Relasi Gender dalam Pembagian Kerja

BAB VII RELASI GENDER DALAM PEMBAGIAN KERJA

7.1. Relasi Gender dalam Pembagian Kerja

Relasi gender, mempersoalkan posisi perempuan dan laki-laki dalam pembagian sumberdaya dan tanggung jawab, manfaat, hak-hak, kekuasaan dan previlege. Penggunaan relasi gender sebagai suatu kategori analisis tidak lagi berfokus pada perempuan yang dilihat terisolasi dari laki-laki. Relasi gender dalam masyarakat dapat dilihat sebagai faktor yang tidak tetap. Hal itu karena gender berkaitan dengan klasifikasi maskulin dan feminin yang dikonstruksi oleh suatu masyarakat. Klasifikasi sosial tersebut berbeda-beda tergantung budaya yang ada dalam masyarakat. Masyarakat di Desa Sidakaton berasal dari etnis Jawa yang cenderung menjunjung tinggi budaya patriakhi. Masyarakat patriarkhi menurut Sadawi 2001 adalah masyarakat yang mempunyai rujukan sistem yang berdasarkan pada kesepakatan laki-laki, dimana dalam masyarakat tersebut kondisi perempuan sangat termarginalisasikan dan dipinggirkan melalui kerja-kerja domestik. Peminggiran perempuan dalam masyarakat patriarkhi dilihat dari sisi pola pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan terwujud dengan sangat jelas, dimanalaki-laki lebih banyak mendominasi sektor publik, sedangkan perempuan pada sektor domestik. Dalam masyarakat patriarkhi, hubungan pembagian kerja tidak menampakkan pola keseimbangan. Dalam pekerjaan, laki-laki lebih dihargai dibandingkan pekerjaan perempuan Juliet Mitchell 1994, seperti ditulis oleh Juliastuti 4 , mendeskripsikan patriarki dalam suatu term psikoanalisis yaitu “ the law of the father” aturan ayah yang masuk dalam kebudayaan lewat bahasa atau proses simolik lainnya. Selanjutnya Juliastuti mengutip pendapat Herdi Hartmann 1992, salah seorang feminis sosial, mengatakan bahwa patriarki adalah relasi hirarkis antara laki-laki 4 Juliastuti, Nuraini. “Kebudayaan Maskulin, Macho, Jantan, dan Gagah”, Retrieved from: http:www.kunci.or.idesainws08macho.htm. tanggal, 27 November 2011 dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi subordinat. Selain itu, patriaki merupakan sisten nilai atau cara pandang terhadap kehidupan dengan menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi dan peran yang berbeda-beda. Laki-laki ditempatkan pada posisi tinggi, dominan, dan sektor publik. Perempuan diposisikan rendah, subordinasi, dan sektor domestik, konsekuensi sosialnya adalah laki-laki mendominasi perempuan. Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja pada masyarakat di Desa Sidakaton sudah berdasarkan jenis kelamin dan telah disosialisasikan dalam keluarga pada setiap individu. Hal ini dilakukan agar seorang individu mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya dalam keluarga, dan bahkan dalam masyarakat. Atau dengan kata lain, pola sosialisasi yang diterapkan dalam keluarga akan membentuk kepribadian seseorang. Berkaitan dengan hal itu, Mead dalam Megawangi 1999 mengatakan bahwa sesungguhnya pria dan wanita adalah makhluk yang belajar berperilaku, mereka sebagai orang dewasa tergantung dari pengalaman-pengalaman di masa kanak-kanak. Pengalaman yang didapatkan dari proses belajar di masa kecil akan terus mengiringi pola tingkah laku seseorang dalam berinteraksi dengan keluarga dan orang lain. Pernyataan Mead di atas berlaku pada masyarakat Jawa di Desa Sidakaton. Masyarakat di desa tersebut mempunyai kebiasaan berinteraksi dalam mengerjakan tugas sehari-hari. Setiap anggota keluarga mempunyai peranan yang disesuaikan dengan pola pembagian kerja yang seimbang serta saling membantu agar dapat mengerjakan pekerjaan yang lain selain bertani. Pola sosialisasi dilakukan oleh generasi yang lebih tua dengan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki kepada generasi selanjutnya. Nilai-nilai tersebut ditanamkan sesuai dengan tingkat dan pola pemahamannya mengenai pembagian kerja dalam mengerjakan aktivitas sehari- hari. Pembagian kerja secara seksual oleh laki-laki dan perempuan telah menjadi kesepakatan masyarakat awam atas tubuh perempuan dan tubuh laki-laki, sehingga akan muncul nilai-nilai dan norma yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan, baik dalam keluarga dan lembaga masyarakat. Pada umumnya anak laki-laki berorientasi pada jenis pekerjaan yang biasa dilakukan setiap hari sedangkan anak perempuan lebih banyak berorientasi kepada ibunya. Pembagian kerja dalam rumahtangga petani memiliki beragam hubungan dalam tabulasi silang dengan relasi gender. Hasil tabulasi silang antara relasi gender dengan pembagian kerja disajikan pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Persentase Responden menurut Relasi Gender dalam Pembagian Kerja di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, 2011 Relasi Gender Pembagian Kerja Produktif Reproduktif Sosial R S T R S T R S T Adil R 40 42.9 22.2 36.4 50.0 30.0 42.9 S 40 75.0 42.9 50.0 54.4 33.3 65.0 75.0 57.1 T 20 25.0 14.3 27.8 9.1 16.7 5.0 25.0 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Kurang Adil R 35.0 12.5 42.9 27.8 36.4 37.3 22.2 18.2 50.0 S 65.0 50.0 28.6 55.6 45.5 66.7 72.2 72.7 33.3 T 0 37.5 28.0 16.7 18.2 5.6 9.1 16.7 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Tidak Adil R 40.0 14.3 33.3 18.2 16.7 56.0 37.5 S 35.0 37.5 71.4 33.3 54.5 50.0 24.0 25.0 T 25.0 62.5 14.3 33.4 27.3 33.3 20.0 37.5 100 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Keterangan : R= Rendah, S= Sedang, T= Tinggi Berdasarkan tabulasi silang dapat dilihat bahwa relasi gender adil tertinggi ketika kegiatan produksi berada pada kategori sedang, sedangkan pada saat kegiatan produksi rendah , persentase responden yang dihasilkan relasi gender adil berada pada kategori sedang sebesar 65 persen. Pada saat kegiatan produksi tinggi persentase responden yang dihasilkan relasi gender tidak adil berada kategori sedang. