39
3.5. Analisis Data 3.5.1 Analisis Vegetasi
Hasil pencacahan analisis vegetasi digunakan untuk menghitung kerapatan jenis, frekuensi jenis, dominansi jenis, dan indeks nilai penting Kusmana, 1995 dan
Bengen, 2000 sebagai berikut : 1. Kerapatan Jenis i D
i
n
adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area.
Rumus : D
i i
A =
dan n RD
i i
∑ = X 100
n
dimana : D
i
= Kerapatan jenis i Indm
2
; A = Luas total area pengamatan sampel m
2
; n
i
= Jumlah total tegakan jenis I; RD
i
2. Frekuensi Jenis i F = Kerapatan relatif jenis I
dan ∑ n = Jumlah total tegakan seluruh jenis
i
Rumus : P
adalah peluang kehadiran jenis i dalam plot .
F
i i
= ∑
dan
P
F RF
i i
= X 100 ∑
dimana : F
F
i
= Frekuensi jenis i; P
i
= Jumlah plot ditemukannya jenis i; ∑p = Jumlah
total plot yang diamati; Rf
i
= Frekwensi relatif jenis i ; ∑ F = Jumlah frekwensi seluruh jenis
3. Dominansi jenis i C
i
Rumus :
∑BA
adalah Luas penutupan jenis i dalam plot.
C
i
A =
dan C RC
i i
= ∑
C
x 100 dimana BA =
π DBH
2
4
40 dimana : C
i
= dominansi jenis dalam satu unit area ; A = Luas total plot m
2
3. Indeks Nilai Penting INP merupakan nilai penting dari jenis mangrove berkisar antara 0 sampai 300 . Nilai penting ini memberikan gambaran mengenai
pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam komunitas itu sendiri, rumusnya :
; ∑C = Jumlah penutupan dari semua jenis ; RCI = Penutupan relatif jenis i
; DBH = lingkar batang m
INP = KR + FR + DR
dimana : KR = kerapatan relatif jenis ; FR = Frekuensi relatif jenis ; DR = dominansi relatif jenis.
4. Keanekaragaman Keanekaragaman yang diwujudkan dalam indeks keanekaragaman adalah suatu
penggambaran keanekaragaman berdasarkan nilai penting jenis dalam komunitas. Indeks keanekaragaman yang digunakan adalah indeks keanekaragaman Shannon
Wiener Magurran,1991 :
H’ = - ∑ pi log2 pi = ∑ niN log2 niN
dimana ; p
i
= proporsi species ke-i.= n
i
N n
i
= banyaknya individu species ke-i N= total banyaknya individu
3.5.2. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Land cover
Analisis perubahan penutupan lahan land cover hutan mangrove dilakukan dengan metode SIG yaitu dengan overlay terhadap dua citra yang telah diolah,
sehingga dapat diketahui perubahan luasan obyek yang diamati. Dengan cara ini dapat diketahui luas perubahan penutupan lahan yang terjadi pada ekosistem hutan
mangrove. Adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut :
1. Persiapan data Citra Landsat 7 ETM+ tahun 2001 dan 2005. 2. Pemulihan Citra Image restoration Lillesand dan Kiefer, 1990
41 Pemulihan berfungsi untuk memulihkan citra yang mengalami distorsi atau rusak,
ke arah gambaran yang sebenarnya atau ke arah yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di bumi, sehingga citra dapat bermanfaat untuk analisis. Langkah yang
dilakukan yaitu dengan menggunakan koreksi geometrik. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan titik kontrol lapangan GCP
dengan tahapan sebagai berikut : • Pemilihan titik kontrol lapangan GCP secara tersebar merata di seluruh citra
pada obyek yang relatif permanen dan tidak berubah dalam kurun waktu pendek • Perhitungan root mean squared error RMSE setelah GCP terpilih. Sebaiknya
RMSE bernilai kurang dari 0,5 piksel. • Resampling, yaitu proses penerapan alih ragam geometrik terhadap data asli.
