Bagi Roma, ia mendapat banyak sekali manfaat dari layanan konseling. Dia juga memiliki minat yang tinggi untuk selalu melibatkan diri dalam kegiatan itu. Bila sedang ingin
konseling, ia datang pada konselor, selanjutnya konselor yang akan mencari waktu yang tepat untuk berkonseling. Menurutnya, ia sangat nyaman bercerita dengan konselor karena
konselor di sekolah ini baik, pengertian, ramah serta dapat menyimpan rahasia pribadi Roma.
B. Analisis Komponen Pembentukan Konsep Diri 1. Terbuka pada pengalaman
Roma mengungkapkan setiap kali bila selesai mengikuti proses konseling kecemasan akan masalah-masalah yang sedang dihadapinya sedikit hilang dan lama kelamaan
sudah dapat diatasinya. Menurutnya hal itu terjadi karena ia sangat senang untuk berkonseling. Ia juga sudah bersikap realistis akan masa depannya. Mengenai masa
depannya ia berkata: “... bagi kami anak tunarungu, kalo di tanya tentang masa depan, yah.. paling kami
bekerja sebagai tukang kusuk massage, bernyanyi, bermusik, salon atau bertukang, karena itu yang kami pelajari di sini SLB – B Karya Murni. Mana bisa kami kerja di
perusahaan...”
2. Tidak bersikap defensif
Setelah mengikuti program konseling, Roma merasa dirinya sudah tidak lagi menutup diri dan minder seperti dulu. Berikut ungkapan nya:
“... aku memang memiliki kekurangan. Tapi aku gak malu, karena Tuhan sayang aku. Buktinya kata teman-teman ku, aku cantik. Makanya aku gak pernah sedih, walaupun
kadang ada yang mengejek karena kekurangan ku.”
Universitas Sumatera Utara
3. Kesadaran yang cermat
Roma mengatakan kalau ia sudah dapat menerima dirinya apa adanya, seperti yang diungkapkannya berikut ini:
“... mungkin inilah jalan Tuhan”. Ia juga menyadari bahwa sebagai seorang penyandang cacat, ruang geraknya sangatlah terbatas, berbeda dengan anak normal
disekelilingnya. Selain itu juga ia menyadari ada banyak tantangan di depan yang mau tidak mau harus dihadapi untuk bisa bertahan hidup.
4. Penghargaan diri tanpa syarat
Mengenai keinginan untuk berkarya dan berprestasi, menurut Roma ia selalu ingin melakukan yang terbaik sesuai dengan bakatnya. Ia juga percaya selama ia mau
berusaha dan tetap tekun, dia pasti berhasil mewujudkan impiannya. Hal tersebut dapat kita ketahui lewat ungkapannya berikut ini:
“... aku rajin belajar salon, karena aku mau jadi pesalon terkenal. Biar jadi seperti artis, bisa terkenal dimana-mana. Selain itu, nilai ku juga bagus semua kok. Kalo gak
percaya, tanya aja sama guru kelas. hehehe”
5. Menjalin hubungan yang harmonis dengan orang lain
Roma merasa senang dengan semua sahabat nya di sekolah begitu juga dengan orang disekitar tempatnya tinggal. Setiap hari dia selalu menjalin hubungan yang baik
dengan mereka. Karena ia menganggap bahwa semua manusia itu sama dihadapan Tuhan. Selain itu, ia juga tak pernah merasa diperlakukan dengan tidak baik. Malah
sebaliknya dalam setiap kesempatan, dia selalu disetarakan dengan anak normal lainnya. Dengan semangat Roma menjawab ketika penulis bertanya tentang perlakuan
orang disekitarnya: “Aku gak malu dan gak menyalahkan siapa pun dengan kondisi ku ini. Teman-teman
ku baik sama ku. Guru dan konselor disekolah ini juga sangat membantu ku dalam
Universitas Sumatera Utara
membimbing aku untuk menjadi sosok yang lebih baik. Begitu juga dengan lingkungan sekitar ku. Mereka memperlakukan ku layaknya anak normal lainnya. Aku
percaya, Tuhan punya rencana indah buat masa depan ku. Kayak lagu rohani itu, demikian cerita Roma sembari tersenyum.”
Pembahasan
Dalam proses konseling antara Roma dengan konselor di SLB – B Karya Murni, tercipta rasa kekeluargaan, berjalan santai disertai adanya hubungan empati yang dirasakan
oleh nya. Roma merasa nyaman untuk bercerita apa adanya dengan konselor. Selain itu juga ada keterbukaan dari konselor sehingga Roma bebas dan tanpa malu-malu membicarakan
masalah lain diluar masalah sekolah seperti masalah pribadi yang sifatnya rahasia. Adapun masalah yang paling sering menjadi fokus layanan konseling menurut Roma
adalah tentang kehidupannya yang berkaitan dengan masa depannya. Bukan hanya itu saja, ada beberapa masalah lain yang ikut juga dibicarakan, diantaranya: masalah pertemanan,
prestasi belajar, cita-cita, bahkan masalah keluarga yang sedang dialaminya. Mengenai sosok konselor Roma berkata: “... ibu itu sangat ramah dan mengerti keadaan
ku, jadi aku senang bisa konseling dengannya”. Mengenai keaktifan dalam proses konseling, Roma menuturkan bahwa awalnya konselor yang lebih aktif. Selanjutnya setelah beberapa
kali konseling, Roma yang mendatangi konselor jika ingin berbagi mengenai apa yang dia rasakan. Menurut Roma, konselor itu sangat memperhatikannya dan membantunya untuk
membangkitkan semangatnya. Jika mengalami masalah, bentuk solusi yang diberikan oleh konselor adalah dengan
menasehatinya dengan kata-kata bijak yang diambil dari ayat-ayat Alkitab. Selain itu, konselor juga memberikan contoh dari kejadian nyata yang mereka alami sehari-hari. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
juga sangat membantu Roma dalam mengerti apa yang dimaksudkan oleh konselornya tersebut.
