Tinjauan Pustaka Kerangka Teori .1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional LSF

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Bab ini terdiri atas empat bagian utama yaitu tinjauan pustaka, kerangka teori, penelitian terdahulu dan kerangka pikir. Tinjauan pustaka merupakan konsep dasar tentang teori-teori para ahli yang digunakan dalam penelitan. Teori-teori ini digunakan sebagai landasan untuk menganalisis data dan menjawab masalah penelitian, meliputi teori LFS Halliday, teori penerjemahan Larson, Newmark dan Nababan serta kerangka konsep kohesi bahasa Inggris Halliday dan Hasan 1976 2.2 Kerangka Teori 2.2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional LSF Teori terjemahan dapat diintegrasikan dengan teori-teori yang berkembang dalam ilmu bahasa. Salah satu teori yang dapat diintegrasikan dalam teori penerjemahan adalah teori LSF yang diperkenalkan oleh Halliday. Penelitian ini berlandaskan pada teori LSF oleh Halliday 1985; 1994; 2004 dan dengan kerangka konsep teori kohesi bahasa Inggris oleh Halliday dan Hasan 1976, serta teori terjemahan oleh Larson 1984, Newmark 1998 dan Nababan 2012. Teori LSF diperkenalkan oleh Professor M.A.K Halliday dalam buku An Introduction to Functional Grammar. Menurut teori ini bahasa adalah sistem, fungsi bahasa membuat makna, bahasa adalah sistem semiotik sosial, penggunaan bahasa adalah kontekstual serta bahasa adalah fungsional Halliday, 2004:20-30. Bahasa merupakan sistem. Sistem arti bahasa dinamakan semantik dan direalisasikan melalui tata bahasa dan kosakata. LSF mengkaji teks, bukan kalimat, Universitas Sumatera Utara sebagi unit dasar untuk menginterpretasikan makna Halliday Martin, 1993; Halliday, 1994. Dengan konsep ini, LSF memandang tata bahasa sebagai realisasi wacana dan tata bahasa fungsional dan secara alamiah berkaitan dengan semantik teksnya. Fungsi bahasa untuk membuat makna Halliday, 1994; Halliday Martin, 1993. Pendapat ini didasari oleh Hasan 1996:14 yang menganggap bahasa sebagai a shaper of reality for those who use it. Dengan konsep dasar ini, LSF melihat makna sebagai pilihan, sebagai alternatif yang dipakai oleh penuturnya ketika berbahasa. Halliday 1994a:xxvi mengatakan bahwa SFL sees meaning as choice, which is not a conscious decision made in real time but a set of possible alternatives. Bahasa merupakan sistem semiotik sosial social semiotic. Konsep semiotik sosial dalam LSF merupakan proses memaknai, tidak hanya makna yang dipahami lewat bahasa, tetapi juga makna yang dipahami melalui kejadian atau tindakan dalam masyarakat. LSF sangat memperhatikan bubungan antara teks dengan konteks sosial Halliday, 1975; Eggins, 1995; Hasan, 1996. Dalam hal ini, Halliday Martin 1993: 22-23 menyatakan bahwa SFL looks for solidarity relationships between texts and the social practices they realize. LSF menganggap bahwa konteks bersifat kritis terhadap makna dalam kejadian linguistik apa pun, bahasa apa pun. Menurut Halliday Martin bahasa yang ditulis atau yang dikatakan sangat tergantung kepada topik, kapan dan dalam kesempatan apa Eggins, 2004:7. Bahasa diekspresikan untuk melayani kebutuhan manusia. Dengan kata lain, bahasa merupakan cara seseorang menggunakan bahasa agar bahasa tersebut dapat dipahami oleh manusia lain. Bahasa lisan dan bahasa tulisan merupakan bahasa yang difungsikan berdasarkan fungsi bahasa yang disebut dengan metafungsi. Universitas Sumatera Utara Halliday dan Hasan 1985:29 menyatakan bahwa metafungsi bahasa adalah fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa oleh penutur bahasa. Ada tiga jenis fungsi bahasa dalam kehidupan manusia yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal dan fungsi tekstual. Fungsi ideasional adalah fungsi bahasa untuk memaparkan pengalaman. Fungsi interpresonal adalah fungsi bahasa untuk mempertukarkan pengalaman. Dan fungsi tekstual adalah fungsi bahasa untuk merangkaikan pengalaman sehingga menciptakan wacana yang utuh, berkesinambungan, kohesif dan koheren. Penelitian ini difokuskan pada metafungsi bahasa yang ketiga yaitu fungsi tekstual textual function dalam menganalisis teks terjemahan.

