Kelembagaan Wana Wisata TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kelembagaan

Teori perubahan kelembagaan berbasiskan efisiensi ekonomi berdasarkan Posner 1992 yang dikutip oleh Hidayat 2007, perubahan kelembagaan tersebut karena adanya upaya untuk melindungi hak-hak kepemilikan. Latar belakang hak- hak kepemilikan tersebut yang mendorong masyarakat untuk membuat aturan utama demi melindungi haknya. Sedangkan teori perubahan distributional conflict adalah teori yang didasarkan bahwa setiap aktor di dalam arena memiliki kepentingan dan wewenangan yang berbeda-beda. Hal inilah yang melatarbelakangi terjadinya konflik. Aktor yang dapat mengendalikan power lebih baik akan menguasai informasi, akses, modal, dan lain-lain sehingga proses perubahan akan berpihak terhadap aktor tersebut Knight 1992. Aktor tersebut harus mampu mengendalikan power untuk mencari solusi dari konflik yang dihadapi dengan merubah aturan main yang diberlakukan. Teori kebijakan adalah teori yang didasarkan pada suatu kebijakan. Perubahan kelembagaan pada teori kebijakan bersifat memaksa. Perubahan tersebut terjadi karena kebijakan yang lama dianggap sudah tidak efektif sehingga diberlakukan kebijakan yang baru dimana, perubahan tersebut mampu mendorong tingkat efektivitas yang tinggi. Bagi aktor yang melanggar akan diberikan sangsi sedangkan aktor yang taat terhadap kebijakan akan diberikan reward.

2.5 Analisis Stakeholder

Analisis Stakeholder adalah proses yang mendefinisikan aspek dari gejala alami dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu pengambilan keputusan untuk mengidentifikasi individu, kelompok, dan organisasi yang mempengaruhi atau dipengaruhi gejala tersebut. Sedangkan stakeholder adalah individu kelompok atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam suatu peristiwa atau proses Reed et al 2009. Analisis stakeholder bertujuan untuk mengidentifikasi peranan stakeholder dalam pengambilan keputusan, menjelaskan kepentingan, dan pengaruh setiap stakeholder, dan memetakan hubungan antara stakeholder dalam pengembangan suatu organisasi. Menurut Reed et al 2009, stakeholder dikategorikan ke dalam empat kategori berdasarkan kepentingan serta wewenangnya, yaitu: 1. Key Players Players adalah stakeholder yang memiliki tingkat kepentingan serta wewenang yang tinggi. Key Players biasa diartikan sebagai pemain atau pelaksana pengelolaan kawasan wana wisata. Players memiliki minat secara langsung dalam pengelolaan kawasan wana wisata dan wewenang untuk melakukan sesuatu atau membuat aturan untuk pengelolaan kawasana wana wisata. Key Players mampu mengendalikan sistem yang ada. 2. Subject Subject adalah stakeholder yang memiliki kepentingan yang cukup besar namun wewenang yang dimiliki kecil. Subject dapat dikatakan sebagai pelaku utama didalam pengelolaan kawasan wana wisata. Stakeholder tersebut memiliki kesungguhan untuk mengelola wana wisata agar menjadi lebih baik. Namun stakeholder tersebut tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi perarturan-perarturan yang berlaku. 3. Context Setter Context Setter adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan wewenang yang besar. Context Setter dalam pengelolaan kawasan wana wisata dapat diartikan sebagai perencanaan makro dalam pembangunan kawasan wana wisata karena lingkup kerjanya bersifat makro maka minat terhadap pengelolaan kawasan wana wisata kecil. Wewenang Context Setter sangat besar karena Context Setter mempunyai wewenang untuk mengesahkan program-program dari instansi terkait termasuk wewenang untuk mengesahkan dalam pemberian anggaran sehingga dalam kategori ini stakeholder harus diberdayakan agar tidak menentang sistem yang ada. 4. Crowd Crowd adalah para stakeholder yang memiliki kepentingan dan wewenangan kecil. Crowd dimasukan ke dalam stakeholder masyarakat. Stakeholder dalam kategori crowd harus selalu diberi informasi karena mereka selalu mempertimbangkan segala kegiatan yang akan dilakukan. Pengelolaan kawasan wana wisata masyarakat dapat memiliki minat yang kecil terhadap pengelolaan karena masyarakat enggan untuk dijadikan subject dalam suatu kegiatan.

