Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender Pengambilan Keputusan

mengembangkan pengetahuan dan wawasan, memungkinkan aktualisasi kemampuan, memberikan kebanggaan diri dan kemandirian, serta memungkinkan subyek mengaktualisasikan aspirasi pribadi. Alasan perempuan ini dimanfaatkan kaum kapitalis dengan memberikan upah yang rendah karena perempuan dianggap hanya sebagai pencari uang tambahan untuk keluarga. Keberadaan perempuan dianggap tidak terlalu penting dalam sektor publik. Dengan demikian buruh perempuan harus dilindungi agar tidak diperlakukan tidak adil oleh pihak-pihak yang hanya memanfaatkannya untuk keperluan ekonomi.

2.1.10. Faktor yang Mempengaruhi Ketidakadilan Gender

Analisis gender merupakan suatu kerangka kerja yang digunakan unttuk mempertimbangkan dampak suatu program pembangunan yang mungkin terjadi terhadap laki-laki dan perempuan dan juga terhadap hubungan sosial ekonomi diantara mereka. Analisis gender juga dapat digunakan untuk melihat sebuah bentuk ketidakadilan gender. Menurut Irwan 2001 dalam Chairnani 2010 menjelaskan ada tiga hal yang menyebabkan terjadinya ketimpangan gender yaitu. Pertama akar sosial budaya dimana ketimpangan gender itu tersususn menjadi suatu realitas objektif, kedua melihat pada proses pemberian makna dan pemeliharaan ketimpangan secara terus-menerus, ketiga melihat pada integrasi pasar yang memiliki peran penting dalam segmentasi antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, faktor teknologi juga mempengaruhi ketimpangan tersebut, karena ada tenaga perempuan yang tergantikan dengan kehadiran teknologi tersebut. Fakih 1999 dalam Puspitasari 2006 menyatakan bahwa ketidakadilan gender dapat bersifat : 1. Langsung, yaitu pembedaan perlakuan secara terbuka dan berlangsung disebabkan perilakusikap, normanilai, maupun aturan yang berlaku. 2. Tidak langsung, seperti peraturan sama, tetapi pelaksanaannya menguntungkan jenis kelamin tertentu. 3. Sistemik, yaitu ketidakadilan yang berakar dalam sejarah, norma, atau struktur masyarakat yang mewariskan keadaan yang bersifat membeda- bedakan.

2.1.11. Pengambilan Keputusan

Akses atau jangkauan seseorang terhadap sumberdaya diukur dari kepemilikan atas sumberdaya dan kemampuan mereka untuk memperoleh atau melakukan sesuatu kegiatan. Kontrol terhadap sumberdaya diukur dari frekuensi pengambilan keputusan, serta tanggungjawab yang dilakukan oleh anggota rumahtangga, dimana berhubungan dengan kegiatan produktif, reproduktif maupun social kemasyarakatan. Secara popular dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu diantara sekian banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan dimana setiap keputusan dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Supranto 2005 dalam Meylasari 2010 mengungkapkan bahwa inti dari pengambilan keputusan adalah terletak dalam perumusan berbagai alternative tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pengambilan alternative yang tepat setelah suatu evaluasi penilaian mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Salah satu komponen terpenting dari proses pembuatan keputusan adalah kegiatan pengumpulan informasi dari mana suatu apresiasi mengenai situasi keputusan dapat dibuat. Sajogyo 1983 dalam Meliala 2006 Pengambilan keputusan oleh istri dan suami dalam rumahtangga dapat diperinci menurut empat bidang sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan; 2. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok, yang mencakup makanan, perumahan, pembelian pakaian, biaya pendidikan, pembelian peralatan rumahtangga, dan perawatan kesehatan; 3. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pembentukan keluarga, yang mencakup jumlah anak, ajar atau sosialisasi anak, pembagian kerja antara anak-anak, dan pendidikan; serta 4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga dihubungkan dengan kegiatan sosial, sesuai dengan yang ada di dalam masyarakat, yang mencakup selamatan, kegiatan gotong royong dan sambatan, dan peranserta pengeluaran pada berbagai kegiatan kelompok. Menurut Sajogyo 1983 dalam Meliala 2006, terdapat lima pola dalam pengambilan keputusan antara suami dan istri yaitu: 1. Pengambilan keputusan yang diambil oleh istri sendiri. 2. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri. 3. Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri. 4. Pengambilan keputusan yang dominan dilakukan suami. 5. Pengambilan keputusan oleh suami. Selain pola pengambilan keputusan yang dipaparkan di atas Sajogyo juga mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peranan perempuan dalam pengambilan keputusan, yaitu,: Proses sosialisasi, Pendidikan, Latar belakang perkawinan, Kedudukan dalam masyarakat, dan Pengaruh luar lainya. Pengaruh di luar rumah lingkungan masyarakat pada umumnya dapat memperkaya dan menambah pengalaman perempuan, yang memperkirakan dapat mengembangankan potensinya dalam mengambil keputusan di berbagai bidang kehidupan dalam rumahtangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan, sumber ekonomi yang paling banyak disumbangkan dalam perkawinan ataupun kemampuan personal yang berupa pengalamnya bergaul dalam masyarakat luas, menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam mengambil keputusan di dalam keluarga. Lailogo 2003 dalam Meylasari 2010 memaparkan bahwa jika ditinjau dari pola pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha tani, perempuan selalu memberikan andil dalam setiap keputusan yang diambil, mulai dari praproduksi hingga pasca produksi. Bahkan hingga pada tahap pengelolaan pasca panen, keputusan didominasi oleh perempuan tani, artinya, perempuan tani sangat berperan dalam penentuan pengunaan hasil panen, baik untuk dikonsumsi, maupun untuk dipasarkan

2.1.12. Nilai