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian responden mengatakan bahwa dalam kegiatan produktif usahatani bawang merah mengatakan adil, sebagian lagi kurang adil dan bahkan persentase terbesar saat kegiatan produktif tinggi menghasilkan persentase responden tidak adil sebesar 71,4 persen. Hal ini dikarenakan oleh budaya patriarkhi yang memposisikan kaum laki-laki sebagai pemimpin dan pencari nafkah bagi perempuan. Dengan demikian, posisi perempuan hanya dianggap sebagai pembantu atau perawat yang melakukan pekerjaan sebatas melayani kepentingan laki-laki . Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang melakukan kegiatan reproduktif yang tinggi dengan relasi gender adil yang rendah sebesar 50 persen. Hal ini menunjukkan responden yang menganggap kegiatan reproduktif dalam rumahtangga petanin bawang merah memiliki relasi adil hanya setengahnya.. Sedangkan ketika responden menganggap kegiatan reproduktif tinggi dan relasi gender yang mengatakan adil juga tinggi memiliki persentase sebesar 16.7 persen, artinya kegiatan reproduktif tidak membuat relasi gender adil menjadi tinggi pada rumahtangga petani. Responden yang memiliki kegiatan reproduktif yang tinggi, menghasilkan pernyataan akan relasi gender kurang adil pada rumahtangga petani bawang merah tergolong pada kategori sedang yaitu sebesar 66.7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan reproduktif rumahtangga petani tidak terlalu berhubungan dengan relasi gender. Sedangkan kegiatan reproduktif yang tinggi tidak membuat relasi gender tidak adil juga tinggi seperti terlihat pada tabel. Sebagian besar responden yang menganggap kegiatan reproduktif tinggi, menghasilkan pernyataan responden pada relasi gender kurang adil sedang yaitu sebanyak 50 persen. Hal ini dikarenakan kegiatan reproduktif rumahtangga petani bawang merah tidak terlalu memperhatikan relasi gender dalam kegiatan reproduktif. Dilihat dari persentase atas tanggapan responden mengenai pernyataan yang diajukan dan wawancara mendalam dalam studi kasus yang dilakukan terhadap responden dan informan terdapat pernyataan-pernyataan yang sangat jelas bahwa diantara laki-laki dan perempuan mempunyai tugas utama masing- masing. Tampak jelas bahwa tugas utama yang digarisbawahi adalah tugas perempuan sebagai pengatur rumahtangga dan mengurus anak. Meskipun demikian, satu hal yang amat menonjol dari jawaban-jawaban responden adalah bahwa mereka tetap diperbolehkan oleh suaminya untuk bekerja. Hal ini disebabkan sifat pekerjaan yang ditekuni dapat disesuaikan dengan kondisi kesibukan dalam rumahtangga. Sementara itu, secara eksplisit tidak disebutkan bahwa laki-laki juga bertanggung jawab untuk mengurus rumahtangga dan merawat anak. Menurut masyarakat Desa sidakaton, nilai-nilai pembagian kerja atau peran gender istri dalam rumahtangga cenderung ketat jika dibandingkan dengan nilai-nilai pembagian kerja atau peran gender suami. Responden suami boleh menjalankan perannya dalam kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Berbeda dengan responden istri yang perannya dominan di sektor domestik, terutama pada rumahtangga yang memiliki pendapatan rendah, istri harus membantu suami mencari nafkah dengan ikut bekerja di lahan usahatani bawang merah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Responden istri memiliki beban kerja yang terlalu berat. Beban kerja istri pada kegiatan produktif dan reproduktif menghambat perannya untuk ikut dalam kegiatan kemasyarakatan. Sehingga mereka merasa bahwa relasi gender dalam rumahtangga kurang adil. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh ibu ZNB 60 tahun: “…ya nok gimana mau ikut kegiatan masyarakat wong kerjaan di rumah banyak, belum lagi kerjaan di sawah udah cape duluan ,,,” Pembagian kerja yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam sektor domestik dan publik akan melahirkan beban kerja ganda bagi kaum perempuan. Akan tetapi, beban tersebut dianggap sebagai peran pembantu dalam pekerjaan laki-laki, bukan sebagai perempuan yang mampu bekerja terlepas dari segala mitos tubuh dan isu gender yang bias. Tabel 14 memaparkan beberapa pernyataan yang merupakan gambaran dari ketat atau tidaknya nilai-nilai gender dalam rumahtangga menurut masyarakat Desa Sidakaton. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari 15 item pernyataan mengenai relasi gender dapat dilihat bahwa sebagian responden di Desa Sidakaton memiliki pandangan positif terhadap pernyataan ketat atau tidaknya nilai-nilai peran gender akan tetapi ada juga yang masih memandang nilai-nilai tersebut negatif. Tabel 14. Jumlah Responden Suami dan Responden Istri berdasarkan Relasi Gender, Desa Sidakaton, 2011 No Relasi Gender Responden Jumlah Suami Istri S TS S TS