2.6 Dampak Ekonomi Wana Wisata

Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang melibatkan masyarakat sehingga dapat membawa berbagai macam dampak. Wana wisata adalah salah satu kegiatan pariwisata. Salah satu dampak yang dihasilkan kegiatan wana wisata adalah dampak sosial ekonomi. Dampak pariwisata yang akan mendapatkan perhatian adalah masyarakat lokal sekitar kawasan wisata. Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar Cohen 1984 dalam Pitana dan Gayatri 2005, yaitu: 1. dampak terhadap penerimaan devisa 2. dampak terhadap pendapatan masyarakat 3. dampak terhadap kesempatan kerja 4. dampak terhadap harga-harga 5. dampak terhadap distribusi manfaatkeuntungan 6. dampak terhadap kepemilikan dan kontrol 7. dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan 8. dampak terhadap pendapatan pemerintah. Dampak ekonomi dapat menghasilkan manfaat ekonomi dan biaya ekonomi. Manfaat ekonomi yang dihasilkan memberikan dampak positif. Kegiatan pariwisata mampu memberikan dampak-dampak yang dinilai positif seperti kesempatan kerja, peningkatan devisa, dan peningkatan peluang usaha. Kontribusi kegiatan pariwisata dapat dilihat melalui besarnya nilai penggandaan Multiplier effect. Dampak kegiatan pariwisata begitu besar bagi Indonesia. Devisa yang diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 oleh Santosa 2001 dalam Pitana dan Gayatri 2005 adalah sebesar 6 307.69; 5321.46; 4 331.09; 4 710.22; dan 5 748 80 juta dollar AS. Kontribusi pariwisata memperlihatkan trend yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kegiatan pariwisata memiliki keterkaitan dengan sektor lain. Antara dan Parning 1999 dalam Pitana dan Gayatri 2005, mengemukakan bahwa pariwisata mempunyai keterkaitan ekonomi yang sangat erat dengan berbagai sektor seperti apa yang disebut open-loop effect dan Induced-effect lebih dikenal dengan trickle down effect dan multiplier effect.

2.7 Teori Multiplier Effect

Kegiatan pariwisata menghasilkan dampak ekonomi yang terdiri dari dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan. Menurut META 2001, dampak langsung adalah total nilai pengeluaran wisatawan yang dikeluarkan di lokasi wana wisata seperti konsumsi, souvenir, hotel, restoran, dan lainnya. Dampak tidak langsung adalah aktivitas ekonomi dengan perputaran yang terjadi setelah diterimanya pengeluaran wisatawan. Sedangkan dampak lanjutan adalah pengeluaran pendapatan yang diperoleh warga setempat dari upah dan keuntungan yang diperoleh dari perputaran dampak langsung dan tidak langsung. Jika wisatawan melakukan pengeluaran di luar lokasi wisata, seperti impor barang dan jasa, perpajakan, dan tabungan maka disebut dengan kebocoran. Menurut Yoeti 2008, semakin kecil kebocoran yang terjadi maka semakin baik bagi perekonomian di suatu kawasan wisata, sebaliknya apabila kebocoran semakin besar maka semakin kecil dampak ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan wana wisata. Menurut Clement dalam Yoeti 2008, ketika wisatawan mengunjungi suatu tempat tujuan wisata, wisatawan tersebut pasti akan membelanjakan uang mereka untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan selama melakukan kunjungan. Uang yang dibelanjakan tersebut tidak berhenti beredar, tetapi berpindah tangan dari satu tangan ke tangan yang lain selama periode tertentu. Hal inilah yang dinamakan efek pengganda Multiplier Effect. Efek pengganda tersebut memiliki prinsip yang dijelaskan oleh Yoeti 2008, yaitu : 1. Uang yang dibelanjakan wisatawan tidak pernah berhenti beredar dalam kegiatan ekonomi dimana uang itu dibelanjakan 2. Uang itu selalu berpindah tangan dari satu orang ke orang lain 3. Semakin cepat uang itu berpindah tangan, semakin besar pengaruh uang itu dalam perekonomian setempat, dan semakin besar nilai koefisien multiplier 4. Uang itu akan hilang dari peredaran, apabila uang itu tidak lagi berpindah tangan tetapi berhenti dari peredaran karena sudah tidak memberikan pengaruh terhadap ekonomi setempat 5. Pengukuran terhadap besar kecilnya uang yang dibelanjakan wisatawan itu dilakukan setelah melalui beberapa kali transaksi dalam periode tertentu.