Hirarkhi alternatif kebijakan berdasarkan faktor pendukung

113 Tabel 15. Hirarkhi Faktor Pendukung Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat Faktor Pendukung Dimensi 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 Zonasi pemanfaatan lahan mangrove Kerusakan sumberdaya hutan Keterlibatan stakeholder Akses masyarakat lokal Hasil inventarisasi pemanfaatan mangrove Perubahan keragaman habitat Struktur relung komunitas 0,074 0,373 0,062 0,254 0,040 0,123 0,073 0,094 0,333 0,041 0,195 0,048 0,232 0,057 0,064 0,391 0,036 0,180 0,070 0,213 0,047 Keterangan : Dimensi : 1 = sosial; 2= ekonomi; 3 = ekologi

8. Hirarkhi alternatif kebijakan berdasarkan faktor pendukung

Kebijakan sistem pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan sangat ditentukan oleh berbagai faktor pendukung dalam pengelolaannya. Oleh karena itu berdasarkan hasil AHP ditentukan tiga alternatif kebijakan sebagai berikut : 1 . Alternatif kebijakan pengelolaan hutan mangrove sebagai kawasan konservasi. Penetapan rencana kawasan konservasi yang didasarkan pada potensi ekosistem pesisir yang meliput i : • Kawasan Hutan Mangrove pada Kecamatan Seram Barat pada Teluk Piru, Teluk Kotania dan Teluk Pelita Jaya dengan cakupan luasan sebesar 1427,2 Ha. Dengan cakupan luasan areal komunitas mangrove di perairan ini diperkirakan dapat menunjang kehidupan berbagai biota laut yang hidup berasosiasi dengan komunitas hutan bakau serta dapat memberikan kontribusi unsur hara yang sangat signifikan bagi keberadaan perairan sekitar. • Kawasan hutan mangrove pada Kecamatan Huamual Belakang dengan luasan hutan mangrove 745,1 ha. 114 • Kawasan Hutan Mangrove pada Kecamatan Kairatu dengan luasan mencapai 17 Ha. Dengan cakupan luasan areal komunitas mangrove di perairan ini diperkirakan dapat menunjang kehidupan berbagai organisme laut. 2 . Alternatif kebijakan pengelolaan hutan mangrove sebagai kawasan wisata pantai. Berdasarkan kondisi biofisik dan kehadiran habitat utama dengan disertai keanekaragaman sumberdaya hayati di dalamnya maka ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat layak dikembangkan menjadi daerah wisata pantai. Kondisi ekosistem hutan mangrove yang memiliki keindahan pesisir pantai, terumbu karang dan keragaman biota yang cukup tinggi, sehingga memberikan nuansa panorama pesisir dan bawah laut yang unik dan menarik. 3 . Alternatif kebijakan pengelolaan hutan mangrove sebagai kawasan budidaya perikanan . Secara keseluruhan kawasan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat khususnya Kecamatan Seram Barat dapat digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan. Pengelolaan hutan mangrove sebagai kawasan budidaya perikanan lebih diprioritaskan pada Teluk Kotania yang terdiri dari banyak pulau-pulau kecil dan teluk-teluk yang terlindung. Penentuan hirarkhi alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem hutan mangrove berkelanjutan ditentukan berdasarkan faktor pendukung. Hirarkhi alternatif kebijakan berdasarkan faktor pendukung disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa alternatif kebijakan konservasi dianggap paling memungkinkan untuk dilaksanakan. Hasil sintesis dari ketujuh faktor pendukung di atas, menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang dapat diaplikasikan dalam pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku yaitu : konservasi 0,664 66,4; budidaya perikanan 0,234 23,4 dan wisata pantai 0,103 10,3 Gambar 23. 115 Tabel 16. Hirarkhi Alternatif Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat No Alternatif kebijakan Faktor 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 Budidaya perikanan Konservasi Wisata pantai 0,327 0,260 0,413 0,171 0,750 0,078 0,199 0,733 0,068 0,297 0,645 0,058 0,236 0,682 0,082 0,297 0,645 0,058 0,123 0,707 0,170 Keterangan : 1= zonasi pemanfatan lahan mangrove ; 2= kerusakan sumberdaya hutan; 3= keterlibatan stakeholder; 4 = akses masyarakat lokal; 5 = hasil inventarisasi pemanfataan mangrove; 6 = perubahan keragaman habitat; 7= struktur relung komunitas Hasil analisis AHP yang menunjukkan prioritas kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku, dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23. Grafik Prioritas Kebijakan Pengelolaan Hutan mangrove 116 Kebijakan Konservasi Hasil AHP menunjukkan bahwa kebijakan konservasi 66,4 merupakan prioritas pertama dalam pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku. Arahan kebijakan konservasi dalam pengelolaan hutan mangrove adalah sebagai berikut : 1. Perlunya konservasi hutan mangrove sesuai dengan potensi dan keanekaragaman sumberdaya hutan yang cukup tinggi. 