1. Suami dan istri memiliki kedudukan yang

sama dalam keluarga 24 21 17 28 90

2. Istri boleh menjadi penanggung jawab

dalam keluarga jika suami tidak ada 38 7 45 90

3. Perempuan boleh menikmati pendidikan

setinggi mungkin seperti yang diimgimkan 35 10 42 3 90

4. Perempuan boleh sering meninggalkan

rumah 6 39 45 90

5. Perempuan boleh pulang malam

9 36 9 36 90

6. Perempuan atau istri boleh menafkahi

keluarga 38 7 45 90

7. Perempuan boleh bekerja diluar rumah

23 22 39 6 90

8. Perempuan boleh melakukan pekerjaan

berat seperti: mencangkul, mengolah lahan, dan mengairi lahan usahatani. 45 45 90

9. Laki-laki juga dapat melakukan pekerjaan

yang ringan seperti: menyemai, menanam, serta menyiangi 41 4 45 90

10. Istri harus mendapat izin dari suami untuk

melakukan kredit usahatani 30 15 42 3 90

11. Suami dan istri mremiliki tanggungjawab

yang sama terhadap usahatani yang dimiliki 25 20 41 4 90

12. Melakukan pekerjaan

rumah seperti: memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah tidak hanya dilakukan oleh istri tapi juga suami 17 28 37 8 90

13. Istri boleh terlibat aktif dalam kegiatan

berorganisasi 30 15 42 3 90

14. Istri boleh

memimpin rapat dalam pertemuan-pertemuan kemasyarakatan 12 33 14 31 90 15 Istri tidak perlu mendapatkan izin dari suami untuk mengikuti kegiatan diluar rumah 45 45 90 Keterangan: S: Setuju; TS: Tidak Setuju Pembagian kerja gender menurut Budiman 1985 adalah pola pembagian kerja antara pasangan suami-istri yang disepakati bersama, serta didasari oleh sikap saling memahami dan saling mengerti. Pembagian kerja tersebut diciptakan oleh pasangan dalam keluarga pada sektor publik dan sektor domestik. Pembagian kerja tersebut tidak dilakukan berdasarkan konsep tubuh laki-laki dan tubuh perempuan, melainkan atas kerjasama yang harmonis dalam membangun keluarga. Semenjak masa kanak-kanak, pembagian kerja menurut jenis kelamin dan telah disosialisasikan dalam keluarga pada setiap individu. Hal ini dilakukan agar seorang individu mengetahui apa yang menjadi hak dan masyarakat. Atau dengan kata lain, pola sosialisasi yang diterapkan dalam keluarga akan membentuk kepribadian seseorang. Relasi gender dalam pembagian kerja pada rumahtangga untuk penelitian ini didekati dari profil kegiatan laki-laki dan perempuan yang mencakup kegiatan produktif, kegiatan reprodukstif, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Kegiatan produktif atau nafkah yaitu kegiatan yang dilakukan langsung atau tidak langsung yang menghasilkan pendapatan berupa uang. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan rumahtangga serta mendukung kegiatan produkstif. Sementara kegiatan sosial kemasyarakatan merupakan kegiatan dimana terdapat saling interaksi sesama manusia yang bertujuan untuk menjalin hubungan yang baik dalam suatu masyarakat.

7.2. Kegiatan Produktif Usahatani Bawang Merah