Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah Manfaat Nilai Sosial , Komunikasi, dan Pola Asuh pada Masyarakat Petani

menurut Chitambar 1973 dalam buku sosiologi umum meliputi:i motivasi atau kepentingan pribadi: misalnya tolong menolong, ii kepentingan umum; misalnya gotong-royong atau kerja bakti memperbaiki saluran irigasi atau jalan desa, iii motivasi altruistic yaitru semangat pengabdian ibadah demi kemanuasian, panggilan atau motivasi tanpa pamrih untuk menolong sesama. Berikut disajikan tingkat kerjasama yang dilakukan responden dengan petani lain atau masyarakat. Gambar 11 . Persentase Responden Petani Bawang Merah Berdasarkan Kategori Tingkat Kerjasama, Desa Sidakaton, 2011 dalam persen Berdasarkan Gambar 12, persentase tingkat kerjasama yang memiliki nilai tertinggi terdapat pada kategori sedang baik responden laki-laki maupun responden perempuan akan tetapi persentase terbesar dimilki oleh responden suami hal ini disebabkan oleh bentuk kerjasama yang dilakukan merupakan bentuk kegiatan kemasyarakatan yang didominasi oleh suami.

8.3. Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Usahatani Bawang Merah

Partisipasi adalah peluang yang sama bagi responden laki-laki dan perempuan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah. Variabel ini diukur dengan dua belas pernyataan mengenai keikutsertaan responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah. Partisipasi responden dalam kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Persentase responden berdasarkan Partisipasi dalam Kegiatan Pengelolaan Usahatani Bawang Merah, Desa Sidakaton, 2011dalam persen Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat persentase terbanyak responden suami berada pada kategori adil 69persen hal ini berarti partisipasi dalam pengelolaan usahatani bawang merah menurut responden suami sudah adil sedangkan menurut responden istri partisipasi dalam pengelolaan usahatani bawang merah masih kurang adil terlihat dari persentase responden istri berada pada kategori kurang adil 40persen seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya bahwa dalam kegiatan produktif suami lebih dominan daripada istri.

8.4. Manfaat

Manfaat adalah kegunaan atau keuntungan yang diperoleh responden dari pengelolaan usahatani bawang merah. Penilaian tentang manfaat ini dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai manfaat dari kegiatan pengeloalaan usahatani bawang merah. Hasil perhitungan seluruh responden baik laki-laki maupun perempuan tentang manfaat kegiatan pengelolaan usahatani bawang merah sangat baiksangat adil dan setara. Persepsi responden sangat baiksangat adil dan setara karena memang mereka merasakan manfaat dari kegiatan produktif tersebut dan manfaat yang mereka peroleh tidak berbeda antara responden laki-laki dan perempuan.