2.2.1.1 Matafungsi Bahasa

Bahasa dari sudut pandang Halliday merupakan sumber untuk mengungkapkan makna. Makna Metafungsi bahasa adalah makna yang mengandung tiga fungsi bahasa, yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual. Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan fungsi, oleh karena itu ketiganya disebut metafungsi. Dalam satu klausa pasti terdapat ketiga fungsi tersebut Halliday Matthiesen, 2004:7-8. Masing-masing fungsi tersebut memiliki peranan dalam setiap interaksi antarpemakai bahasa. Penutur biasanya menggunakan bahasa untuk memaparkan pengalaman ideational function, untuk mempertukarkan pengalaman interpersonal function dan untuk merangkaikan pengalaman textual function Halliday, 1975; Christie Unsworth, 2000; Bloor Bloor, 1995. Dan fungsi tekstual merupakan fungsi ketiga dari metafungsi bahasa terkait dengan penelitian ini. Fungsi tekstual adalah fungsi bahasa dalam merangkai pengalaman untuk menyampaikan pesan. Hal ini diinterpretasikan sebagai sebuah fungsi intrinsik dalam arti bahwa bahasa terkait dengan aspek situasional dimana bahasa atau teks terdapat di Universitas Sumatera Utara dalamnya. Dengan kata lain, fungsi ini membuat bahasa atau teks relevan secara internal ke dalam bahasa itu sendiri demikian juga secara eksternal kepada konteks atau situasi di mana bahasa itu digunakan. Fungsi ini memberi kemampuan kepada seseorang untuk membedakan sebuah teks sebagai bahasa yang didukung secara fungsional dan kontekstual dan pada sisi yang lain dari yang bukan teks sebagai bahasa terpisah dari yang lain. Setiap fungsi bahasa berinteraksi dengan konteks field, tenor dan mode dan mempunyai tata bahasa berbeda Halliday, 1975; Eggins, 1994; Martin, 1997.

2.2.1.2 Teks dan Konteks

Halliday dan Hasan 1976:1 mengatakan bahwa teks sebagai a unit of language in use; it may be spoken or written, prose or verse, dialogue or monologue. Hal ini berarti teks merupakan pemakaian bahasa, baik lisan maupun tulisan dalam bentuk prosa maupun puisi, dan dalam bentuk dialog maupun monolog dan membentuk satu kesatuan gagasan. Lebih lanjut Halliday dan Hasan menambahkan bahwa teks 1976:1 sebagai a unit of language in use. It is not a grammatical unit, like a clause or a sentence; and it is not defined by its size. Hal ini berarti teks sebagai unit bahasa dalam pemakaian. Sebuah teks digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. Misalnya, sebuah frasa, apabila frasa tersebut digunakan untuk menyampaikan pesan maka dapat dikatakan sebagai teks. Sebaliknya, apabila ribuan atau ratusan kalimat tidak mampu menyampaikan pesan tertentu maka dapat dikatakan bukan merupakan teks. Teks merupakan satu kesatuan bahasa yang lengkap secara sosial dan kontekstual Kress, 1993:24, dan dalam bentuk bahasa lisan maupun tertulis Eggins, 2004:5. Kemudian, kata konteks mengacu pada elemen-elemen yang menyertai teks Christie Misson, 1998:8. Halliday 1985; 1994; 2004 mengembangkan konsep Universitas Sumatera Utara konteks dengan mengukuhkan tiga aspek dalam situasi yang mempunyai dampak terhadap penggunaan bahasa, yakni 1 field topik yaitu what apa yang dibicarakan dalam interaksi, 2 pelibat tenor yaitu who siapa yang terkait atau terlibat dalam interaksi dan 3 cara mode yaitu how bagaimana interaksi dilakukan. Halliday 1976; 1985; Halliday Martin, 1993; Hasan, 1996; Martin, 1997. Selain konteks bahasa, ada dua konteks lainnya yaitu konteks sosial dan konteks ideologi.

2.2.1.3 Klausa Simpleks dan Klausa Kompleks

Dalam teori LSF klausa merupakan komponen bahasa terlengkap dan sempurna. Hal ini disebabkan karena satuan klausa terkandung tiga makna metafungsi bahasa yaitu bahwa setiap klausa mengandung fungsi ideasional, interpersona, dan tekstual. Hal ini senada dengan pendapat Halliday 1981:42 bahwa “a clause in English is the simultaneous realization of ideational, interpersonal and textual meanings.” Klausa dalam Bahasa Inggris merupakan realisasi ideasional, interpersonal, dan tekstual. Istilah klausa yang digunakan dalam tatabahasa formal berbeda dengan klausa yang digunakan LSF. LSF mengistilahkan klausa sama dengan kalimat dalam tatabahasa formal. Menurut Eggins 2004: 255-256 istilah klausa sebagai klausa simpleks yang berarti setara dengan kalimat simpel sederhana dalam tatabahasa formal dan klausa kompleks setara dengan kalimat majemuk dan kalimat kompleks. Klausa simpleks adalah klausa yang hanya terdiri atas satu struktur dengan satu verba utama. Contoh: 1 Maka Patēh Gajah Mada pun menyembah Raja ahmad. 2 Maka Patēh Gajah Mada [yang membunuh itu] pun menyembah Raja Ahmad Universitas Sumatera Utara Verba utama dari contoh 1 dan 2 adalah menyembah. Verba membunuh di dalam tanda kurung bukan verba utama. Pada dasarnya, verba membunuh dapat dibuang dan hanya merupakan penjelas nomina yang ada di depannya. Klausa kompleks adalah klausa yang terdiri atas dua struktur atau lebih dengan dua verba atau lebih. Contoh: 3 Maka Tuan Puteri itu menyurohkan hulubalangnya yang bernama Tun Perpatēh ﻦﻴﺟ Jena kepada segala negeri akan menuliskan rupa segala anak raja-raja yang pada segala negeri serta membawa kertas sapeti dan dawat s.kuchi ﻲﺠﻮﻜﺴ dan kalam saberkas. 4 Maka Tun Perpatēh Jēna pun berlengkaplah ia dengan sabuah perahu, lalulah ia berlayar daripada suatu negeri kepada suatu negeri serta menuliskan rupa anak raja-raja yang di dalam negeri itu. Dari contoh klausa kompleks di atas menunjukkan rangkaian dua klausa atau lebih dengan konjungsi sebagai alat perangkainnya. Pada contoh 3, 4 konjungsi yang digunakan adalah serta. Keberadaan konjungsi pada sebuah klausa dapat menyebabkan klausa tersebut menjadi kompleks. Kalimat kompleks adalah kalimat yang memiliki lebih dari satu gagasan. Kalimat kompleks akan mempengaruhi pembaca dalam memahami teks.

