Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah salah konsep yang dibawa seseorang atau konsep-konsep yang salah yang
menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para ahli dalam bidang itu.
3. Penyebab Miskonsepsi
Suparno 2005: 29 menyebutkan bahwa secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku
teks, konteks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa terdiri dari berbagai hal seperti prakonsepsi awal, kemampuan, tahap
perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan dari guru dapat berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan
bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab miskonsepsi dari buku teks
biasanya terdapat pada penjelasan atau uraian yang salah dalam buku tersebut. Suparno 2005: 34-42 menjelaskan mengenai penyebab
miskonsepsi seperti berikut ini. a.
Siswa 1
Prakonsepsi atau Konsep Awal Siswa Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal atau prakonsepsi
tentang suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal ini sering kali mengandung
miskonsepsi. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari orangtua, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa. Prakonsepsi yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran anak
sejak lahir tidak diam, tetapi terus aktif untuk memahami sesuatu. Suparno 2005: 35 mengatakan bahwa miskonsepsi akan lebih
banyak lagi, jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada anak tersebut mempunyai banyak miskonsepsi, seperti orangtua,
tetangga, teman, dan lain-lain. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan anak akan mempengaruhi pembentukan konsep anak.
2 Pemikiran Asosiatif Siswa
Menurut Arons dalam Suparno, 2005: 35-36, asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari kadang-kadang juga membuat
miskonsepsi. Contohnya, siswa mengasosiasikan gaya dengan aksi atau gerakan. Gaya oleh banyak siswa dianggap selalu menyebabkan
gerakan. Maka jika siswa tidak melihat suatu benda bergerak, mereka memastikan tidak ada gaya.
Marshall dan Gilmour dalam Suparno, 2005:36, melaporkan bahwa pengertian yang berbeda dari kata-kata antara siswa dan guru
juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Kata dan istilah yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran diasosiasikan lain
oleh siswa, karena dalam kehidupan mereka kata dan istilah itu mempunyai arti lain. Misalnya, sewaktu guru menjelaskan tentang
atom sebagian dari molekul, anak yang mendengar langsung PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengasosiasikannya dengan “plastik” karena di kehidupan mereka,
atom digunakan untuk menyebut plastik. 3
Pemikiran Humanistik Siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan
manusiawi Gilbert dalam Suparno, 2005: 36. Benda-benda dan situasi dipikirkan dalam term pengalaman orang dan secara
manusiawi. 4
Reasoning yang Tidak LengkapSalah Comins dalam Suparno, 2005: 38 menyatakan bahwa
miskonsepsi juga disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap dapat
disebabkan karena informasi yang diperoleh atau data yang didapatkan tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan
secara salah dan ini menyebabkan timbulnya miskonsepsi siswa, sedangkan reasoning yang salah dapat juga terjadi karena logika
yang salah
dalam mengambil
kesimpulan atau
dalam menggeneralisasi, sehingga terjadi miskonsepsi.
5 Intuisi yang Salah
Intuisi yang salah dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang
yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara objektif dan rasional diteliti Suparno, 2005:
38-39. Pemikiran intuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan mengakibatkan miskonsepsi.
6 Tahap Perkembangan Kognitif Siswa
Suparno 2005: 39 menjelaskan bahwa perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat menjadi
penyebab adanya miskonsepsi siswa. Secara umum, siswa yang masih di tahap operational concrete bila mempelajari suatu bahan
yang abstrak sulit menangkap dan sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut. Dalam tahap perkembangan pemikiran
operational concrete, siswa baru dapat berpikir berdasarkan hal-hal yang konkret, yang nyata dapat dilihat dengan indra.
7 Kemampuan Siswa
Kemampuan siswa
juga mempunyai
pengaruh pada
miskonsepsi siswa. Secara umum, siswa yang inteligensi matematis- logisnya kurang tinggi, akan mengalami kesulitan dalam menangkap
konsep fisika, terlebih yang abstrak. Siswa yang IQ-nya rendah juga dengan mudah melakukan miskonsepsi karena mereka dalam
mengonstruksi pengetahuan fisika tidak dapat mengonstruksi secara lengkap dan utuh. Mereka tidak menangkap konsep yang benar dan
merasa bahwa itulah konsep yang benar, maka terjadi miskonsepsi Suparno, 2005: 41.