8.5. Nilai Sosial , Komunikasi, dan Pola Asuh pada Masyarakat Petani

Bawang Merah Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap mempunyai makna penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup” Koentjaraningrat, 1969. Dalam kehidupan bermasyarakat, sistem nilai ini berkaitan erat dengan sikap, di mana keduanya menentukan pola-pola tingkah laku manusia. Sistem nilai adalah bagian terpadu dalam etika-moral, yang dalam manifestasinya dijabarkan dalam norma-norma sosial, sistem hukum dan adat sopan-santun yang berfungsi sebagai tata kelakuan untuk mengatur tata-tertib kehidupan bermasyarakat. Adat-istiadat menetapkan bagaimana seharusnya warga masyarakat bertindak secara tertib. Nilai budaya daerah tentu saja bersifat partikularistik, artinya khas berlaku umum dalam wilayah budaya suku bangsa tertentu. Sejak kecil “individu-individu telah diresapi oleh nilai-nilai budaya masyarakatnya, sehingga konsepsi-konsepsi itu telah menjadi berakar dalam mentalitas mereka dan sukar untuk digantikan oleh nilai budaya yang lain dalam waktu yang singkat” Koentjaraningrat, 1969. Sehubungan dengan itu, di dalam manifestasinya secara konkret nilai budaya itu mencerminkan stereotip tertentu, misalnya orang Jawa diidentifikasikan sebagai orang-orang yang santun, bertindak pelan-pelan, lembah manah low profile, halus tutur katanya dan sebagainya. Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Budaya 5 diartikan sebagai seperangkat nilai dan norma yang menjadi pedoman atau acuan perilaku bagi warga pendukungnya. Hal ini terbentuk melalui pola interaksi sosial, 5 Endriatmo Soetarto dan Ivanovich. 2003. Sosiologi Umum. Bogor. Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Bogor, halaman 23 baik sosialisasi primer maupun sekunder. Pada rumahtangga petani bawang merah, nilai dan norma terbentuk melalui sosialisasi pada lingkup keluarga, kegiatan sosial, maupun sarana sosial lainnya. Orangtua bukanlah satu-satunya pihak yang akan mempengaruhi tumbuh- kembang anak,akan tetapi orangtua merupakan significant other bagi anak dan role model bagi seorang anak dalam proses pembentukan kepribadiannya. Dengan demikian pada tahap awal,orangtua memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak,termasuk dalam pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai budi pekerti pada anak. Karena orangtua merupakan sosok pertama dan utama dalam melindungi,merawat,dan mencurahkan kasih-sayang sebelum anak mengenal orang lain. Sebagian besar masyarakat di Desa Sidakaton melihat kehadiran seorang anak sebagai anugrah yang luar biasa sehingga sangat dinantikan oleh anggota keluarganya. Refleksi syukur atas kehadiran anak ditunjukan dengan hadirnya berbagai upacara untuk menyambut kehadiran anak antara lain: Upacara Mitoni atau Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan bagi wanita hamil tujuh bulan. Tujuannya adalah untuk membentuk jiwa sang calon bayi semenjak ia masih di dalam kandungannya. Upacara ini diadakan dari pukul sembilan sampai pukul sebelas pagi hari. Pada upacara ini sang calon ibu dimandikan oleh orang tuanya,kakek neneknya,dan keluarga yang dituakan lainnya. Air yang digunakan untuk mandi merupakan campuran air dengan beberapa jenis kembang kembang setaman yang dipetik dari satu kebun. Dan pada malam harinya diadakan tahlilan selametan. Brokohan adalah acara sedekahan yang dilakukan sebagai salah satu wujud ungkapan rasa syukur setelah kelahiran bayi dan untuk memohon keselamatan dan agar bayi menjadi anak yang baik yang dimulai dengan penanaman ari-ari dan pembagian sesaji kepada tetangga. Puputan yang ditujukan untuk memohon keselamatan bagi bayi yang dilaksanakan pada saat tali pusat putus dengan mengadakan kenduri,bancakan dan pemberian nama bayi. Malam harinya diadakan barzanzian. Upacara Tedak Sinten merupakan upacara yang diperuntukkan bagi bayi pada saat pertama kali ia diijinkan untuk menginjak bumi atau belajar berjalan dan dilaksanakan pada usia 7 lapan 7 x 35 hari = 245 hari atau sekitar delapam bulan. Tedah Siten ditujukan untuk memohon keselamatan dan harapan agar bayi cepat berjalan dengan adanya peristiwa turun tanah. Adapun tahapan dalam upacara ini antara lain meliputi:membersihkan kaki,menginjak tanah,berjalan melewati tujuh wadah,tangga tebu wulung,kurungan,memberikan uang dan melepas ayam. Secara keseluruhan upacara ini bermakna untuk mengajarkan konsep kemandirian pada anak. Penerapan nilai budaya lokal yang dilihat dari tiga aspek yaitu nilai anak, norma bekerja, dan etos kerja. Pada seluruh aspek nilai anak dapat dilihat bahwa persentase responden yang setuju lebih besar dibandingkan persentase responden yang tidak setuju. Kesadaran masyarakat petani akan pentingnya anak sebagai investasi keluarga di masa depan dan kesetaraan perlakuan terhadap jenis kelamin anak memiliki persentase setuju 100 persen. Hal ini didukung oleh tingginya jumlah responden yang setuju terhadap kesetaraan akses antara laki-laki dan perempuan terhadap pendidikan . Norma bekerja masyarakat petani di Desa Sidakaton dipengaruhi oleh ideology patriarkhi dalam kehidupan masyarakat di Desa Sidakaton. Laki-laki memiliki akses dan kontrol lebih besar dibandingkan perempuan pada berbagai bidang kehidupan, baik penguasaan sumberdaya produktif maupun sector lainnya. Perempuan identik pada pekerjaan reproduktif dan pekerjaan itu sudah dianggap sebagai kodrat pekerjaan perempuan. Hasil persentase waktu bekerja pada malam hari lebih besar pada jawaban tidak setuju, yaitu sebesar 56,25 persen. Perempuan umumnya dilarang bekerja pada malam hari karena dianggap tidak pantas. Pekerjaan dalam pengelolaan usahatani bawang merah tidak mempekerjakan perempuan pada malam hari semua proses tahapan pengelolaan bawang merah dilakukan pada pagi hingga sore sehingga jarang sekali dan hampir tidak ada perempuan yang bekerja di malam hari. Pada aspek etos kerja, sebagian besar sudah berprinsip pada kesetaraan gender dimana setiap individu memiliki tujuan dan karakteristik yang berbeda, tidak dilihat berdasarkan jenis kelaminnya. Akan tetapi, terdapat jumlah responden yang mengatakan bahwa tingkat ketelitian laki-laki dan perempuan berbeda dimana perempuan dianggap memiliki tingkat ketelitian yang lebih baik dibandingkan laki-laki. Di Indonesia orangtua mengenal istilah asuh,asah dan asih yang dijadikan pola untuk mendidik putra-putrinya. Pola asuh adalah perlakuan orangtua dalam rangka memenuhi kebutuhan,memberi perlindungan,dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh lebih menyangkut pada perawatan dan perlindungan anak yang sangat menentukan pembentukan fisik dan mental anak. Pola asah menyangkut perawatan anak dalam menyuburkan kecerdasan majemuk,utamanya terkait dengan aspek kognitif dan psikomotorik. Pola asah ini meliputi pembentukan intelektualitas,kecakapan bahasa,keruntutan logika dan nalar,serta ketangkasan dalam mengolah gerak tubuh. Sedangkan pola asih merupakan perawatan anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual sehingga mampu menyuburkan rasa kasih sayang,empati,memiliki norma dan nilai sosial yang bisa diterima oleh masyarakat. Pola asih ini akan mempengaruhi perkembangan afeksi anak,meliputi moral,akhlak,emosi dan perilaku. Pola asuh,asah dan asih orangtua pada masyarakat Desa Sidakaton terhadap anak dipengaruhi oleh banyak hal,seperti latar belakang budaya,status sosial-ekonomi,kondisi geografis, dan pemahaman nilai-nilai. Dengan demikian,masing-masing ranah kebudayaan memiliki pola asuh,asah dan asih yang berbeda-beda. Orangtua di Desa Sidakaton menerapkan pola asuh,asah dan asih secara turun-temurun dari nenek moyang.. Masyarakat Desa Sidakaton dalam mendidik anak tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya sama saja tidak ada yang lebih penting hanya saja dalam tindakan Anak perempuan lebih banyak terlibat dalam tugas- tugas di lingkungan rumah tangga. Sejak masa kanak-kanak, anak perempuan telah diperkenalkan dengan pekerjaan serta kegiatan lain yang bersifat feminin. Pekerjaan tersebut membutuhkan ketelitian dan ketekunan, seperti menjahit, mengurus rumah, mempersiapkan makanan, ataupun mengasuh anak. Kegiatan- kegiatan yang dapat mengembangkan ketangkasan dan keberanian, seperti berlari, memanjat pohon, ataupun berkelahi tidak diperbolehkan untuk anak perempuan. Kegiatan kegiatan seperti ini dianggap hanya pantas dilakukan oleh anak laki-laki. Apabila anak perempuan terlihat berada di luar lingkungan rumah, maka orangtua ataupun saudara akan menegurnya dengan kalimat “kamu seperti anak laki-laki”. Dengan teguran tersebut, bagi anak perempuan untuk berada di luar rumah akan terbatasi. Apabila ada kegiatan yang berlangsung di luar rumah seperti belajar mengaji, melihat keramaian, atau upacara-upacara tertentu, maka biasanya mereka akan keluar secara bersama sama dengan wanita lain, tetangga atau teman dan terkadang ditemani saudara-saudaranya.

