31
perlakuan dan 3 ulangan yaitu : perlakuan A tanpa nikel sebagai kontrol, perlakuan B 10 dari LC
50
-96 jam, perlakuan C 30 dari LC
50
a. Tingkat Konsumsi Oksigen
-96 jam. Pada tahap ini, digunakan ikan uji sebanyak 180 ekor dengan masing-masing unit
sebanyak 20 ekor. Percobaan dirancang mengikuti Rancangan Acak Lengkap RAL. Uji sub-kronik dilakukan selama 32 hari. Variabel yang diamati, sebagai
berikut :
Tingkat konsumsi oksigen diukur dengan menghitung rasio oksigen terlarut pada awal dan akhir penelitian persatuan waktu. Botol respirasi yang digunakan
diisi air sampai penuh, selanjutnya diaerasi dengan kuat bubling selama 2 hari agar kandungan oksigennya bertambah. Setelah diaerasi air media dibiarkan
selama setengah jam, kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Oksigen terlarut diukur dengan menggunakan DO-meter terkalibrasi. Ikan ditimbang
kemudian dimasukkan kedalam botol respirasi, diukur DO awal, kemudian ditutup dan diukur setiap 1 jam dengan waktu pengukuran selama 3 – 4 jam.
Kemudian diukur DO akhir, maka akan didapatkan tingkat konsumsi oksigen menggunakan rumus dibawah ini Liao dan Huang 1975 :
TKO = {DO – DO
t
Keterangan: TKO = Tingkat Konsumsi oksigen mg O W x t} x V……….4
2
DO g tubuh jam
DO = Oksigen terlarut pada awal pengamatan ppm
t
W = Bobot ikan uji g
= Oksigen terlarut pada akhir pengamatan ppm t = Periode pengamatan jam
V = Volume air dalam respirometer L
Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada hari ke-0, 8, 16, 24, dan 32.
b. Kondisi Hematologi
• Kadar Hematokrit Ht
Pengukuran hematokrit menggunakan Microhematocrit method. Ujung mikrohematokritmikrokapiler berheparin untuk mencegah pembekuan darah
dalam tabung ditempelkan pada tetesan darah dan dibiarkan mengalir sendiri memasuki ruangan sampai volume darah mencapai ¾ bagian tabung kemudian
salah satu ujung tabung disumbat dengan crestaseal. Darah disentrifuge pada
32
kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Setelah itu akan terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri dari lapisan plasma yang jernih di bagian atas, kemudian lapisan putih
abu-abu buffy coat yang merupakan trombosit dan leukosit, serta lapisan eritrosit yang berwarna merah. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur persentase
volume eritrosit dari darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit dan dinyatakan dalam persentase Ht.
• Kadar Hemoglobin Hb
Pengukuran kadar hemoglobin pada prinsipnya adalah mengkonversikan hemoglobin dalam darah ke dalam bentuk asam hematin oleh asam klorida. Mula-
mula darah diisap menggunakan pipet sahli hingga skala 20 mm
3
• Eritrosit
, kemudian dipindahkan ke dalam tabung Hb yang berisi HCl 0.1 N sampai skala 10 kuning.
Didiamkan selama 3–5 menit agar Hb bereaksi dengan HCl membentuk asam hematin, kemudian diaduk dan ditambahkan aquadestila sedikit demi sedikit
hingga warnanya sama dengan standar. Pembacaan skala dilakukan dengan melihat tinggi permukaan larutan yang dikocok dengan skala lajur g yang
menunjukkan banyaknya Hb dalam gram setiap 100 ml darah dan dinyatakan dalam persentase Hb.
Sampel darah diencerkan dengan larutan Hayem untuk menghancurkan sel darah putih agar jumlah sel darah merah dapat dihitung. Pengenceran dilakukan
dengan menggunakan piper pencampur berskala maksimum 101 yang dilengkapi pengaduk. Darah diisap hingga skala 0,5 pada pipet, ujung pipet dibersihkan
dengan tissue, kemudian larutan hayem diisap dengan cepat dan hati-hati hingga skala 101 menggunakan pipet yang sama. Pipet dikocok selama 3 menit dengan
hati-hati sehingga darah tercampur merata pada bagian yang bertanda 1–101. Larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur dibuang dengan menggunakan
tisu. Darah yang teraduk diteteskan ke dalam hemositometer yang dilengkapi dengan gelas penutup hingga memenuhi seluruh permukaan yang berskala.
Selanjutnya dilakukan penghitungan di bawah mikroskop. Untuk menghitung jumlah eritrosit digunakan 5 kotak kecil yang terletak di
bagian tengah kamar hitung yaitu empat kotak di sudut-sudutnya dan satu kotak
33
ditengah-tengah. Satu kotak kecil luasnya adalah 0.2 x 0.2 mm = 0.04 mm
2
, sehingga 5 kotak itu luasnya 5 x 0.04 mm
2
= 0.2 mm
2
. Kedalaman kamar hitung adalah 0.1 mm, sehingga volume cairan di dalam kamar hitung yang diamati
adalah 0.2 mm
2
x 0.1 mm = 0.02 mm
3
atau 2100 mm
3
. Dengan demikian jumlah eritrosit per mm
3
darah dapat diketahui yaitu 1002 = 50 a butir. Karena
menggunakan pengencer 0.5:100 atau 1:200, maka jumlah eritrosit di dalam mm
3
darah dapat diketahui yaitu 50 x 200 x a butir atau a x 10
4
• Leukosit
butir eritrosit.
Sampel darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel darah merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Untuk mengencerkan
leukosit digunakan pipet berskala maksimum 11 yang dilengkapi pengaduk. Mula-mula darah diisap dengan pipet hingga skala 1.0, ujung pipet dibersihkan
dengan kertas tisu kemudian larutan Turks diisap dengan cepat dan hati-hati hingga skala 11 menggunakan pipet yang sama. Pencampuran dilakukan dengan
menggoyang pipet selama 3 menit agar darah tercampur dengan homogen. Setelah pencampuran selesai, larutan pada ujung pipet yang tidak tercampur
dibuang dengan menggunakan kertas tisu. Kemudian larutan diteteskan pada kamar hitung hemositometer dengan cara menempelkan ujung pipet pada
pertemuan antara dasar kamar hitung dan kaca penutup. Perhitungan dilakukan dengan cara yang sama pada perhitungan eritrosit, tetapi yang digunakan 16 kotak
pada setiap sudut. Jika jumlah semua butir darah putih pada keempat kotak itu adalah a, maka per mm
3
larutan mengandung a x 104. Faktor pengenceran 200 kali, maka jumlah leukosit per mm
3
c. Kondisi Histopatologi