2.2.1.4 Kohesi

Halliday dan Hasan 1976:1 membahas konsep kohesi bahasa Inggris secara detail dalam bukunya yang berjudul cohesion in English. Menurut mereka kohesi adalah a semantic one; it refers to relation of meaning that exist within the text, and that define Universitas Sumatera Utara it as text. Hal ini berarti kohesi sebagai konsep makna; kohesi mengacu pada hubungan makna dalam sebuah teks. Lebih lanjut mereka 1976:4 menambahkan bahwa Cohesion occurs where the INTERPRETATION of some element in the discourse is dependent on that of another. The one PRESUPPOSES the other, in the sense that it cannot be effectively decoded except by recourse to it. When this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby at least potentially integrated into a text Hal ini berarti kohesi terjadi tergantung pada hubungan sebuah elemen dalam teks terhadap elemen lain. Satu elemen mempersyaratkan elemen yang lain, dalam arti elemen itu tidak dapat dipahami tanpa bantuan elemen lain. Dua elemen dalam teks yang berelasi secara kohesif masing-masing disebut dengan elemen yang mempersyaratkan presupposing dan elemen yang dipersyaratkan presupposed. Kemudian Saragih 2006:23 menambahkan bahwa satu unit pengalaman dalam klausa dapat dihubungkan dengan klausa lain sebagai hubungan makna. Hubungan ini membentuk satu kesatuan yang disebut kohesi. Kohesi adalah ciri suatu teks. Kohesi terbentuk dengan tautan makna antarklausa. Pautan makna antar klausa membentuk satu kesatuan yang disebut teks atau wacana. Tautan dalam teks akan semakin padu, jika semakin banyak alat kohesi yang digunakan. Dengan kata lain, teks yang padu ditandai dengan adanya alat kohesi yang digunakan. Tautan ini direalisasikan oleh dua alat kohesi cohesive devices, yaitu kohesi grammatikal dan kohesi leksikal. Selain itu, Muchtar 2012: 101 menyatakan bahwa kohesi juga merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi adalah organisasi sintaktik. Organisasi sintaktik merupakan wadah ayat-ayat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan demikian, organisasi tersebut dapat menghasilkan tuturan. Hal ini berarti bahwa kohesi adalah hubungan di antara kalimat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat Universitas Sumatera Utara grammatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang baik. Di dalam penerjemahan, penerjemahan perlu menyesuaikan alat kohesi, karena setiap bahasa mempunyai sarana kohesifnya masing-masing dan cara menggunakan alat kohesi tersebut

2.2.1.5 Kohesi Grammatikal

Halliday dan Hasan 1976:6-7 menjelaskan bahwa kohesi Grammatikal Grammatical Cohesion adalah kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi jenis ini ditandai dengan adanya referensi pronomina, demonstrative, comparative, substitusi nominal, verbal, dan clausal, elipsis nominal, verbal, dan clausal dan konjungsi additive, adversative, causal dan temporal.

2.2.1.5.1 Referensi Perujuk

Referensi adalah hubungan antara suatu elemen dalam teks dengan sesuatu yang dirujuknya sesuai dengan konteksnya. Hal ini senada dengan pendapat Halliday Hasan 1976:31 bahwa referensi sebagai a cohesive device that allows the readerhearer to trace participants, events, entities, etc. in texts. Jadi, referensi adalah perangkat kohesi yang memungkinkan pembaca atau pendengar untuk melacak peserta, peristiwa, entitas, dan lain-lain dalam teks. Halliday dan Hasan 1976:37 menyakini bahwa ada unsur tertentu dalam setiap bahasa yang memiliki sifat referensi. Dalam bahasa Inggris, berdasarkan tipe objeknya, referensi terbagi tiga yaitu referensi personal kata ganti diri atau pronomina, referensi demonstratif penunjuk dan referensi komparatif perbandingan. Penggunaan referensi ini dapat dilihat pada

a. Three blind mice, three blind mice, see how they run See how they run.