33
ditengah-tengah. Satu kotak kecil luasnya adalah 0.2 x 0.2 mm = 0.04 mm
2
, sehingga 5 kotak itu luasnya 5 x 0.04 mm
2
= 0.2 mm
2
. Kedalaman kamar hitung adalah 0.1 mm, sehingga volume cairan di dalam kamar hitung yang diamati
adalah 0.2 mm
2
x 0.1 mm = 0.02 mm
3
atau 2100 mm
3
. Dengan demikian jumlah eritrosit per mm
3
darah dapat diketahui yaitu 1002 = 50 a butir. Karena
menggunakan pengencer 0.5:100 atau 1:200, maka jumlah eritrosit di dalam mm
3
darah dapat diketahui yaitu 50 x 200 x a butir atau a x 10
4
• Leukosit
butir eritrosit.
Sampel darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel darah merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan
leukosit digunakan pipet berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula darah diisap dengan pipet hingga skala 1.0, ujung pipet dibersihkan
dengan kertas tisu kemudian larutan Turks diisap dengan cepat dan hati-hati hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pencampuran dilakukan dengan
menggoyang pipet selama 3 menit agar darah tercampur dengan homogen. Setelah pencampuran selesai, larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur
dibuang dengan menggunakan kertas tisu. Kemudian larutan diteteskan pada kamar hitung hemositometer dengan cara menempelkan ujung pipet pada
pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama pada perhitungan eritrosit, tetapi yang digunakan 16 kotak
pada setiap sudut. Jika jumlah semua butir darah putih pada keempat kotak itu adalah a, maka per mm
3
larutan mengandung a x 104. Faktor pengenceran 200 kali, maka jumlah leukosit per mm
3
c. Kondisi Histopatologi
darah adalah 200 x 104 x a = 500a butir.
Untuk mengetahui apakah terjadi kerusakan jaringan dilakukan pengamatan preparat histologis terhadap organ-organ ikan nila, seperti insang dan hati.
Metode yang digunakan adalah Metode Histoteknik, dengan penguat embedding material
parafin dan ketebalan preparat 5 mikron Kiernan 1990, diacu dalam Siahaan 2003. Tahap kerja dari metode mikrometrik adalah sebagai berikut:
pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, clearing, infiltrasi, penanaman embedding, proses pemotongan, penempelan sayatan pada gelas
34
obyek afixing, deparafinasi dan pewarnaan. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histologis antara lain: larutan fiksatif Bouin terdiri dari: asam
pikrat jenuh, formalin dan asam asetat glasial; alkohol, xylol, akuades, parafin dan entelan. Pewarna yang digunakan adalah Hematoksilin-eosin dan pewarna khusus
logam berat. - Pengambilan sampel sampling
Pengambilan hati dan insang dari dalam tubuh ikan nila dilakukan dengan menggunakan pisau tajam yang selanjutnya akan dijadikan preparat histologis.
Potongan tersebut dicuci sampai bersih dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis dan selanjutnya diawetkan dalam larutan pengawet dan dimasukkan ke
dalam wadah bekas rol film.
- Pengawetan fiksasi Proses pengawetan dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi perubahan
pasca mati pada jaringan, menjaga agar bagian padat dan bagian cair protoplasma sel tetap terpisah, merubah bagian-bagain sel agar menjadi bahan-bahan yang
tidak larut pada proses berikutnya. Melindungi sel dari proses pengerutan saat dimasukkan ke dalam alkohol atau parafin panas serta meningkatkan kemampuan
dari tiap-tiap bagian jaringan agar dapat diwarnai serta serta meningkatkan indeks refraksi jaringan sehingga visibilitasnya naik.
Larutan fiksasi yang baik dapat melakukan penetrasi secara cepat untuk mencegah terjadinya perubahan pasca mati, mengkoagulasi substansi-substansi sel
menjadi substansi yang tidak larut, melindungi jaringan dari pengerutan dan kerusakan baik pada saat dehidrasi, embedding, maupun pada saat pemotongan
serta memudahkan pewarnaan bagian-bagian sel. Pada penelitian ini larutan pengawet yang digunakan adalah larutan pengawet Bouin.
Organ yang difiksasi dalam larutan Bouin selanjutnya dicuci dalam alkohol 70. Pencucian ini dimaksudkan untuk menghilangkan sisa bahan pengawet
yang terdapat di dalam jaringan, yang dapat mengganggu proses mikroteknik selanjutnya. Organ yang telah dicuci kemudian disimpan dalam alkohol 70
sebelum proses selanjutnya. - Proses penghilangan air Dehidrasi
35
Proses ini merupakan proses penarikan air dari jaringan yang dilakukan dengan cara merendam jaringan ke dalam alkohol absolut. Penggunaan alkohol
bertingkat ditujukan selain untuk menarik air, juga dapat mencegah terjadinya pengerutan.