2. Konservasi hutan mangrove diarahkan pada program rehabilitasi mangrove pada lahan yang mengalami kerusakan fisik. Konservasi merupakan kebijakan utama yang diarahkan untuk pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat dengan bobot 66,4. Hal ini mengindikasikan bahwa ekosistem hutan mangrove ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Pentingnya dilakukan upaya konservasi ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat mengingat potensi sumberdaya perikanan bernilai ekonomi tinggi yang dijumpai pada ekosistem mangrove pada setiap wilayah di Kabupaten Seram Bagian Barat. Selain itu mangrove juga mempunyai fungsi fisik yaitu sebagai pelindung pantai dari kemungkinan erosi, abrasi dan tsunami. Guna kepentingan konservasi ekosistem mangrove di daerah ini dapat dihijaukan sesuai dengan jenis yang pernah ada atau jenis yang sesuai dengan kondisi substrat saat ini pada daerah yang tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Kehadiran hutan mangrove adalah penting untuk mencegah abrasi pantai dan melindungi sejumlah biota yang biasa hidup dan berasosiasi dengan tumbuhan mangrove. Mangrove yang tumbuh di perairan pantai harus mendapat perhatian untuk direhabilitasi kembali karena kondisinya saat ini sudah cenderung berkurang, terutama pada lokasi-lokasi yang pernah ditumbuhi mangrove. Sampai saat ini kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di beberapa lokasi penelitian khususnya di Kecamatan Seram Barat telah dilakukan oleh pihak pemerintah sebagai motivator 117 yang bermitra dengan LSM dan masyarakat, sampai dengan tahun 2007 luas lahan mangrove yang sudah direboisasi seluas 23 Ha. Kebijakan Budidaya Perikanan Kebijakan budidaya perikanan 23,4 mendapat prioritas kedua dalam pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku. Arahan kebijakan pengelolaan hutan mangrove untuk budidaya perikanan adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan kapasitas SDM pesisir dalam pengelolaan hutan mangrove sebagai budidaya perikanan. 2. Pembentukan kelompok budidaya perikanan dalam masyarakat. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia pesisir diperlukan untuk menghasilkan nelayan budidaya yang trampil dalam mencapai produktivitas hasil budidaya perikanan. Disamping itu perlunya pembentukan kelompok budidaya perikanan, juga melakukan pembinaan dan pengawasan secara kontinyu. Melalui pembentukan kelompok diharapkan ada kesamaan persepsi dalam pengelolaan hutan mangrove. Arahan kebijakan pengelolaan hutan mangrove untuk budidaya perikanan diharapkan dapat mengubah pola hidup masyarakat sekitar yang sering melakukan kegiatan penebangan mangrove, selain itu dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat pesisir dalam meningkatkan pendapatannya sebagai nelayan. Pengembangan kawasan tambak untuk kegiatan budidaya perikanan dapat dilakukan di Kabupaten Seram Bagian Barat, khususnya di kecamatan Seram Barat. Menurut Anwar 2009, guna mengakomodasi kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan, hutan mangrove dapat dikelola dengan model silvofishery atau wanamina yang dikaitkan dengan program rehabilitasi pantai dan pesisir. Kebijakan Wisata Pantai Kebijakan pengelolaan hutan mangrove yang menempati urutan ketiga adalah wisata pantai 10,3. Arahan kebijakan pengelolaan hutan mangrove untuk wisata pantai adalah sebagai berikut : 118 1. Pengembangan wisata pantai sesuai dengan potensi hutan mangrove dan wilayah pesisir. 2. Pertumbuhan UKM yang mendukung kegiatan wisata pantai dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Kebijakan pengelolaan hutan mangrove sebagai wisata pantai akan dapat melestarikan lingkungan hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, disamping memberikan kontribusi bagi PAD di kabupaten tersebut. Pengembangan ekosistem untuk wisata pantai diharapkan dapat mengubah pola hidup masyakat yang sering melakukan kegiatan penebangan mangrove, selain itu dapat menciptakan peluang usaha bagi masyarakat. Kebijakan ini mempunyai implikasi ekonomi yang cukup besar bagi peningkatan pendapatan masyarakat pesisir di sekitar lokasi wisata secara khusus dan masyarakat umum lainnya. Selain itu, seluruh kegiatan sosial-budaya dan sosial-ekonomi pada kawasan ekowisata tersebut akan memberikan retribusi yang cukup memadai bagi Pemda Kabupaten Seram Bagian Barat melalui berbagai dinasunit-unit teknis terkait, sesuai tiap kegiatan yang berlangsung pada kawasan wisata dan sekitarnya. Adanya peluang pengembangan kawasan wisata pantai akan diikuti oleh sejumlah kegiatan sosial-ekonomi dan budaya yang cukup potensial bagi Kabupaten Seram Bagian Barat. Seluruh kegiatan sosial-budaya dan sosial-ekonomi pada kawasan ekowisata tersebut selain akan memberikan dampak cukup penting bagi kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitar kawasan dan masyarakat lainnya, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

8.2. Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove