VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Perubahan Kelembagaan
Penyerobotan dalam penggunaan kawasan hutan lindung Gunung Galunggung sebagai lahan pertanian yang illegal karena lemahnya pengawasan
kelembagaan melatarbelakangi terjadinya perubahan kelembagaan. Perubahan kelembagaan diawali melalui diskusi yang merupakan tahapan dalam proses
inisiasi oleh pihak KPH Tasikmalaya. Diskusi yang dilakukan bertujuan mengidentifikasi pihak–pihak dalam masyarakat yang ingin melibatkan diri secara
langsung melalui pembentukan wadah pengelolaan kawasan wana wisata. Output yang dihasilkan dari tahapan inisiasi berupa pembentukan MOU Memorandum
Of Understanding dengan wadah pengelolaan bersama antara masyarakat dalam
LMDH wana Lingga Mukti dengan pihak KPH Perhutani. Pembentukan MOU antara Pihak Perhutani dan LMDH Wana Lingga
Mukti berdasarkan pada MOU nomor: 7059.9PHBMTSMIII2008 untuk menjelaskan tupoksi masing-masing kelembagaan. Pembentukan MOU
berdasarkan informasi dasar perjanjian sesuai pasal 1 keputusan Direksi Perum Perhutani No.268KPTSDir2007 tanggal 8 Maret 2007, Keputusan Bupati
Tasikmalaya No.5222.12Kep146Dishutbun2002 Tanggal 6 Mei 2002 tentang forum PHBM di Kabupaten Tasikmalaya, Surat Gubernur Jawa Barat No. 11
Tahun 2006 tentang Pemberdayaan Masyarakat Desa Sekitar Hutan Negara dan Perkebunan Besar, dan Nota Kesepakatan bersama antara Perum Perhutani KPH
dengan Pemerintah Desa Linggarjati tahun 2008. MOU terdiri dari 18 pasal dengan 2 lembar lampiran berisi Data Pangkuan Desa Hutan.
Pembentukan struktur kelembagaan dengan tata kelola baru melalui kerjasama antara pihak KPH unit III Tasikmalaya yang merupakan suatu unit
lembaga yang diberikan wewenang oleh Perum Perhutani Jawa Barat untuk mengelola kawasan hutan lindung di Gunung Galunggung. KPH unit III
menaungi LMDH dan Koparga. Namun Koparga berada di bawah institusi LMDH. LMDH berkaitan dengan kawasan hutan lindung dan kawasan yang dapat
diberdayakan oleh masyarakat desa. Sedangkan Koparga merupakan masyarakat