32
Syafruddin Kalo, Op. Cit. hlm. 51
Universitas Sumatera Utara
16
Di dalam pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang undang berlaku sebagai
undang undang bagi yang membuatnya, secara terang memberikan pemahaman
bahwa pada prinsipnya perjanjian yang disepakati merupakan hukum bagi yang membuatnya dan kepada hukum itulah mereka tunduk dan mematuhinya, dan sebagai
bagian dari suatu system hukum, maka dengan demikian perjanjian tersebut haruslah memenuhi nilai-nilai dasar hukum tersebut di atas
Setiap perjanjian yang dibuat dan sepakati, di dalamnya pasti memuat berbagai kepentingan dari pihak-pihak yang membuatnya, yang sudah barang
tentu terhadap kepentingan-kepentingan tersebut berposisi saling bertentangan satu dengan yang lainnya, dan untuk dapat membuatnya setimbang maka dibuatlah
kesepakatan yang berisikan hak-hak dan kewajiban secara bertimbal balik, dengan demikian kesetimbangan yang sempurna tersebut merupakan nilai keadilan bagi
kedua belah pihak. Keadilan di dalam perjanjian menjadi unsur yang sangat penting dan mutlak
harus ada ketika Radburch menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas untuk mengemban nilai keadilan bagi kehidupan konkret manusia, dengan demikian
keadilan sebagai suatu nilai memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif. Normatif berarti keadilan sebagai landasan moral hukum sekaligus sebagai parameter bagi
hukum positif, konstitutif bermakna keadilan harus menjadi unsur yang mutlak bagi hukum.
33
Keadilan sendiri oleh Aristoteles dimaknai sebagai berbuat kebajikan atau kebajikan yang utama yang berkonsisten terhadap asumsi “untuk hal-hal yang sama
33
Bernard L. Tanya dkk, Op. Cit. hlm. 130
Universitas Sumatera Utara
17
diperlakukan secara sama, dan yang tidak sama juga diperlakukan tidak sama, secara proporsional”
34
. Keadilan model ini lebih merujuk kepada keadilan distributive yakni suatu model keadilan yang identik dengan keadilan atas dasar kesamaan
proporsional
35
, namun demikian ketika keadilan merambah pada proses penegakan hukum maka konsep keadilan tersebut mulai
bergeser pada
model korektif remedial, yakni bagaimana ketika hukum memberikan
koreksi koreksi terhadap kesetimbangan yang terganggu, yang mana bentuk keadilan yang seperti ini pada
prinsipnya menjadi
ukuran bagi
asas-asas tehnikal
yang mengatur
hal pengadministrasian atas proses penerapan aturan hukum
36
. Pada saat perjanjian sebagai hukum disepakati dan dijalankan, pada intinya
diharapkan terdapat sebuah kemanfaatan di dalamnya, khususnya bagi para pihak sebagaimana perjanjian tersebut dikonstruksikan. Apabila merujuk pada pemahaman
kemanfaatan sebagai nilai dasar hukum adalah sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh hukum itu sendiri, maka dengan demikian di dalam perjanjian haruslah memiliki
kemanfaatan atau finalitas yang dapat dikonstruksikan sebagaimana berikut : Setiap perjanjian mempunyai tujuannya sendiri yang khas, dan tiap perjanjian
sebenarnya adalah upaya melaksanakan akibat tertentu dari perjanjian yang mereka sepakati bersama, di dalam mana terletak tujuan bersama atau
kausa perjanjian.
37
Nilai dasar hukum yang ketiga adalah apa yang disebut dengan kepastian hukum. Perjanjian sebagai sebuah norma hukum, sebenarnya adalah sumber
34
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit. hlm. 48
35
Bernard L. Tanya dkk, Op. Cit. hlm. 45
36
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum Dari Zaman Yunani Kuno Sampai Abad Ke-20, Bandung : Penerbit Nuansa,2010, hlm. 36-37
37
J. Satrio, Hukum Perjanjian, Op Cit. hlm. 313
Universitas Sumatera Utara
18
kepastian tentang hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang membuatnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nieuwenhuis bahwa :
“Mekanisme kontrak
menciptakan jaringan
relasi kepercayaan
vertrouwensrelaties yang memiliki pengaruh stabilisasi hubungan antar manusia tidak jauh berbeda dibandingkan dengan perundang-undangan”,.
38
Maka cukup tepat bila dinyatakan bahwa, dalam hal perjanjian terbentuk, maka dapat dituntut di muka hukum pemenuhan dan akibat hukum dari perjanjian
tersebut, dan oleh karenanya dalam konteks penegakan hukum, para penegak hukum tidak saja melekatkan sanksi hukum yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang
undangan, tetapi juga berkenaan dengan pemenuhan perjanjian tersebut.
39
Terkait dengan hal tersebut, dalam tataran penerapan kepastian hukum, terdapat beberapa faktor yang menurut Jan Michiel Otto memberikan pengaruh
terhadap timmbulnya ketidaksesuaian aturan hukum dengan pelaksanaannya, yang dapat mempengaruhi tingkat kepastian hukum yang nyata, yakni sebagai berikut :
40
a. Aturan-aturan hukum itu sendiri; b. Instalasi-instalasi yang membentuk dan menerapkan hukum, dan;
c. Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu politik, ekonomi dan sosial budaya. Lebih utuh lagi menurut Radburch, untuk dapat diterapkannya keadilan
membutuhkan suatu keadaan finalitas atau kemanfaatan, dan untuk dapat memastikan keadilan dan keadaan kemanfaatan tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan suatu
kepastian, dan jika ketiga hal ini dikembalikan kepada pemahaman hukum sebagai
38
Herlien Budiono, Op. Cit. hlm. 209 – 210.
39
Ibid, hlm. 209
40
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 30
Universitas Sumatera Utara
19
gagasan kultural, maka pada prinsipnya hukum memang terdiri dari tiga aspek, yakni keadilan = menunjuk
kesamaan hak
dan kewajiban di
depan hukum,
kemanfaatan =menunjuk kepada tujuan keadilan, yakni memajukan kebaikan dalam kehidupan manusia, dan aspek kepastian = menunjuk pada jaminan bahwa hukum
yang di dalamnya berisi keadilan dan norma kemanfaatan benar-benar berfungsi sebagai hukum yang ditaati.
41
2. Konsepsi