8 Minat Belajar
Secara umum dapat dikatakan, siswa yang berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada siswa
yang tidak berminat pada fisika. Hal ini didasarkan pada siswa yang tidak tertarik atau benci pada fisika, biasanya kurang berminat untuk
belajar fisika dan kurang memperhatikan penjelasan guru mengenai pengertian fisika yang baru. Akibatnya, mereka akan lebih mudah
salah menangkap dan membentuk miskonsepsi. Sedangkan siswa yang menyukai fisika biasanya lebih
menaruh perhatian kepada penjelasan guru. Mereka senang mempelajari bahan fisika dari buku-buku secara lebih teliti dan
mendalam. Akibatnya, mereka dapat menangkap konsep fisika dengan lebih lengkap dan mendalam.
b. GuruPengajar
Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika secara tidak benar, akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi.
Beberapa guru fisika tidak memahami konsep fisika dengan baik, sehingga salah pengertian ini diteruskan kepada siswa Arons dalam
Suparno, 2005: 42. Beberapa guru mengajarkan suatu bahan secara keliru. Oleh karena siswa menganggapnya sebagai benar, maka siswa
memegang konsep itu kuat-kuat. Akibatnya, miskonsepsi siswa sangat kuat dan sulit diperbaiki.
c. Buku Teks
Buku teks juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Para peneliti menemukan bahwa beberapa miskonsepsi datang dari buku teks Lona
dalam Suparno, 2005: 44-45. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat juga menumbuhkan miskonsepsi
karena mereka sulit menangkap isinya. Selain buku teks, ada juga buku fiksi sains. Comins dalam
Suparno, 2005: 46 mengatakan bahwa meski di satu sisi buku ini baik, karena membuat anak senang membaca dan nantinya mempelajari
fisika, tetapi dalam banyak hal dapat juga menyesatkan dan memunculkan miskonsepsi pada diri anak.
d. Konteks
1 Pengalaman
Pengalaman siswa dapat menyebabkan miskonsepsi. Sebagai contoh kasus kekekalan energi. Dalam kehidupan sehari-hari, siswa
mengalami bahkan mereka akan merasa lelah setelah bekerja keras. Motor akan kehabisan bahan bakar bila dipakai terlalu lama dan
bahan bakarnya tidak diisi kembali. Tampak bahwa energi hilang dan tidak kekal. Di sini siswa berpikir tentang kekekalan energi
dalam pengertian yang terbatas dan tidak dalam pengertian yang luas Stavy dalam Suparno, 2005: 47.
2 Bahasa Sehari-hari
Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang mempunyai arti lain dengan bahasa fisika Gilbert dalam Suparno,
2005: 48. Misalnya, dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dengan satuan kg. Tetapi dalam Fisika,
berat adalah suatu gaya, dan satuan adalah Newton. Mereka telah menggunakan istilah itu bertahun-tahun dan tetap menggunakan
istilah itu di luar sekolah, maka sangat sulit untuk mengubah pengertian yang telah tertanam tersebut.
3 Teman Lain
Orang muda sangat senang belajar dalam kelompok bersama teman-teman kelompoknya. Kelompok sering didominasi oleh
beberapa orang yang suaranya vokal. Bila siswa yang dominan atau vokal itu mempunyai miskonsepsi, maka jelas mereka dapat
mempengaruhi siswa lain dalam hal miskonsepsi. 4
Keyakinan dan Ajaran Agama Keyakinan atau agama siswa dapat juga menjadi penyebab
miskonsepsi dalam bidang fisika. Hal itu diungkapkan Commins dalam Suparno, 2005: 49 dalam meneliti miskonsepsi tentang
astronomi. Keyakinan ataupun ajaran agama yang diyakini secara kurang tepat sering membuat siswa tidak dapat menerima penjelasan
ilmu pengetahuan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
e. Metode Mengajar
Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun
membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak jelek yaitu memunculkan miskonsepsi siswa. Menurut teori Gardner,
siswa akan lebih mudah menangkap bahan fisika bila fisika disajikan dengan berbagai inteligensi yang kuat pada diri siswa Suparno, 2004:
1.
4. Hakikat Pembelajaran IPA