dalam teks bahasa sasaran dengan menggunakan padanan yang sesuai dengan struktur gramatikal, leksikon, situasi komunikasi dan konteks budaya bahasa sasaran. Bell,
1991:29. Jakobson dalam artikelnya “On Linguistic Aspect of Translation” menyatakan
bahwa terjemahan terbagi atas tiga jenis Basnett, 1995:14 yaitu: a.
Intralingual Translation Terjemahan Intralingual adalah interpretasi tanda
verbal dengan menggunakan tanda lain dalam bahasa yang sama
b. Interlingual Translation Terjemahan Interlingual adalah interpretasi tanda
verbal dengan melibatkan dua bahasa yang berbeda. c.
Intersemiotic Translation Terjemahan Intersemiotik adalah interpretasi tanda verbal dengan tanda dalam sistem tanda non verbal
Dari ketiga jenis terjemahan yang dikemukakan di atas, penelitian ini membahas tentang jenis terjemahan yang kedua yaitu interlingual translation terjemahan yang
melibatkan dua bahasa yang berbeda yaitu dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris.
Menurut Larson 1984:17, tujuan penerjemah dalam menerjemahkan sebuah teks adalah untuk menghasilkan terjemahan idiomatik dan mengkomunikasikan makna
teks bahasa sumber ke dalam bentuk bahasa sasaran. Lebih lanjut Larson menambahkan bahwa penerjemahan adalah kegiatan yang berhubungan dengan studi tentang leksikon,
struktur tata bahasa, situasi komunikasi, dan konteks budaya teks bahasa sumber yang dianalisis dengan maksud untuk menentukan maknanya. Makna dan pesan yang
dimaksud dalam BSu kemudian diungkapkan dan dikonstruksi kembali dengan
2.2.2.2 Proses Penerjemahan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan leksikon, struktur tata bahasa dan konteks budaya BSa. Larson 1984:4 secara sederhana menampilkan gambar proses penerjemahan sebagai berikut:
BAHASA SUMBER BAHASA SASARAN
Bentuk teks yang diterjemahkan dengan bentuk teks hasil terjemahan menunjukkan adanya perbedaan bentuk antara bentuk TSu yang dilambangkan dengan
bentuk bujur sangkar dan bentuk TSa yang dilambangkan dengan bentuk segitiga. Kedua bentuk tersebut menunjukkan bahwa dalam teks terjemahan, bentuk bahasa
sumber bisa diganti menjadi bentuk bahasa sasaran yang sesuai untuk mencapai terjemahan yang idiomatik. Secara lengkap, Tou 1989:131 menampilkan interpretasi
proses terjemahan di atas dalam gambar berikut ini:
Gambar 2.2. Proses Penerjemahan Larson, 1984:4 Teks yang diterjemahkan
Terjemahan
Pengungkapan makna Penemuan Makna
Makna
Universitas Sumatera Utara
:
Gambar 2.3. Interpretasi Proses Penerjemahan Tou 1989:131
Dari gambar 2.3 di atas, terdapat empat tahap dalam proses penerjemahan yang biasanya dilakukan oleh penerjemah ketika mengalihkan pesan dari bahasa sumber
menuju bahasa sasaran, yaitu analisis, penemuan, pengalihan, dan pengungkapan makna kembali.
2.2.2.3 Hubungan Linguistik Sistemik Fungsional dan Penerjemahan
Dalam pandangan LSF, bahasa merupakan sistem makna. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dan memyampaikan makna yang merupakan bagian
dari kegiatan sosial dengan berbagai tujuan. Halliday dan Hasan 1985 menyatakan
BAHASA SUMBER BAHASA SASARAN
Konteks Budaya
Konteks Situasi
Konteks Budaya
Konteks Situasi
Teks Diungkap
Leksikon Teks
Diungkap Leksikon
Teks Diungkap Kembali
Leksikon
Teks Tata
Bahasa Struktur
Tata Bahasa
Analisis Makna
Pengungkapan Makna
Kembali Penemuan
Makna Pengalihan
Makna Makna
Universitas Sumatera Utara
bahwa penerjemahan juga selalu berhubungan dengan makna. Dalam hubungannya denga makna, LSF memandang bahasa sebagai sumber makna. Bahasa mempunyai tiga
fungsi makna utama yaitu fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual. Ketiga fungsi ini disebut dengan metafungsi bahasa. Bahasa dan penerjemahan adalah dua hal yang
tidak dapat dipisahkan dengan makna. LSF memandang bahasa sebagai sistem yang bermakna sebagai pembentukan makna dan bermanfaat juga untuk teori penerjemahan
karena pada dasarnya penerjemahan berhubungan dengan masalah makna yang disampaikan melalui bahasa atau wacana.
Selain berhubungan dengan makna, LSF diterapkan dalam analisis teks. LSF bertujuan untuk menganalisis suatu teks atau wacana. Jika penerjemahan menggunakan
pendekatan LSF, maka akan digunakan pendekatan bottom-up. Dengan pendekatan bottom-up ini penerjemah memulai dari tataran mikro ke tataran makro. Langkah-
langkah penerjemahan dengan pendekatan ini adalah 1 menganalisis leksikogramar dalam BSu, 2. menganalisis makna ideasional, interpersonal, dan tekstual yang
didapatkan dari leksikogramar 3. menganalisis konteks situasi dan konteks budaya 4 menganalisis strategi penerjemahan agar mendapatkan hasil terjemahan yang sepadan
dalam BSa secara fungsional. Konsep LSF merupakan konsep yang sangat bermanfaat dalam kajian
penerjemahan suatu teks. Fokus dari kajian penerjemahan adalah pada tingkat makna kata dan tata bahasa Steiner, 2004; Ming, 2007. LSF juga memandang proses
penerjemahan selalu berkaitan dengan konteks atau bahasa dan budaya. Hal ini dikarenakan teori LSF merupakan kajian mengenai kebahasaan yang memandang
bahasa sebagai fenomena sosial yang tidak bisa terpisahkan dengan konteks budaya.
Universitas Sumatera Utara
Kajian penerjemahan tidak hanya berhubungan dengan masalah kosa kata namun juga tata bahasa antara dua bahasa yang berbeda.
2.2.2.4 Faktor-Faktor Penyebab Perbedaan Alat Kohesi