- Proses penjernihan clearing Untuk menghilangkan pengaruh alkohol yang terdapat di dalam jaringan,
maka selanjutnya jaringan tersebut direndam dalam xylon. Setelah dilakukan proses penjernihan maka jaringan akan lebih transparan dan berwarna lebih tua.
- Proses Infiltrasi infilting Jaringan yang telah mengalami proses penjernihan selanjutnya direndam ke
dalam parafin secara bertingkat pada suhu 60 ˚C parafin keras. Penggunaan
parafin keras agar dapat dilakukan pemotongan yang tipis. - Proses penanaman embedding
Proses ini merupakan kelanjutan dari proses infiltrasi, yaitu penanaman organ ke dalam parafin. Proses ini harus dilakukan di atas api bunsen sehingga
seluruh alat-alat yang digunakan harus dalam keadaan hangat untuk mencegah agar parafin tidak mengeras sebelum pekerjaan selesai. Peletakan jaringan di
dalam wadah harus sedemikian rupa sehingga memudahkan pada saat pemotongan dan pengenalan kembali jaringan. Wadah yang telah berisi jaringan
bercampur parafin didinginkan untuk mengeraskan parafinnya. Blok yang sudah mengeras kemudian diletakkan pada blok kayu, untuk disimpan dalam kulkas
minimal 6 jam sebelum dipotong. - Proses pemotongan blok jaringan
Blok jaringan dipotong dengan menggunakan mikrotom. Ketebalan jaringan ditetapkan setebal 5 mikron. Hasil sayatan diapungkan terlebih dahulu
pada air hangat 40 ˚C, lalu diletakkan di atas gelas obyek. Selanjutnya gelas
obyek diletakkan di atas hot plate selama 10 sampai 15 menit sampai selruh air yang berada diantara jaringan dan gelas obyek menguap. Gelas obyek disimpan
di dalam inkubator 37 ˚C – 40 ˚C selama satu malam sebelum digunakan pada
proses selanjutnya.
36
- Proses pewarnaan hematoksilin-eosin Sebelum dilakukan pewarnaan, permukaan gelas obyek dimana terdapat
sayatan jaringan terlebih dahulu diberi tanda. Hal ini dilakukan agar pada saat gelas obyek dibersihkan dari sisa-sisa larutan, maka bagian yang dibersihkan
adalah permukaan yang tidak bertanda. Proses pewarnaan ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu:
1 Deparafinisiasi dengan xylol-dilakukan untuk menghilangkan parafin, yaitu dengan cara merendam gelas obyek berisi jaringan ke dalam larutan xylol
secara bertahap mulai dari xylol III, II, dan I. 2 Rehidrasi- dilakukan untuk memasukkan air ke dalam jaringan, yaitu dengan
cara merendam gelas obyek ke dalam alkohol secara menurun, mulai dari alkohol absolut III sampai ke alkohol 70. Kemudian perendaman dilanjutkan
ke dalam air mengalir dan akuades. 3 Pewarnaan hematoksilin.
4 Perendaman ke dalam air mengalir dengan ketentuan bahwa semakin lama berada di dalam air mengalir maka warna biru yang timbul akan semakin
menyolok. 5 Perendaman ke dalam akuades untuk menghilangkan proses pewarnaan biru.
6 Pemeriksaan dibawah mikroskop, jika warna yang timbul terlalu tua maka dapat dipucatkan dengan cara mencelup secara cepat ke dalam larutan HCl 1
N, sebaliknya jika warna terlalu pucat maka dapat dicelupkan lagi ke dalam hematoksilin.
7 Pewarnaan eosin. 8 Dehidrasi dalam alkohol bertingkat secara cepat, mulai dari alkohol 70
sampai dengan 95. Kemudian dilanjutkan perendaman ke dalam alkohol absolut I selama 1 – 2 menit. Dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop
untuk melihat kontras warna biru dan merah. Jika warna merah kurang kontras maka dilakukan kembali pewarnaan eosin, sebaliknya jika warna tersebut
sudah kontras maka perendaman dilanjutkan sampai pada alkohol absolut III. 9 Clearing dengan xylol secara bertingkat mulai dari xylol I sampai III.
37
10 Mounting-preparat diberi perekat dengan menggunakan kanada balsam, lalu ditutup dengan kaca penutup, dikeringkan dan diamati dibawah mikroskop.
Preparat selanjutnya diberi label sesuai dengan perlakuan. Pengamatan kerusakan jaringan dilakukan dengan membuat preparat
histologi insang dan hati. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari ke-15 dan hari ke-30 akhir penelitian. Metode yang digunakan adalah metode
histoteknik. Tahapan kerja dari metode ini adalah pengambilan sampel, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi, penanaman, proses pemotongan, penempelan
sayatan pada gelas objek, deparafinisasi, dan pewarnaan Kiernan 1990. Preparat yang dibuat selanjutnya diamati menggunakan mikroskop digital dengan
perbesaran 40 kali, 100 kali, dan 200 kali.
d. Laju Pertumbuhan