3. Pemotongan Citra image cropping Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan lokasi yang
akan diteliti. Pemotongan dilakukan setelah citra tersebut dikoreksi. 4. Penajaman Citra image enhancement Lillesand dan Kiefer, 1990
Penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampakan kontras diantara kenampakan pada citra, sehingga meningkatkan jumlah informasi yang dapat
diinterpretasikan secara visual pada citra. False colour composite FCC merupakan penajaman dengan menggunakan warna dalam meningkatkan kontras
citra dengan menggabungkan tiga warna primer, yaitu : biru, hijau dan merah. Pada citra Landsat, FCC yang digunakan untuk mendeteksi atau membedakan
secara visual hutan mangrove dengan hutan darat adalah citra komposit warna semu RGB kombinasi band 453.
5. Klasifikasi Citra image classification Lillesand dan Kiefer, 1990 Dalam penelitian ini klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi tidak
terbimbing unsupervised classification. Klasifikasi tidak terbimbing merupakan klasifikasi tanpa menggunakan daerah contoh yang ditetapkan. Klasifikasi
dilakukan berdasarkan nilai piksel secara statistik dan kelas yang diperoleh merupakan kelas yang abstrak.
Jumlah kelas citra Landsat tahun 2003 sama dengan jumlah kelas tahun 2005. Citra klasifikasi yang sebelumnya memiliki format data raster . ers dikonversi
42 menjadi format data vektor .shp pada Arc View 3.3 untuk mengetahui jumlah
luasan penutupan lahan. 6. Setelah format diseragamkan citra dianalisis dengan menggunakan Sistem
Informasi Geografi GIS dengan software Arc view 3.3. Proses overlay dilakukan dengan menggabungkan kedua citra Landsat dan hasilnya dapat digunakan untuk
mengetahui perubahan penutupan lahan land cover hutan mangrove. Diagram Alir Tahapan kerja Analisis Perubahan Penutupan Lahan Land cover
hutan mangrove adalah sebagai berikut :
43 Gambar 5. Diagram Alir Tahapan kerja Analisis Perubahan Penutupan Lahan Land
cover Hutan Mangrove
Penyiapan Data
Citra Landsat ETM+ tahun 2001
Citra Landsat ETM+ tahun 2005
Koreksi Geometrik
Pemotongan Citra Koreksi Geometrik
Pemotongan Citra
Penajaman Citra Penajaman Citra
Komposit band 453 Komposit band 453
Klasifikasi tak terbimbing
Citra Hasil Klasifikasi
Citra Hasil Klasifikasi
Overlay Peta RBI
Data Perubahan Penutupan Lahan Land
cover Mangrove Klasifikasi tak
terbimbing
44
3.5.3. Analisis Ekonomi
Analisis manfaat dan biaya dilakukan untuk seluruh jenis fungsi dan manfaat sumberdaya mangrove. Dalam mentransformasi nilai-nilai ekonomi sumberdaya
mangrove, menurut Ruitenbbek 1991 dan Bann 1998 dapat dilakukan sebagai berikut : 1 mengidentifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya mangrove; 2
mengkuantifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya mangrove ke dalam nilai uang. 1. Mengidentifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya mangrove
Analisis ekonomi hanya dilakukan terhadap nilai manfaat langsung direct use value hutan mangrove. Nilai manfaat langsung hutan mangrove adalah nilai
manfaat yang langsung diperoleh dari suatu sumberdaya mangrove. Total manfaat langsung dapat dihitung dengan menjumlahkan semua manfaat langsung tersebut.
Nilai Manfaat Langsung dihitung dengan rumus berikut :
NML = ML H
i
+ MLP
i
dimana : ML = manfaat langsung; ML H
i
sehingga :
2
ML H
= manfaat langsung hasil hutan i = 1,2 1 = kayu bakar ; 2 = bibit mangrove
i
= ∑ H
i i
ML P = 1
i
3
ML P
= manfaat langsung perikanan i = 1, 2, 3 1 = kepiting bakau, 2 = udang; 3 = ikan
i
= ∑ P
i i
2. Mengkuantifikasi manfaat dan fungsi sumberdaya mangrove ke dalam nilai uang. Pendekatan nilai pasar digunakan untuk komoditi-komoditi yang langsung
dapat diperdagangkan, seperti kayu bakar, kepiting bakau dan ikan.
= 1
45
3.5.4 . Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove
Penilaian keberlanjutan sistem pengelolaan hutan mangrove saat ini dilakukan dengan pendekatan Rap-Mforest melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Tahap penentuan indikator-indikator ekosistem hutan mangrove secara berkelanjutan untuk masing-masing dimensi ekologi, ekonomi dan sosial dan
multidimensi. 2. Tahap penilaian setiap indikator dalam skala ordinal berdasarkan kriteria
keberlanjutan untuk setiap faktor dan analisis ordinasi yang berbasis metode multidimensional scaling MDS
3. Tahap penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat.
Untuk setiap indikator pada masing-masing dimensi diberikan skor yang mencerminkan kondisis keberlanjutan dari dimensi yang dikaji. Rentang skor
ditentukan berdasarkan kriteria yang dapat ditemukan dari hasil pengamatan dan analisis data sekunder. Rentang skor berkisar antara 1-3, tergantung pada keadaan
masing-masing indikator yang diartikan mulai dari buruk sampai baik. Nilai buruk mencerminkan kondisi paling tidak menguntungkan bagi pengelolaan ekosistem hutan
mangrove berkelanjutan, sebaliknya nilai baik mencerminkan kondisi paling menguntungkan.
Tabel 2 menyajikan indikator-indikator dan skor yang akan digunakan untuk menilai kondisi keberlanjutan sistem pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten
Seram Bagian Barat. Indikator-indikator tersebut diperoleh dari studi pustaka CIFOR dan LEI menyangkut Sustainable forest management SFM, serta berdasarkan
pengamatan di lapangan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Tabel 2. Indikator-indikator dan skor keberlanjutan ekosistem hutan mangrove
Dimensi dan indikator Skor
Baik Buruk
Keterangan Dimensi ekologi
Perubahan keragaman habitat
1; 2; 3 3
1 1 banyak; 2sedikit;
3 tidak ada Struktur relung
komunitas 1; 2; 3
3 1
1 banyak ; 2 sedikit perubahan; 3 tidak
menunjukkan perubahan
46 Ukuran populasi dan
struktur demografi 1; 2; 3
3 1
1sangat berubah; 2 sedikit berubah; 3
tidak berubah
Tingkat keragaman hutan mangrove
1; 2; 3 3
1 1 tidak beragam, 2
cukup beragam; 3 sangat beragam
Perubahan kualitas air 1; 2; 3
3 1
1 banyak; 2 sedikit; 3 tidak ada
Rantai makanan dan ekosistem
1; 2; 3 3
1 1 banyak
terkontaminasi; 2 sedikit terkontaminasi;
3 tidak terkontaminasi
Dimensi sosial
kebijakan dan perencanaan
pengelolaan hutan mangrove
1; 2; 3 3
1 1 tidak ada; 2 ada,
tapi tidak dilaksanakan; 3 ada dan
dilaksanakan
Koordinasi antar lembaga
1; 2; 3 3
1 1 tidak ada; 2 ada,
tapi tidak dilaksanakan; 3 ada dan
dilaksanakan
Akses masyarakat lokal terhadap hutan
mangrove 1; 2; 3
3 1
1 tidak punya sama sekali; 2 rendah; 3
tinggi
Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
sumberdaya hutan mangrove
1; 2; 3 3
1 1 rendah, 2 sedang;
3 tinggi
Tingkat pendidikan masyarakat
1; 2; 3 3
1 1 di bawah rata-rata
nasional; 2sama dengan rata-rata
nasional ;3 di atas rata-rata nasional
Kerusakan sumberdaya hutan oleh masyarakat
1; 2; 3 3
1 1 besar; 2 sedang;
3 kecil
Pola hubungan antar stakeholder
1; 2 2
1 1 tidak saling
menguntungkan 2 saling
menguntungkan
Pengetahuan masyarakat tentang hutan mangrove
1; 2; 3 3
1 1 rendah,2 sedang
;3 tinggi
47 Peranserta masyarakat
dalam pengelolaan hutan mangrove
1; 2; 3 3
1 1rendah;2 sedang;
3 tinggi
Dimensi ekonomi Pemanfaatan mangrove
oleh masyarakat
1; 2; 3 3
1 1 rendah; 2 sedang;
3 tinggi Rencana pengelolaan
hutan mangrove 1; 2
2 1
1 tidak tersedia; 2 tersedia
Keterlibatan stakeholder
1; 2;3 3
1 1 tidak; 2
melibatkan hanya beberapa stakeholder;
3 melibatkan berbagai stakeholder
Zonasi pemanfaatan lahan mangrove
1; 2; 3 3
1 1tidak tersedia; 2
tersedia, tapi belum dipatuhi; 3 tersedia
dan dipatuhi
Rehabilitasi hutan mangrove
1;2;3 3
1 1tidak ada; 2
sedikit;3 banyak
Hasil inve ntarisasi pemanfaatan hutan
mangrove 1;2
2 1
1 tidak tersedia; 2 tersedia
Peran mangrove terhadap pembangunan
wilayah 1;2;3
3 1
1 kecil; 2 sedang; 3 besar
Selanjutnya nilai skor dari masing-masing indikator dianalisis secara multi dimensional untuk menentukan posisi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan
mangrove yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan yaitu titik baik good dan buruk bad, untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi.
Proses ordinasi Rap-Mforest ini menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish Kavanagh, 2004. Proses algoritma Rap-Mforest juga pada dasarnya
menggunakan proses algoritma Rapfish. Dalam implementasinya Rapfish menggunakan teknik yang disebut Multidimensional Scaling MDS. Obyek atau
titik yang diamati dipetakan di dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan sedekat mungkin terhadap titik asal.
Dengan kata lain, dua titik atau obyek yang sama digambarkan dengan titik-titik
48 yang berjauhan Fauzi dan Anna, 2005. Teknik ordinansi penentuan jarak dalam
MDS didasarkan pada Euclidian Distance dalam ruang yang berdimensi n. Konfigurasi atau ordinasi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian
diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian d
ij
dari titik ke
i
ke titik ke
j
dengan titik asal d
ij
dituliskan dalam persamaan berikut : d
ij
= a + bd
ij
buruk baik
50 100
Gambar 6. Ilustrasi Penentuan Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Hutan Mangrove
Skala nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove mempunyai rentang 0 sampai 100 . Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai
lebih dari 50 , maka sistem tersebut dikategorikan sustainable dan sebaliknya jika nilai kurang dari 50 maka sistem tersebut dikategorikan belum sustainable.
Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar 0 – 100 seperti disajikan dalam Tabel 3.
+ e Selanjutnya digunakan algoritma ALSCAL yang merupakan metode yang
sesuai untuk Rapfish dan mudah tersedia pada hampir setiap software statistika SPSS dan SAS. Metode ALSCAL mengoptimisasi jarak kuadrat terhadap data kuadrat
dalam tiga dimensi. Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang terdapat di
dalam SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi dan beberapa analisis sensitivitas yang telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini posisi titik
keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi sumbu horisontal dan vertikal. Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar
dilakukan proses rotasi dengan titik ekstrem buruk dengan nilai skor 0 dan titik ekstrem baik dengan nilai skor 100 . Posisi status keberlanjutan sistem yang dikaji
akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove pada saat ini. Ilustrasi hasil
ordinasi nilai index berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 6.
49 Tabel 3. Kategori Status Keberlanjutan Penge lolaan Hutan Mangrove
Berdasarkan Nilai Indeks Hasil Analisis Rap-Mforest.
Nilai indeks Kategori
25 tidak berkelanjutan
25 x 50 kurang berkelanjutan
50 x 75 cukup berkelanjutan
75 x 100 berkelanjutan
Nilai indeks berkelanjutan setiap dimensi dapat divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang kite diagram seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Ilustrasi Indeks Keberlanjutan Setiap Dimensi Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan di Kabupaten Seram Bagian Barat
Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi indikator yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap Mforest di lokasi penelitian.
Pengaruh dari setiap indikator dilihat dalam bentuk perubahan ”root mean square” RMS ordinasi, khususnya pada sumbu x atau skala sustainabilitas. Semakin besar
nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu indikator tertentu, maka semakin besar pula peranan indikator tersebut dalam pembentukan nilai Mforest pada skala
sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif indikator tersebut dalam keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove di lokasi penelitian.
0,00 20,00
40,00 60,00
80,00 EKOLOGI
EKONOMI SOSIAL
50 Untuk mengevaluasi pengaruh galat error pada proses pendugaan nilai
ordinasi pengelolaan hutan mangrove digunakan analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh dan Pitcher, 2004 analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari
hal-hal berikut : 1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor indikator yang disebabkan oleh pemahaman
kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap indikator atau cara pemberian skor indikator.
