I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Bagaimanakah Peranan Komunikasi Antarpribadi Dalam Membentuk Konsep Diri Siswai Tunarungu di SLB-B Karya Murni Medan?”
I.3. Pembatasan Masalah
Agar ruang lingkup penelitian tidak terlalu luas, namun lebih jelas dan terarah maka perlu dibuat pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Penelitian menggunakan metode Deskriptif dengan tipe studi kasus dimana peneliti
mendeskripsikan atau merekonstruksikan wawancara mendalam terhadap subjek penelitian tanpa menjelaskan hubungan antar variabel atau menguji hipotesis.
2. Subjek dalam penelitian ini adalah konselor dan siswai tunarungu di SLB-B Karya Murni
Jl. H.M. Jhoni No. 66 A Medan, yang duduk di tingkat SLTP. 3.
Penelitian fokus untuk menggambarkan dan membahas bagaimana peranan komunikasi antarpribadi khususnya mengenai layanan konseling individual konselor dalam
membentuk konsep diri siswai tunarungu di SLB-B Karya Murni Medan. 4.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga selesai.
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan arah penelitian yang akan menguraikan apa yang akan dicapai, dan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan peneliti dan pihak lain yang
berhubungan dengan penelitian tersebut. Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Untuk menggambarkan dan membahas bagaimana peranan komunikasi antarpribadi yang
dilakukan oleh konselor dalam membentuk konsep diri siswai tunarungu di SLB-B Karya Murni.
b. Untuk mengetahui metode komunikasi konseling yang dilakukan konselor terhadap
siswai tunarungu dalam membentuk konsep diri siswai tunarungu. c.
Untuk mengetahui bagaimana respon siswai tunarungu. d.
Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh konselor ketika membimbing. e.
Untuk mengetahui solusi yang dipilih konselor guna mengatasi masalah yang dihadapinya
1.4.2 Manfaat Penelitian
Dalam hal ini manfaat penelitian yang dimaksud adalah: a.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya komunikasi antarpribadi yang berkaitan dengan pembentukan
konsep diri siswai tunarungu. b.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU, khususnya di bidang
ilmu komunikasi. c.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pihak SLB-B Karya Murni Medan, sehingga dapat meningkatkan perhatian dalam menangani kebutuhan
dan permasalahan siswai tunarungu.
Universitas Sumatera Utara
I.5. Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang
memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti Nawawi, 1995:39. Kerlinger menyatakan teori merupakan himpunan konstruk
konsep, defenisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menggambarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala
tersebut Rakhmat, 2004:6. Adapun teori-teori yang relevan dengan penelitian ini adalah:
a. Komunikasi
b. Komunikasi Antarpribadi
c. Teori Pengungkapan Diri Self Disclosure
d. Komunikasi Verbal dan Non Verbal
e. Teori Simbolik
f. Konsep Diri
g. Konseling Individual
h. Tunarungu
1.5.1 Komunikasi
Wilbur Schramm mengatakan bahwa kata communication itu berasal dari bahasa Latin: Communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti common sama. Dengan
demikian apabila kita akan mengadakan komunikasi, maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita dengan orang lain. Sama di sini maksudnya adalah sama makna
Effendy, 2003:9. Menurut Cherrey, komunikasi adalah menekankan pada proses hubungan, sedangkan Gode berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses yang menekankan pada
sharing atau pemilikan Liliweri, 1997:5. Jadi, jika mengadakan suatu komunikasi dengan
Universitas Sumatera Utara
satu pihak lain, maka kita menyatakan gagasan kita untuk mendapatkan komentar dari pihak lain mengenai suatu objek tertentu. Theodorson dalam Liliweri, 1997:11 mengatakan bahwa
komunikasi adalah pengalihan informasi dari satu kelompok kepada kelompok lain terutama dengan menggunakan simbol. Sedangkan Panji Anogoro dan Ninik Widiyanti dalam
Liliweri, 1997:104 memberi defenisi komunikasi sebagai berikut: komunikasi merupakan kapasitas individu dan kelompok lain.