Roma mengatakan kalau ia sangat suka untuk berkonseling karena ia sangat mendapatkan banyak manfaat dari layanan ini. Menurutnya, banyak sikapnya yang berubah
menjadi lebih baik dari sebelumnya dimana sebelumnya ia sangat tertutup, minder dan sangat sulit untuk bergaul.
Remaja periang ini merasa sangat mandiri dan lebih percaya diri untuk mengaktualisasikan dirinya. Hal ini ditunjukkan dengan semangatnya yang sangat gigih
untuk mengikuti kursus salon. Karena ia berharap, kelak bisa menjadi seorang penata rias terkenal, sehingga dapat membahagiakan ibunya dan membanggakan almarhum ayahnya
yang sudah tiada. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan konseling antara
konselor dan Roma memiliki peran yang sangat besar dalam proses membentuk konsep diri Roma.
Universitas Sumatera Utara
IV.3.1.2 Informan II
Nama : Raja Yobas Yonathan Purba
Nama panggilan : Yonathan
Usia : 18 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
TempatTanggal Lahir : Palembang 05 Desember 1993
Agama : Kristen Protestan
Anak ke : 3 dari 3 bersaudara
A. Interpretasi Data
Pemuda tampan berkulit putih ini menderita cacat rungu sejak usia 3 tahun. Pada waktu itu, bungsu dari 3 bersaudara pasangan Firman Purba dan Immanuella ini mengalami sakit
dan menyebabkan rusaknya alat pendengaran nya. Jenis kecacatan Yonathan adalah hilangnya pendengaran marginal. Dimana ia masih bisa berkomunikasi dan menggunakan
telinganya, namun harus terus dilatih. Sejak mengenyam pendidikan, Yonathan mengikuti pendidikan di salah satu SLB – B
di palembang. Berhubung karena orang tua nya pindah tugas, maka Yonathan ikut bersama orang tua nya. Awalnya ia tidak menghadapai banyak kendala dalam bergaul. Hal ini
dikatakannya karena ia merasa parasnya yang lumayan ganteng membuatnya menjadi primadona bagi rekan satu sekolahnya, khususnya bagi kaum wanita. Namun terkadang
timbul rasa kecewa dihatinya, karena kondisi fisiknya yang memiliki kekurangan. Namun proses konseling yang selama ini diikutinya mampu mengubah pola pikirnya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Konselor selalu membimbingnya untuk tidak meratapi diri, namun harus terpacu untuk membangun konsep diri positif bagi dirinya.
Menurut Yonathan, ada begitu banyak manfaat yang diperolehnya dari layanan konseling. Dia juga memiliki minat yang tinggi untuk selalu melibatkan diri dalam kegiatan
itu. Menurutnya, ia sangat nyaman bercerita dengan konselor karena konselor di sekolah ini enak diajak berkomunikasi. Selain itu, konselor juga mampu menempatkan dirinya
selayaknya remaja yang dalam tahap perkembangan. Sehingga pola konseling yang dilakukan juga lebih mengena dihati Yonathan.
B. Analisis Komponen Pembentukan Konsep Diri 1. Terbuka pada pengalaman
Menurut pengakuan Yonathan, bila selesai mengikuti proses konseling dia semakin semangat dalam menjalani kehidupan. Sekalipun tidak setiap masalah dapat dibahas
pada saat yang bersamaan, namun ia senang bahwa setidaknya ada beberapa hal ataupun masalah yang tersimpan dihatinya selama ini mendapatkan jawaban dan
bahkan mendapatkan jalan keluar. Ia juga sudah bersikap realistis atas apa yang dialaminya dan akan masa depannya. Mengenai hal ini, ia berkata:
“... aku menganggap diri ku sangat berharga dan dapat menerima keberadaan ku selama ini. Meskipun aku memiliki kekurangan sebagai seorang anak tunarungu, aku
juga memiliki kelebihan yang bisa menjadi modal untuk masa depan ku. Aku juga mampu bersaing dengan teman-teman ku yang memiliki kondisi fisik yang normal.
Demikian jawabnya dengan penuh semangat.”
Universitas Sumatera Utara
2. Tidak bersikap defensif
Setelah beberapa kali mengikuti konseling, Yonathan tidak lagi menutup diri, menyalahkan dirinya sendiri atau bahkan menyalahkan orang tua. Berikut ungkapan
nya: “aku pernah menyalahkan diri ku dan merasa tidak puas karena dilahirkan sebagai
anak tunarungu. Tapi kalo dilihat lagi teman-teman ku yang normal, ternyata aku harus bersyukur karena mereka kadang gak menghargai diri mereka. Saat lagi ada
masalah kadang aku lemah tapi orang tua, guru, teman-teman dan konselor membantu ku untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut. Dengan semangat dari
mereka, aku jadi semangat dan merasa mampu menyelesaikan masalah tersebut. Saat konseling, aku sering bercerita sama ibu itu. Jadi selalu dibantu juga untuk menjadi
sosok yang lebih baik. Kata Yonathan sambil memicingkan matanya.”
3. Kesadaran yang cermat