BAB XI KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah: 1. a. Responden rumahtangga petani bawang merah mayoritas berada pada kelompok usia dewasa madya 40-60 dengan persentase responden istri jumlahnya lebih banyak dibanding suami. Berdasarkan Luas lahan yang digarap rumahtangga petani Desa Sidakaton tergolong petani sempit dan petani menengah sedangkan menurut status kepemilikan lahan hampir 91 persen responden berstatus sebagai pemilik dan penggarap. Tingkat pendidikan bagi perempuan di Desa Sidakaton masih dikategorikan rendah dibandingkan laki-laki . b. Faktor Sosial Ekonomi yang berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender yaitu jenis kelamin dan usia. Perbedaaan jenis kelamin mempengaruhi akses terhadap faktor produksi dimana laki-laki memiliki akses lebih daripada perempuan. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi didominasi oleh suami. Padahal istri juga memilki kontribusi untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok didominasi oleh perempuan karena pembagian kerja dalam rumahtangga dimana pengelolaan keuangan dipegang oleh perempuan. c. Jika dilihat dari pembagian kerja, curahan waktu serta akses dan kontrol, maka dapat dikatakan bahwa kesetaraan dan keadilan gender pada rumahtangga petani bawang merah belum terwujud. Pelasanaan peranan suami dan istri dalam kegiatan reproduktif, produktif pengelolaan usahatani bawang merah dan kegiatan sosial kemasyarakatan masih dipengaruhi oleh nilai gender atau bias gender. 2. a. Relasi gender dalam pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah lebih menempatkan peran perempuan pada kegiatan reproduktif