1.5.2 Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh De Vito
dalam Liliweri, 1997:12 bahwa, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan- pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan
umpan balik yang langsung. Menurut Barnlund ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi
antarpribadi dalam Liliweri, 1997:14, yaitu: 1.
Komunikasi antarpribadi terjadi secara spontan 2.
Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur 3.
Terjadi secara kebetulan 4.
Tidak mengejar tujuan yang telah direncanakan terlebih dahulu 5.
Identitas keanggotaannya kadang-kadang kurang jelas 6.
Bisa terjadi hanya sambil lalu saja Menurut Evert M. Rogers dalam Liliweri, 1997:13 ada beberapa ciri komunikasi
antarpribadi, yaitu: 1.
Arus pesan dua arah 2.
Konteks komunikasi adalah tatap muka. 3.
Tingkat umpan balik yang tinggi. 4.
Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi. 5.
Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban. 6.
Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.
Universitas Sumatera Utara
Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi pada data psikologis tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu
bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut komunikator reaksi komunikan menyenangkan, maka ia akan merasa bahwa komunikasinya telah berhasil.
Menurut Rakhmat bahwa, pola-pola komunikasi antarpribadi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang
bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga,
maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi persoalan adalah bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi
itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik, yaitu: sikap percaya, sikap suportif dan terbuka Rakhmat, 2005:129.
Percaya trust, menentukan efektivitas komunikasi. Secara ilmiah percaya didefenisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko Griffin, dalam Rakhmat, 2005:130.
Sikap Suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Sudah jelas dengan
sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal: karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang
memahami pesan orang lain. Perilaku yang menimbulkan iklim suportif adalah: deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, persamaan dan provisionalisme.
Sikap terbuka open-mindedness sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi antarpribadi yang efektif. Menurut Brooks dan Emert karakteristik orang yang
sikap terbuka adalah sebagai berikut: a.
Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan logika b.
Membedakan dengan mudah, melihat suasana dan sebagainya c.
Berorientasi pada isi d.
Mencari informasi dari berbagai sumber e.
Lebih bersifat profesional dan bersedia mengubah kepercayaannya
Universitas Sumatera Utara
f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaan Rakhmat,
2005: 136. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong
timbulnya saling pengertian, saling menghargai dan yang paling penting dapat saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal melalui komunikasi yang dilakukan.
Melalui komunikasi antarpribadi dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda
telah dicintai, anda berpikir anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas, anda merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan
demikian. Proses komunikasi antarpribadi seperti ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang.
I.5.3 Teori Pengungkapan Diri Self Disclosure
Self disclosure teori adalah proses sharingberbagi informasi dengan orang lain. Informasinya menyangkut pengalaman pribadi, perasaan, rencana masa depan, impian dan
sebagainya. Dalam melakukan proses self-disclosure seseorang harus memahami waktu, tempat dan tingkat keakraban. Kunci dari suksesnya self-disclosure adalah kepercayaan
http:jurusankomunikasi.blogspot.com. Salah satu model inovatif untuk memahami tingkat-tingkat kesadaran dan
penyingkapan diri dalam komunikasi adalah Jendela Johari Johari Window. “Johari” berasal dari nama depan dua orang psikolog yang mengembangkan konsep ini, Joseph Luft
dan Harry Ingham Senjaya, 2007:2.44. Meskipun self disclosure yang mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu sendiri ada batasnya. Artinya kita perlu
mempertimbangkan kembali apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita akan menghasilkan efek positif bagi hubungan kita dengan orang tersebut Senjaya, 2007:2.45.
Universitas Sumatera Utara
I.5.4 Komunikasi Verbal dan Non Verbal Dalam penyampaian pesan, seorang komunikator dituntut untuk memiliki kemampuan
dan sarana agar mendapat umpan balik feedback dari komunikan sehingga maksud pesan tersebut dapat dipenuhi dengan baik dan berjalan efektif. Komunikasi dengan tatap muka
face-to-face dilakukan. antara komunikator dan komunikan secara langsung, tanpa menggunakan media apapun kecuali bahasa sebagai lambang atau simbol. Komunikator
dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa lisan oral
communication dan bahasa tulisan written communication. Ada tiga ciri utama komunikasi verbal, yaitu:
1. Bahasa verbal adalah komunikasi yang kita pelajari setelah kita menggunakan komunikasi
non verbal. Jadi komunikasi verbal ini digunakan setelah pengetahuan dan kedewasaan kita sebagai manusia tumbuh.
2. Komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding dengan komunikasi non verbal,
sebab bila kita ke luar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan masyarakat setempat maka kita bisa menggunakan bahasa isyarat non verbal.
3. Komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa
non verbal. Melalui komunikasi verbal kita mengkomunikasikan gagasan dan konsep- konsep yang abstrak Sendjaja, 2005:6.3.
Sementara komunikasi non verbal dapat didefenisikan sebagai berikut: non berarti tidak, verbal bermakna kata-kata words. Sehingga komunikasi non verbal dimaknai sebagai
komunikasi tanpa kata-kata. Beberapa contoh komunikasi nonverbal adalah: gerakan atau isyarat badaniah gestural seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata dan sebagainya,
dan menggunakan gambar untuk mengemukakan ide atau gagasannya Sendjaja, 2005:6.3.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang
dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai potensial bagi pengirim atau penerima; jadi defenisi ini mencakup perilaku yang disengaja
juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan dalam Mulyana, 2002:198.
Kategori komunikasi non verbal dalam Sendjaja Sasa Djuarsa antara lain vocalics atau paralanguage, kinesic yang mencakup gerakan tubuh, lengan dan kaki, serta ekspresi wajah
facial expression, perilaku mata eye behaviour, lingkungan yang mencakup objek benda dan artefak, proxemics yang merupakan ruang dan teritori pribadi, haptics sentuhan,
penampilan fisik tubuh dan cara berpakaian, chronomics waktu dan olfaction bau Sendjaja, 2005:6.17.
Ada tiga perbedaan antara komunikasi verbal dan non verbal, yaitu: 1.
Komunikasi verbal dikirimkan oleh sumber secara sengaja dan diterima oleh penerima secara sengaja pula.
Universitas Sumatera Utara
2. Perbedaan simbolik. Berarti bahwa makna dalam komunikasi verbal dipahami secara
subjektif oleh individu yang terlibat didalam suatu kondisi, sedangkan makna non verbal lebih bersifat alami dan universal.
3. Mekanisme pemrosesan. Yaitu, komunikasi verbal mensyaratkan kaidah dan aturan
berbahasa secara indah dan terstruktur Sendjaja, 1994:257.
I.5.5 Teori Interaksi Simbolik
Teori ini menyatakan bahwa interaksi sosial pada hakekatnya adalah interaksi simbolik. Manusia berinteraksi dengan orang lain dengan cara menyampaikan simbol, yang lain
memberi makna atas simbol tersebut. Para ahli perfeksionisme simbolik melihat bahwa individu adalah obyek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya
dengan individu yang lain. Mereka menemukan bahwa individu-individu tersebut berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol, yang didalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan kata-
kata. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata pesan verbal,
perilaku non verbal dan obyek yang disepakati bersama Mulyana, 2001:84. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia
yaitu komunikasi dan petukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan
bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain
yang menjadi mitra interaksi mereka. Defenisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Manusia
bertindak hanya berdasarkan defenisi atau penafsiran mereka atas objek-objek disekelilingnya. Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan Blumer,
proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini makna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses
Universitas Sumatera Utara
tersebut bukanlah sesuatu medium yang netral yang memungkinkan kekuatan sosial memainkan perannya melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial
dan kekuatan sosial Mulyana, 2001:68 Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi
manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara singkat interaksionalisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: pertama individu merespon sebuah situasi simbolik.
Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua makna adalah
produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga makna diinterpretasikan individu dapat berubah dari
waktu kewaktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
I.5.6 Konsep Diri Konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut ciri-cirisifat
yang dimilikinya Dayakisni, 2003:65. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh
dari interaksi dengan lingkungannya. Konsep diri seseorang umumnya dipengaruhi oleh keluarga dan orang-orang dekat lain disekitarnya, termasuk kerabat akan tetapi yang paling
mempengaruhi adalah ketika kita berinteraksi dengan orang lain yakni pengharapan, kesan dan citra orang lain tentang kita.
