40
a. Tingkat mortalitas ikan
Berdasarkan konsentrasi batas bawah dan batas atas, maka uji akut dilakukan pada konsentrasi nikel sebesar : 10,67 ppm, 18,98 ppm, 33,76 ppm dan
60,05 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan konsentrasi pada uji akut menunjukkan
kepekaan mortalitas yang tinggi terhadap daya toksik nikel Gambar 3.
Gambar 3. Persentase tingkat mortalitas ikan nila GIFT selama uji akut pemaparan nikel
Pada konsentrasi 60,05 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 13,3 setelah 24 jam dan mencapai 100 setelah 48 jam pemaparan. Pada konsentrasi 10,67 ppm,
mortalitas ikan uji masih 0 setelah 24 dan 48 jam pemaparan, 20 setelah 72 jam, dan 23,33 setelah 96 jam pemaparan. Pada kontrol, mortalitas ikan uji
sampai jam ke-96 setelah pemaparan nikel yaitu 0 Lampiran 2, yang menunjukkan bahwa kualitas media pemeliharaan dan vitalitas ikan selama
pengujian dalam kondisi yang baik. Sifat toksisitas akut nikel relatif tinggi terhadap ikan nila diduga karena
rendahnya tingkat kemampuan adaptasi ikan nila untuk memperkecil efek perubahan fisiologis yang ditimbulkan nikel yang masuk kedalam tubuh, sehingga
menyebabkan turunnya kemampuan menyerap oksigen dari lingkungan. Sementara saat ikan dalam kondisi stres, metabolisme tubuhnya akan meningkat
dan kebutuhan oksigen akan meningkat pula yang diperlukan dalam mempertahankan homeostatis. Gerberding 2005 melaporkan bahwa meskipun
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
jam ke-24 jam ke-48
jam ke-72 jam ke-96
M or
ta lita
s I
ka n
N ila
0 ppm 10.67 ppm
18.98 ppm 33.76 ppm
60.05 ppm
41
organisme biasanya mengembangkan perlawanan setelah beberapa saat terpapar oleh nikel, akan tetapi kemampuan mengembangkan perlawanan tersebut
ditentukan oleh spesies ikan dan efek toksik yang ditimbulkan. Demikian pula Rand dan Petrocelli 1985 menyatakan bahwa pengaruh bahan toksik terhadap
suatu organisme akan terlihat dalam waktu pemaparan yang berbeda. Pengambilan awal logam berat oleh ikan nila dapat melalui empat proses utama
yakni melalui insang, permukaan tubuh, mekanisme osmoregulasi dan penyerapan melalui makanan. Pengaruh tersebut ditentukan oleh sifat toksik logam berat nikel
dan keberhasilan tubuh ikan nila melakukan proses detoksifikasi dan ekskresi, sehingga pengaruh sifat toksik nikel terhadap tubuh ikan nila masih dapat ditolerir
oleh tubuh atau telah melewati ambang batas sehingga mengakibatkan kematian. Menurut Connel dan Miller 1995, bahwa secara fisiologis, kehadiran xenobiotik
dalam tubuh ikan merangsang ikan melakukan perlawanan untuk meminimalisir dampak racun yang ditimbulkan. Perlawanan tersebut dilakukan melalui proses
biotransformasi, detoksifikasi dan ekskresi. Lebih lanjut dikatakan bahwa kemampuan organisme melakukan perlawanan ditentukan oleh konsentrasi dan
sifat toksik yang ditimbulkan, yaitu semakin tinggi konsentrasi dan sifat toksik yang dimiliki oleh toksikan maka kemampuan organisme melakukan perlawanan
akan semakin kecil. Respon tingkah laku ikan uji memperlihatkan bahwa semakin tinggi
tingkatan konsentrasi maka terjadi perubahan tingkah laku, antara lain gerakan berenang yang tidak teratur, cenderung berada dipermukaan, adanya gerakan
seperti terkejut-kejut, frekuensi gerak operculum terus menerus dengan bukaan yang lebih lebar, selanjutnya ikan cenderung diam dan kehilangan refleks dan
akhirnya menjadi kakumati. Respon tersebut karena adanya pengaruh sifat nikel yang menyerang sistem saraf pusat sebagai jaringan sasaran. Pernyataan tersebut
didukung oleh Connel dan Miller 1995 bahwa suatu organisme pada saat terpapar logam berat, akan mengganggu kerja sistem saraf pusat. Nikel yang
terpapar pada ikan nila GIFT dapat menghambat kerja asetilkolinesterase AChE, sehingga terjadi akumulasi asetilkolin ACh dalam susunan saraf pusat.
Akumulasi tersebut akan menginduksi tremor, inkoordinasi, kejang-kejang sampai menyebabkan ikan uji menjadi kaku. Akumulasi asetilkolin pada neuromusculer
42
akan mengakibatkan kontraksi otot yang diikuti dengan kelemahan, hilangnya refleks dan paralisis.
b. Akumulasi nikel dalam darah dan daging