2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda
3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang iterasi 4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data hilang
5. Tingginya nilai stress hasil analisis Rap-Mforest nilai stress dapat diterima jika 25 .
Secara umum metode Rap-Mforest akan dimulai dengan mereview indikator- indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan melalui studi literatur dan
pengamatan di lapangan. Tahap selanjutnya adalah pemberian skor yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Rap-Mforest. Setelah didapatkan hasil
skoring maka setiap indikator dianalisis dengan menggunakan multidimensional Scaling MDS guna menentukan posisi relatif dari pengelolaan hutan mangrove
terhadap ordinasi good dan bad. Langkah selanjutnya menganalisis nilai stress dengan menggunakan ALSCAL
logaritma. Dari hasil ordinasi dengan MDS dan nilai stress melalui alogaritma ALSCAL dilakukan rotasi untuk menentukan posisi pengelolaan ekosistem hutan
mangrove pada ordinasi bad dan good. Langkah berikutnya adalah menggunakan analisis Monte Carlo untuk menentukan aspek ketidakpastian dan analisis leverage
untuk menentukan aspek anomali dari indikator yang dianalisis. Secara lengkap tahapan analisis Rap-Mforest menggunakan metode MDS
dengan aplikasi Rapfish disajikan pada Gambar 8.
51 Gambar 8. Tahapan Analisis Rap-Mforest
3.5.5. Analytical Hierarchy Process
Analytical Hierarchy Process AHP digunakan sebagai tindak lanjut proses membuat urutan prioritas kebijakan dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove.
AHP dilakukan untuk mendapatkan pilihan langkah operasional dari pandanganaspirasi stakeholder terkait dengan pengelolaan ekosistem hutan
mangrove. Pemilihan responden ditentukan oleh keterlibatannya dalam penentuan prioritas kebijakan dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove terkait dengan
pelaksanaan kebijakan dan pencapaian prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kelompok stakeholder tersebut adalah pemerintah, swasta, LSM, tokoh masyarakat
dan penelitiperguruan tinggi. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan
tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarkhi. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti
penting variabel tersebut secara relatif dibanding dengan variabel lainnya. Dengan
Start
Kondisi pengelolaan hutan mangrove saat ini
Penentuan indikator sebagai kriteria penilaian
MDS Ordinasi setiap indikator
Penilaian skor setiap indikator
Analisis Monte Carlo Analisis Sensitivitas
Analisis Keberlanjuta n
52 berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis untuk menetapkan variabel yang
memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut Marimin, 2004.
Pendekatan AHP, adalah suatu pendekatan proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan
prioritas kebijakan pengelolaan ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Seram Bagian Barat yang didasarkan pada persepsi masing-masing stakeholder.
Metode yang digunakan dalam penentuan bobot dan prioritas kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove adalah AHP dengan software criterium decision
plus. Analisis dilakukan pada setiap level dari hirarkhi penentuan kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan. Bobot dan prioritas yang dianalisis
adalah hasil dari combined dari judgement seluruh stakeholder pada setiap matriks perbandingan berpasangan.
Pembahasan tentang strategi implementasi kebijakan dalam pengelolaan hutan mangrove di Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat dilakukan dengan
melibatkan semua stakeholder utama secara partisipatif. Metode pembahasan yang digunakan adalah Focus Group Discussion FGD
Menurut Saaty 1991 tahap-tahap dalam AHP adalah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan persoalan dan rincian pemecahan yang diinginkan
2. Membuat struktur hirarkhi yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling
bawah. 3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh
relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan dengan
menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasi data kualitatif digunakan nilai skala komparasi 1 – 9.
Penyusunan skala kepentingan dilakukan berdasarkan Saaty. 4. Melakukan perbandingan berpasangan
5. Menguji konsistensi Judgement stakeholder dengan menghitung indeks konsistensi. Jika nilai konsistensi 0,1 maka pengambilan data diulangi atau
53 dikoreksi. Perhitungan indeks konsistensi dan menyatakan ukuran tentang
kosisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan berpasangan. Pendekatan yang digunakan sebagai kriteria AHP yaitu skala banding berpasangan
Skala Saaty dengan kisaran mulai dari nilai bobot 1 sampai 9 Saaty, 1991 dapat dilihat pada Tabel 3.