Fitts 1971 membagi konsep diri dalam dua dimensi, yaitu sebagai berikut: a.
Dimensi Internal Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal internal frame of reference
adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam dirinya sendiri. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk yaitu:
1. Diri Identitas Identity self
Universitas Sumatera Utara
Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut mencakup
label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri self oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.
2. Diri Pelaku Behavioral self
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai “Apa yang dilakukan oleh diri”.
3. Diri PenerimaPenilai Judging self
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan elevator. Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator antara diri dan identitas pelaku.
b. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal terbagi atas
lima bentuk yaitu:
1. Diri Fisik physical self
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus, dan sebagainya
2. Diri Etik-moral moral-ethical self
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya
dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.
3. Diri Pribadi personal self
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi
dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
4. Diri Keluarga family self
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa
dekat terhadap dirinya sebagai anggota dari suatu keluarga.
5. Diri Sosial social self
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitarnya.
Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan hati yang utuh.
I.5.7 Konseling Individual
Istilah konseling berasal dari bahasa inggris “to counsel” yang secara etimologi berarti “to give advice” atau memberi saran dan nasehat. Jones mendefenisikan konseling sebagai
kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada
Universitas Sumatera Utara
masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konseling harus ditujukan pada
perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri Lubis, 2006:7.
Selanjutnya menurut Jones, proses konseling akan terlaksana bila terlihat beberapa aspek berikut ini:
a. Terjadi antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien.
b. Terjadi dalam suasana yang profesional.
c. Dilakukan dan dijaga sebagai alat yang memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah
laku klien. Rogers mengemukakan sebagai berikut: counseling is a series of direct contacts with
the individual which aims to offer him assistance in changing his attitude and behaviour. Konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk
membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya Hallen, 2005:9. Sementara itu, Shertzer dan Stone mendefenisikan hubungan konseling yaitu interaksi
antara seseorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut Willis, 2004:36.
Karakteristik hubungan konseling adalah sebagai berikut: 1.
Hubungan konseling itu sifatnya bermakna, terutama bagi klien, demikian pula bagi konselor. Hubungan konseling terjadi dalam suasana keakraban intimate
2. Bersifat afek
Afek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap dan kecenderungan-kecenderungan yang didorong oleh emosi. Afek hadir karena adanya keterbukaan diri disclosure
klien, keterpikatan, keasyikan diri self absorbed dan saling sensitif satu sama lain.
3. Integrasi pribadi
Terdapat ketulusan, kejujuran dan keutuhan antara konselor-klien. 4.
Persetujuan bersama Ada komitmen keterikatan antara kedua belah pihak.
5. Kebutuhan
Hubungan konseling akan berhasil bila klien datang atas dasar kebutuhan nya.
Universitas Sumatera Utara
6. Struktur
Proses konseling bantuan terdapat struktur karena adanya keterlibatan konselor dan klien.
7. Kerjasama
Jika klien bertahan resisten maka ia menolak dan tertutup terhadap konselor. Akibatnya, hubungan konseling akan macet. Begitu juga sebaliknya.
8. Konselor mudah didekati, klien merasa aman.
Faktor iman dan taqwa sangat mendukung terhadap kehidupan emosional konselor. 9.
Perubahan Tujuan akhir dari hubungan konseling adalah perubahan positif klien menjadi lebih
sadar dan memahami diri, mendapatkan cara-cara terbaik untuk berbuatmerencanakan kehidupannya menjadi lebih dewasa dan pribadinya
terintegrasi. Perubahan internal dan eksternal terjadi didalam sikap dan tindakan, serta persepsi terhadap diri, orang lain dan dunia Willis, 2004:41-44
Dari defenisi-defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa layanan konseling individual merupakan kegiatan komunikasi antarpribadi konselor dengan kliennya, dimana
dalam prosesnya melibatkan keikutsertaanketerlibatan dua orang individu yang terjadi dalam suasana keakrabankebersamaan dan terdapat interaksi, atau umpan balik antara kedua belah
pihak sehingga si klien dapat memahami pikiran ataupun pesan yang disampaikan konselor yang tujuan akhirnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah klien
sehingga klien mempunyai konsep diri yang jelas.
I.5.8 Tunarungu
Anak dengan gangguan pendengaran tunarungu sering kali menimbulkan masalah baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun bagi lingkungan sekitarnya. Menurut
Mangunsong, yang dimaksud dengan anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan luar biasa Mangunsong
1998:66. Menurut Moores, ketunarunguan adalah kondisi dimana individu tidak mampu mendengar dan hal ini tampak dalam wicara atau bunyi-bunyian, baik dengan derajat
frekuensi dan intensitas dalam Mangunsong 1998:68. Secara khusus ketulian didefenisikan sebagai gangguan pendengaran yang sangat parah sehingga anak mengalami kesulitan dalam
Universitas Sumatera Utara
memproses informasi bahasa melalui pendengaran, dengan atau tanpa alat bantu, sehingga berpengaruh pada prestasi pendidikan.
Menurut Telford dan Sawrey ketunarunguan tampak dari ciri-ciri sebagai berikut: a.
Ketidakmampuan memusatkan perhatian yang sifatnya kronis b.
Kegagalan merespons apabila diajak bicara c.
Terlambat berbicara atau melakukan kesalahan artikulasi d.
Mengalami keterbelakangan di sekolah dalam Mangunsong, 1998:70.
1.6. Kerangka Konsep
Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak hasil pemikiran rasional yang dibentuk dengan menggeneralisasikan obyek atau hubungan fakta-fakta yang
diperoleh dari pengamatan. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalisasikan dengan mengubahnya menjadi variabel. Suatu variabel adalah konsep
tingkat rendah, yang acuan-acuannya secara relatif mudah diidentifikasikan, diurut atau diukur Kriyantono, 2007:20. Variabel berfungsi sebagai penghubung antara dunia teoritis
dengan dunia empiris. Adapun konsep operasional yang akan diteliti adalah: 1.
Komunikasi AntarPribadi 2.
Konsep Diri siswai tunarungu
1.7. Operasionalisasi Konsep
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka konsep operasional tersebut dijadikan acuan untuk memecahkan masalah. Agar konsep operasional tersebut dapat
membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, maka dioperasionalkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Konsep operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1
Konseptualisasi Unit Analisis
Operasional Komponen Indikator
1.Komponen Komunikasi Antarpribadi Konselor
Terhadap siswai tunarungu
a. Keterbukaan - sikap terbuka konselor dalam
proses konseling b.
Empati -
Kemampuan konselor dalam mengenali siswai tunarungu
c. Dukungan
- Dukungan konselor dalam
proses konseling d.
Rasa positif -
Tanggapan positif konselor terhadap siswai tunarungu
e. Kesamaan
De Vito, 1997:259 -
Kesamaan pandangan dan sikap antara konselor
terhadap siswai tunarungu 2.
Komponen Konsep Diri Siswai tunarungu
a. Terbuka pada pengalaman - Perasaan cemas, marah atau
takut akan berkuranghilang terhadap masalah yang
sedang dihadapi siswai tunarungu
- Sikap optimis siswai akan masa depan
b. Tidak bersifat defensif
- Sifat terbuka siswai
tunarungu
Universitas Sumatera Utara
- Sifat tidak menyalahkan
orang lain akan kecacatan atau kesulitan yang diderita
siswai c.
Kesadaran yang cermat -
Sudah memiliki rasa percaya diri dari siswai
- Menyadari kelebihan dan
bakat yang dimiliki siswai d.
Penghargaan diri tanpa syarat
- Merasa cukup berarti
dilingkungannya -
Ada prestasi di dalam maupun di luar kelas
e. Menjalin hubungan yang
harmonis dengan orang lain
Hall, 1993:128 -
Dapat bergaul dengan sesama siswai SLB-B
- Ada rasa tanggung jawab dan
memiliki satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
1.8. Defenisi Operasional Variabel