98
Pasal 1339 – jadi Undang-undang – memang menunjuk kebiasaan sebagai faktor pengisi penambah perjanjian. Asal diingat, bahwa kebiasaan baru
memainkan peranan kalau kata-kata perjanjian itu sendiri dan Undang-undang tidak mengatur hal tersebut. Hal tersebut berarti bahwa secara hierarchisch
kebiasaan berada dibawah Undang-undang, ia bersifat subsidair. Kalau Udang-undang dan kebiasaan tidak mengatur, maka masih ada kemungkinan
ada faktor lain yang turut menentukan isi perjanjian, yaitu kepatutan;
Maka dengan demikian kebiasaan yang berlaku dalam suatu transaksi atau komunitas tertentu dapat dipergunakan sebagai sandaran norma yang menentukan
di dalam suatu perjanjian, dengan pembatasan para pihak yang terikat perjanjian adalah para pihak yang termasuk dalam komunitas dimana kebiasaan tersebut
berlaku.
206
Untuk selanjutnya mengenai kewajiban untuk menyerahkan dokumen- dokumen tertentu terkait saat barang tersebut diserahkan sebagaimana telah
disepakati dalam perjanjian. Kewajiban tersebut sebetulnya telah menjadi ketentuan di dalam Pasal 1482 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, yang menyatakan :
“Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi
perlengkapannya dan dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat bukti milik jika ada”.
5. Tentang Penanggungan Resiko dan Biaya Pengiriman Barang
Mengenai resiko terhadap barang yang diperjual belikan diatur di dalam Pasal 1461 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang menyatakan : “Jika barang dijual
bukan menurut tumpukan melainkan menurut berat, jumlah atau ukuran, maka barang itu tetap menjadi tanggungan si penjual sampai ditimbang, dihitung atau diukur”.
206
Ibid. hlm. 387
Universitas Sumatera Utara
99
Terhadap ketentuan tersebut Subekti lebih menegaskan bahwa peralihan resiko terhadap kerusakan dan musnahnya barang dari penjual ke pembeli adalah
setelah barang tersebut dilever secara yuridis
kepada pembeli.
207
Sehingga dengan demikian peralihan resiko baru akan terjadi jika barang tersebut ditimbang,
dihitung atau diukur untuk secara langsung diserahkan kepada pembeli barang. Selain dari hal tersebut, mengenai penanggungan resiko tersebut telah
disebutkan di dalam perjanjian, yakni harga barang tersebut adalah Cost Insurance Freight. Istilah “Cost Insurance Freight” tersebut – yang selanjutnya disebut CIF –
sebenarnya adalah terminologi yang secara resmi dipergunakan
dan diatur
di dalam International Commercial
Terminologie terbitan tahun 2000 atau yang
biasa disebut Incoterm 2000.
208
Kesepakatan mengenai perjanjian jual beli yang mencantumkan syarat CIF tersebut akan melahirkan kewajiban dari pihak penjual
dalam bentuk :
209
1 Tanggung jawab penjual atas barang yang angkut adalah sampai saat bahan bakar minyak dipindahkan dari kapal pengangkut ke floating storage milik
pembeli.
207
Subekti, Aneka Perjanjian, Op. Cit, hlm. 28
208
Incoterm mulai diperkenalkan pada tahun 1936 oleh International Chamber of Commerce, yang secara berturut-turut kemudian dilakukan revisi pada tahun 1953, 1967, 1976, 1980, 1990 dan
tahun 2000. Perangkat peraturan internasional ini disusun bagi keperluan keseragaman penafsiran terminologi yang biasa dipergunakan di dunia perdagangan internasional, ia lahir dari suatu kebiasaan
yang dilakukan oleh para praktisi perdagangan intenasional yang kemudian dibakukan dalam bentuk Incoterm tersebut di atas. Catatan Kuliah Hukum Perikatan, Dosen Ningrum Natasya Sirait, Magister
Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Medan 2011
209
Incoterm 2000
Universitas Sumatera Utara
100
2 Biaya-biaya dan ongkos angkut yang timbul dalam proses pengangkutan sampai pelabuhan tujuan menjadi tanggungan pihak penjual.
3 Biaya asuransi dari barang yang diangkut menjadi tanggungan pihak penjual.
6. Tentang Norma