Vektor pembobotan elemen-elemen penelitian terdiri dari A
1
,A
2
dan A
3
dinyatakan sebagai vektor W, dimana W = w
1
,w
2
dan w
3
, maka nilai intensitas kepentingan elemen penelitian A
1
dibandingkan A
2
yang dinyatakan perbandingan berpasangan A
1
terhadap A
2
atau w
1
w
2
= A
12
. Nilai wiwj, dimana ij =1,2,3,...,n, yang diperoleh dari para expert stakeholder yang memiliki kemampuan,
pengetahuan dan kompetensi terhadap permasalahan ekosistem hutan mangrove. Jika hasil observasi disusun dalam bentuk matriks, kemudian dikalikan
dengan vektor kolom W w
1
,w
2
,w
3
...,n diperoleh hubungan sebagai berikut : AW = nW ......................................................... 1
Bila matrik A diketahui dan ingin diperoleh W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut :
[A - nI ] W = 0 .................................................. 2 dimana : I = matriks identitas
Selanjutnya dilakukan perhitungan akar ciri, vektor ciri dan hasil yang diperoleh tidak konsisten maka diulangi atau dikoreksi kembali. Untuk mendapatkan
akar ciri n dapat dihitung berdasarkan matriks berikut : [ A-nI ] W = 0 ................................................. 3
54 Tabel 4. Skala Banding Berpasangan oleh Saaty
Intensitas pentingnya
Definisi Penjelasan
1 3
5 7
9 2,4,6,8
Kedua elemen sama penting Elemen satu sedikit lebih penting
daripada yang lainnya Elemen satu sangat penting dibanding
yang lain Elemen satu jenis lebih penting dari
elemen yang lain Elemen satu mutlak lebih penting dari
elemen yang lain Nilai-nilai diantara dua pertimbangan
yang berdekatan Sumbang peran dua elemen sama
besar pada sifat tersebut Pengalaman dan pertimbangan
sedikit menyokong satu elemen atas yang lain
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu
elemen atas yang lain Satu elemen dengan kuat
dominannya telah terlihat dalam praktek
Bukti menyokong kuat elemen satu secara tegas lebih dominan
Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan
ResiprokalKebalikan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan dari I
contoh dengan menggunakan matriks A, maka : a
11
a
12
a
13
1 0 a
21
a
22
a
23
- n 0 1 = 0
atau a
31
a
32
a
33
1 a
0 0 1
12
a
13
1 0 a
21
1 a
23
- n 0 1 = 0
a
31
a
32
1 0 0
1
Sedangkan untuk mendapat nilai vektor ciri w yang merupakan bobot setiap elemen, untuk mensintesis judgement pendapat yang digunakan dalam menentukan
prioritas. Vektor ciri dapat dihitung dari akar ciri n maksimum dari perhitungan di atas disubstitusikan dengan persamaan berikut :
[ A – nI ] = 0;
55 Dengan menggunakan normalisasi w1 + w2 + w3 = 1, misalnya didapatkan nilai
maksimum 2, maka perkaliannya menjadi sebagai berikut : [ A – nI ] [ W ] = 0 .................................. 4
1-2 a
12
a
13
w a
21
1-2 a
23
- w = 0 a
31
a
32
1-2 a
1-2 w
sehingga diperoleh matriks berikut :
12
a
13
w
1
a
21
1-2 a
23
- w
2
= 0 a
31
a
32
1-2 w
λ max – n
3
langkah terakhir yang dilakukan yaitu perhitungan indeks konsistensi atau Consistensi Indeks CI, menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang
tingkat konsistensi suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan, dapat dihitung dengan persamaan berikut :
n – 1 .......................................... 5 dimana :
λ max = akar ciri maksimum n = banyaknya alternatif
nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk memenuhi konsistensi jawaban dari responden yang sangat menentukan tingkat akurasi hasil. Untuk mengetahui apakah
CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik apabila nilai CR 0,1, dimana CR Consistency Ratio, RI Random Indeks
dengan rumus sebagai berikut : Nilai RI mengikuti Tabel yang dikeluarkan oleh Oarkride Laboratory dapat dilihat
pada tabel 5 berikut. Tabel 5. Standarisasi nilai RI Random Indeks
N 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56
CI =
56
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN