Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “Siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut mencakup
label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri self oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.
2. Diri Pelaku Behavioral self
Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai “Apa yang dilakukan oleh diri”.
3. Diri PenerimaPenilai Judging self
Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan elevator. Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator antara diri dan identitas pelaku.
b. Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal terbagi atas
lima bentuk yaitu:
1. Diri Fisik physical self
Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus, dan sebagainya
2. Diri Etik-moral moral-ethical self
Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya
dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.
3. Diri Pribadi personal self
Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi
dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.
4. Diri Keluarga family self
Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa
dekat terhadap dirinya sebagai anggota dari suatu keluarga.
5. Diri Sosial social self
Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitarnya.
Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan hati yang utuh.
I.5.7 Konseling Individual
Istilah konseling berasal dari bahasa inggris “to counsel” yang secara etimologi berarti “to give advice” atau memberi saran dan nasehat. Jones mendefenisikan konseling sebagai
kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada
Universitas Sumatera Utara
masalah tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konseling harus ditujukan pada
perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri Lubis, 2006:7.
Selanjutnya menurut Jones, proses konseling akan terlaksana bila terlihat beberapa aspek berikut ini:
a. Terjadi antara dua orang individu, masing-masing disebut konselor dan klien.
b. Terjadi dalam suasana yang profesional.
c. Dilakukan dan dijaga sebagai alat yang memudahkan perubahan-perubahan dalam tingkah
laku klien. Rogers mengemukakan sebagai berikut: counseling is a series of direct contacts with
the individual which aims to offer him assistance in changing his attitude and behaviour. Konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk
membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya Hallen, 2005:9. Sementara itu, Shertzer dan Stone mendefenisikan hubungan konseling yaitu interaksi
antara seseorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut Willis, 2004:36.
Karakteristik hubungan konseling adalah sebagai berikut: 1.
Hubungan konseling itu sifatnya bermakna, terutama bagi klien, demikian pula bagi konselor. Hubungan konseling terjadi dalam suasana keakraban intimate
2. Bersifat afek
Afek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap dan kecenderungan-kecenderungan yang didorong oleh emosi. Afek hadir karena adanya keterbukaan diri disclosure
klien, keterpikatan, keasyikan diri self absorbed dan saling sensitif satu sama lain.
3. Integrasi pribadi
Terdapat ketulusan, kejujuran dan keutuhan antara konselor-klien. 4.
Persetujuan bersama Ada komitmen keterikatan antara kedua belah pihak.
5. Kebutuhan
Hubungan konseling akan berhasil bila klien datang atas dasar kebutuhan nya.
Universitas Sumatera Utara
6. Struktur
Proses konseling bantuan terdapat struktur karena adanya keterlibatan konselor dan klien.
7. Kerjasama
Jika klien bertahan resisten maka ia menolak dan tertutup terhadap konselor. Akibatnya, hubungan konseling akan macet. Begitu juga sebaliknya.
8. Konselor mudah didekati, klien merasa aman.
Faktor iman dan taqwa sangat mendukung terhadap kehidupan emosional konselor. 9.
Perubahan Tujuan akhir dari hubungan konseling adalah perubahan positif klien menjadi lebih
sadar dan memahami diri, mendapatkan cara-cara terbaik untuk berbuatmerencanakan kehidupannya menjadi lebih dewasa dan pribadinya
terintegrasi. Perubahan internal dan eksternal terjadi didalam sikap dan tindakan, serta persepsi terhadap diri, orang lain dan dunia Willis, 2004:41-44
Dari defenisi-defenisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa layanan konseling individual merupakan kegiatan komunikasi antarpribadi konselor dengan kliennya, dimana
dalam prosesnya melibatkan keikutsertaanketerlibatan dua orang individu yang terjadi dalam suasana keakrabankebersamaan dan terdapat interaksi, atau umpan balik antara kedua belah
pihak sehingga si klien dapat memahami pikiran ataupun pesan yang disampaikan konselor yang tujuan akhirnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah klien
sehingga klien mempunyai konsep diri yang jelas.
I.5.8 Tunarungu