BAB VI HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PEMBAGIAN
KERJA DAN KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DALAM USAHATANI BAWANG MERAH
6.1. Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Pembagian Kerja
Hubungan antara
faktor sosial
ekonomi jenis
kelamin, usia,
pekerjaan,tingkat pendidikan, luas lahan yang digarap, dan status kepemilikan lahan dengan pembagian kerja reproduktif, produktif dan sosial. Berikut hasil
tabulasi silang antara faktor sosial ekonomi dengan relasi gender dalam pembagian kerja padaTabel 9.
Tabel 9 Persentase Responden menurut Faktor Sosial Ekonomi dan
Pembagian Kerja di Desa Sidakaton Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal, 2011
Faktor sosial ekonomi
Pembagian kerja Produktif
Reproduktif Sosial
R S
T R
S T
R S
T Usia
R 33.1 41.7
33.3 31.6 12.5 24.0 37.5
25.0 S
61.1 33.3 40.0 55.6 47.4 50.0
64.0 31.2 50.0
T 5.6 25.0 60.0
11.1 21.1 37.5 12.0 31.2
25.0 Total
100 100
100 100
100 100
100 100
100 Jenis
Kelamin R
38.9 25.0 20.0 27.8 26.3 12.5
20.0 31.2 25.0
S 55.6 41.7 80.0
61.1 47.4 37.5 56.0 50.0
25.0 T
5.6 33.3 11.1 26.3 50.0
24.0 18.8 50.0
Total 100
100 100
100 100
100 100
100 100
Tingkat Pendidikan
R 34.4 18.3
72.2 36.8 56.0 37.5
S 54.4 40.0 20.0
16.7 31.6 12.5 24.0 25.0
T 11.1 41.7 80.0
11.1 31.6 87.5 20.0 37.5
100 Total
100 100
100 100
100 100
100 100
100 Luas lahan
yang digarap R
27.8 33.3 33.3 26.3 12.5
24.0 31.0 25.0
S 66.7 58.3 80.0
61.1 68.4 75.0 72.0 56.2
75.0 T
5.6 8.3 20.0
5.6 5.3 12.5
4.0 12.5 Total
100 100
100 100
100 100
100 100
100 Status
Kepemilikan Lahan
R 44.4
8.3 72.2 36.8
56.0 37.5 S
44.4 50.0 20.0 16.7 31.6 12.5
24.0 25.0 T
11.1 41.7 80.0 11.1 31.6 87.5
20.0 37.5 100
Total 100
100 100
100 100
100 100
100 100
Keterangan : R= rendah, S= sedang, T= tinggi
Berdasarkan hasil tabulasi silang, usia terbesar berada pada kegiatan produktif yang rendah yaitu sebesar 61.1 persen. Bahwasannya usia produktif
sangat berpengaruh dalam kegiatan produktif. Lalu jenis kelamin tertinggi berada ketika kegiatan produktif tinggi, yaitu sebesar 80 persen. Namun jenis kelamin
tersebut masih tergolong dalam kategori sedang. Lalu saat kegiatan produktif tinggi, jenis kelamin yang tinggi sebesar 0 persen, artinya kegiatan produktif
tinggi , tidak berpengaruh terhadap jenis kelamin, siapa yang melakukan baik laki- laki maupun perempuan karena hanya beberapa rumahtangga petani bawang
merah yang hanya suami atau laki-laki saja yang melakukam kegiatan produkstif. Kemudian kegiatan produktif yang tinggi menjadikan tingkat pendidikan yang
tinggi pula bagi responden, yaitu sebesar 80 persen. Pendidikan merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya akan menanamkan pengertian sikap yang
menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Petani yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat dalam melaksanakan adopsi yang
diberikan penyuluh dan lebih dapat responsif gender dalam kegiatan produktif. Luas lahan yang digarap tertinggi berada pada relasi gender dalam kegiatan
produktif yang tinggi yaitu sebesar 80 persen, namun masih tergolong pada kategori sedang. Status kepemilikan lahan tertinggi berada kegiatan produktif
yang tinggi yaitu sebesar 80 persen. Usia tertinggi berada pada kegiatan reproduksi yang rendah yaitu sebesar
55.6 persen. Hal ini menunjukkan usia yang dianalisis merupakan kategori usia produktif dimana rumahtangga petani bawang merah yang sebagian besar anggota
rumahtangga tersebut ikut melakukan kegiatan usahatani bawang merah. Petani bawang merah melalukan kegiatan produktif hal serupa juga dilakukan pada
kegiatan reproduktif. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden VB, 43 tahun sebagai berikut :
“……Saya ikut membantu suami dalam kegiatan usahatani bawang merah mulai dari persiapan sampai kadang dalam hal penjualan tetapi saya tidak
melupakan saya sebagai ibu rumahtangga saya tetap melakukan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, mengurus anak, begitu juga suami saya dia juga ikut
membantu pekerjaan rumah walaupun tidak begitu sering…...”
Pernyataan responden diatas menyatakan bahwa responden tersebut ikut serta dalam mengelola usahatani bawang merah karena responden merasa
usahatani bawang merah milik bersama, sehingga perlu dilibatkan dalam kegiatan usahatani tersebut.
Sebagian besar responden yang mengikutsertakan laki-laki dalam kegiatan reproduktif tinggi menyatakan bahwa jenis kelamin juga yang tinggi pula, yaitu
sebesar 50 persen dibandingkan dengan keterlibatan kegiatan reproduktif rendah, jenis kelaminnya berada pada kategori sedang yaitu 61.1 persen. Hal ini
dikarenakan pada saat kegiatan reproduktif memang berhubungan dengan jenis kelamin, hal tersebut membuat jenis kelamin tinggi pada kegiatan reproduktif juga
tinggi, terutama bagi responden laki-laki yang ikut serta dalam kegiatan reproduktif.
