Aksesibilitas Wilayah GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Perubahan Kelembagaan

Penyerobotan dalam penggunaan kawasan hutan lindung Gunung Galunggung sebagai lahan pertanian yang illegal karena lemahnya pengawasan kelembagaan melatarbelakangi terjadinya perubahan kelembagaan. Perubahan kelembagaan diawali melalui diskusi yang merupakan tahapan dalam proses inisiasi oleh pihak KPH Tasikmalaya. Diskusi yang dilakukan bertujuan mengidentifikasi pihak–pihak dalam masyarakat yang ingin melibatkan diri secara langsung melalui pembentukan wadah pengelolaan kawasan wana wisata. Output yang dihasilkan dari tahapan inisiasi berupa pembentukan MOU Memorandum Of Understanding dengan wadah pengelolaan bersama antara masyarakat dalam LMDH wana Lingga Mukti dengan pihak KPH Perhutani. Pembentukan MOU antara Pihak Perhutani dan LMDH Wana Lingga Mukti berdasarkan pada MOU nomor: 7059.9PHBMTSMIII2008 untuk menjelaskan tupoksi masing-masing kelembagaan. Pembentukan MOU berdasarkan informasi dasar perjanjian sesuai pasal 1 keputusan Direksi Perum Perhutani No.268KPTSDir2007 tanggal 8 Maret 2007, Keputusan Bupati Tasikmalaya No.5222.12Kep146Dishutbun2002 Tanggal 6 Mei 2002 tentang forum PHBM di Kabupaten Tasikmalaya, Surat Gubernur Jawa Barat No. 11 Tahun 2006 tentang Pemberdayaan Masyarakat Desa Sekitar Hutan Negara dan Perkebunan Besar, dan Nota Kesepakatan bersama antara Perum Perhutani KPH dengan Pemerintah Desa Linggarjati tahun 2008. MOU terdiri dari 18 pasal dengan 2 lembar lampiran berisi Data Pangkuan Desa Hutan. Pembentukan struktur kelembagaan dengan tata kelola baru melalui kerjasama antara pihak KPH unit III Tasikmalaya yang merupakan suatu unit lembaga yang diberikan wewenang oleh Perum Perhutani Jawa Barat untuk mengelola kawasan hutan lindung di Gunung Galunggung. KPH unit III menaungi LMDH dan Koparga. Namun Koparga berada di bawah institusi LMDH. LMDH berkaitan dengan kawasan hutan lindung dan kawasan yang dapat diberdayakan oleh masyarakat desa. Sedangkan Koparga merupakan masyarakat desa yang aktif melakukan kegiatan ekonomi seperti pelaku unit usaha di sekitar kawasan wana wisata. Pelaku usaha dibedakan menjadi dua pihak, yaitu pihak Pemda yang diwakilkan oleh institusi Disparbud dengan daerah berjualan di lahan milik Pemda dan pihak Koparga di bawah institusi KPH Perhutani dengan daerah berjualan di lahan milik KPH Perhutani. Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya memberikan wewenang kepada Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya untuk mengelola kawasan wana wisata dengan terjalin kerjasama yang menetapkan kebijakan berupa masuk kawasan wana wisata satu pintu. Hasil yang diperoleh melalui ticketing merupakan share antara KPH dan Disparbud. Gambar 3 Bentuk kelembagaan tata kelola baru Hasil kelembagaan dengan tata kelola baru berupa aturan main dan anggota kelembagaan yang baru. Oleh karena itu, dibutuhkan tahap sosialisasi kelembagaan untuk menyamakan persepsi. Stakeholder memberikan sosialisasi kepada anggota kelembagaan termasuk masyarakat sebagai anggota baru dalam kelembagaan guna mengetahui kerjasama antar lembaga sehingga mampu menjalankan tugas, pokok, dan fungsi masing-masing kelembagaan dan bentuk kerjasama yang koordinatif. Sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan sehingga tercipta komunikasi feedback dengan mekanisme sharing.

6.2 Efektivitas Kelembagaan

Substansi kelembagaan disetiap lembaga memiliki struktur kelembagaan dan kelengkapan kelembagaan yang jelas karena diperkuat dengan hukum. Bentuk PEMDA DISPARBUD Perum Perhutani KPH Perhutani LMDH KOPARGA Masyarakat