Mata pencaharian penduduk sebagian besar disektor swasta informal antara lain sebagai pedagang warung makan warteg di luar desa terutama di
kota-kota besar seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, dll separuh lebih, petani dan buruh tani. Produk unggulan Desa Sidakaton yang sebagian besar wilayahnya
merupakan areal pertanian adalah bawang merah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Penduduk Desa Sidakaton Menurut Jenis Mata Pencaharian, Tahun 2011 dalam jumlah dan persen
4.2 Kondisi Sosial Budaya
4.2.1 Upacara Khas Suku Jawa
a. Kematian Mendhak
Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian budaya Jawa. Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu
atau berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk upacara tradisional Mendhak adalah
No Mata Pencaharian
Orang persen
1 Buruh Tani
1.416 23,42
2 Petani
1.215 20,09
3 Pedagang
3.078 50,90
4 PNS
15 0,25
5 TNIPOLRI
3 0,05
6 Penjahit
3 0,05
7 Montir
4 0,07
8 Sopir
7 0,12
9 Pramuwisma
15 0,25
10 Karyawan Swasta
37 0,61
11 Tukang Kayu
106 1,75
12 Tukang Batu
141 2,33
13 Guru swasta
7 0,12
Jumlah 6.097
100,00
sebagai berikut: tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak, ketan, dan apem. Kadang-kadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan,
sanak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka. Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari
kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun kematian 365 hari; kedua disebut Mendhak Pindho sebagai
upacara peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke
seribu setelah kematian. Menurut kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari
saudara yang diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi untuk selamanya. Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi
tersebut, arwah harus melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu penting sekali diadakannya beberapa upacara untuk menemani perjalanan
sang arwah.
b. Kematian surtanah
Tradisi kematian dalam adat Jawa salah sataunya adalah Upacara Surtanah yang bertujuan agar arwah atau roh orang mati mendapat tempat yang layak
di sisi Sang Maujud Agung. Perlengkapan upacara: - Golongan bangsawan: tumpeng asahan lengkap dengan lauk, sayur adem tidak pedas, pecel
dengan sayatan daging ayam gorengpanggang, sambal docang dengan kedelai yang dikupas, jangan menir, krupuk, rempeyek, tumpeng ukur-
ukuran, nasi gurih, nasi golong, dan pisang raja. - Golongan rakyat biasa: tumpeng dengan lauknya, nasi golong, ingkung dan panggang ayam, nasi
asahan, tumpeng pungkur, tumpeng langgeng, pisang sajen, kembang setaman, kinang, bako enak dan uang bedah bumi. Upacara ini diadakan
setelah mengubur jenazah yang dihadiri oleh keluarga, tetangga dekat, dan pemuka agama.
c. Upacara nyewu dina
Inti dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan upacara: - Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan,
ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air, memotong kambing, daramerpati, bebekitik, dan pelepasan burung
merpati. - Golongan rakyat biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong
serta kemenyan. Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan relasi
d. Upacara Brobosan
Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan
penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman
rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua. Tradisi Brobosan dilangsungkan secara
berurutan sebagai berikut: 1 peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai, 2
anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka mrobos
selama tiga kali dan searah jarum jam, 3 urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama; anak yang lebih
muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
4.2.2 Upacara Adat Kelahiran Suku Jawa