Keterlibatan responden
melakukan kegiatan
reproduktif tinggi,
menghasilkan pernyataan yang tinggi pula dalam tingkat pendidikan yaitu sebesar 87,5 persen. Baik rumahtangga yang laki-laki ikut serta dalam kegiatan
reproduktif maupun laki-laki yang tidak terlibat dalam kegiatan reproduktif. Usia tertinggi berada pada saat relasi gender dalam kegiatan sosial rendah sebesar 64
persen. Sedangkan, responden dengan keterlibatan yang rendah saat kegiatan sosial menghasilkan nilai jenis kelamin tertingginya sebesar 12 persen. Selain itu,
responden dengan keterlibatan yang tinggi pada kegiatan sosial sebagian besar memiliki usia yang sedang yaitu sebesar 50 persen.karena kebanyakan kegiatan
sosial lebih banyak diikuti usia muda. Hasil uji korelasi Chi Square antara Faktor Sosial Eknomi dengan relasi
gender dalam pembagian kerja cukup beragam. Berikut hasil uji korelasi Chi Square dijelaskan pada Tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Hasil Pengujian Chi Square Hubungan antara Faktor Sosial Eknomi dengan Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Faktor sosial ekonomi Relasi Gender dalam Pembagian Kerja
Reproduktif Produktif
Sosial Jenis Kelamin
Usia Tingkat Pendidikan
Luas lahan yang digarap Status Kepemilikan
0,708 0,243
0,128 0,288
0,062 -0,053
0,161 0,153
0,509 0,312
0,245 0,004
0.183 0,038
0,200
Keterangan: Berhubungan nyata pada p0,05; Berhubungan sangat nyata pada p0,01 χ
2
=koefisien Chi Square;
Tabel hasil uji menunjukkan ada satu indikator faktor sosial ekonomi yang memiliki hubungan nyata dengan pembagian kerja. Faktor sosial ekonomi
tersebut yaitu jenis kelamin dengan pembagian kerja bidang reproduktif dan produktif. Hal ini dikarenakan pembagian kerja dalam keluarga tersebut hanya
didasarkan pada jenis kelamin yang menetapkan perempuan sebagai pekerja reproduktif dan laki-laki pekerja produktif. Pembagian tersebut menurut
responden sudah layak dan umum bagi seluruh keluarga. Perempuan ditempatkan pada pekerjaan reproduktif tersebut karena adanya adat istiadat atau ideologi
gender yang dianut oleh keluarga responden yang memang menempatkan perempuan pada pekerjaan reproduktif. Dengan demikian, terjadi ketidakadilan
gender untuk relasi gender dalam pembagian kerja di keluarga responden. Perempuan masih mengalami diskriminasi karena memiliki beban kerja yaitu
sebagai pekerja reproduktif sekaligus produktif. Kegiatan produktif dalam hal ini kegiatan usahatani bawang merah kebanyakan dilakukan oleh responden suami
karena tahapan kegiatan usahatani bawang merah merupakan pekerjaan kasar dan berat. Sehingga dapat disimpulkan baik responden laki-laki maupun perempuan
memiliki porsi yang berbeda dalam mengerjakan pekerjaan produktif. Usia dalam pembagian kerja , tingkat pendidikan, luas lahan yang digarap
dan status kepemilikan lahan tidak berhubungan dalam pembagian kerja karena saat pembagian kerja berlangsung jenis kelaminlah yang menentukan pembagian
kerja dalam rumahtangga petani bawang merah. pembagian kerja dalam bidang reproduktif, produktif dan sosial dalam rumahtangga responden tidak dipengaruhi
oleh usia. Baik usia yang lebih tua atau muda yang penting sudah dapat diperintah
untuk bekerja, Pembagian kerja dalam ruamhatangga biasanya berdasarkan jenis kelamin. Misalkan saja biasanya anak perempuan disuruh membantu ibunya di
dapur, sedangkan anak laki-laki membantu ayahnya bekerja mencari nafkah atau melakukan pekerjaan berat.
Sajogyo 1981 mengartikan sumberdaya pribadi meliputi berbagai aspek berupa pendidikan yaitu pendidikan formal dan informal, pengalaman,
ketrampilan, dan kekayaan yang menunjukan adanya variasi alokasi kekuasaan dalam keluarga dan menentukan siapa yang dominan dalam pembagian kerja.
Konsep pendidikan dalam penelitian ini hanya mencakup pendidikan formal. Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan pembagian kerja karena pada
pembagian kerja dalam rumahtangga tidak dilihat siapa yang berpendidikan tinggi akan melakukan kegiatan produktif, reproduktif dan sosial begitu juga tidak
sebaliknya. Luasan lahan yang digarap adalah besarnya lahan yang sedang dikelola
oleh petani pada saat ini. luas lahan yang digarap tidak memiliki hubungan nyata dengan pembagian kerja, hal ini dimungkinkan responden yang memiliki luas
lahan yang sempit, menengah maupun besar memiliki kontribusi yang sama pada pembagian kerja dalam rumahtangga petani bawang merah.
Responden yang memiliki status kepemilikan lahan sebagai pemilik, penggarap, atau bahkan buruh tani pasti responden tersebut akan melalukan
kegiatan reproduksi di rumahtangganya masing-masing dan walaupun statusnya hanya sebagai buruh tani responden tersebut mengikuti kegiatan kemasyakatan
apalagi kegiatan produksi dalam hal ini pengelolaan usatahani bawang merah, responden akan mengerjakan kegiatan tersebut. Dengan demikian status
kepemilikan responden tersebut tidak nyata merubah relasi gender dalam pembagian kerja.
6.2. Hubungan antara Faktor Sosial Ekonomi dengan KKG