intelektual kaum perempuan serta mampu menyejajarkan posisi perempuan dan laki-laki dalam menciptakan kesetaraan gender.
Dengan perkataan lain, masyarakat yang berdaya sebagai hasil dari pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri. Demikian juga
individu atau kelompok yang berdaya, juga individu atau kelompok yang mandiri. Sudah tentu masyarakat yang mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok atau komunitas-komunitas yang mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka Notoadmodjo, 2007:107.
4.4.1.2. Membangun Rasa Solidaritas Sesama Perempuan Melalui Perwiridan
Wirid merupakan salah satu budaya lokal yang tumbuh dan berkembang sejak masuknya islam di Indonesia yang dibawa oleh para kaum sufi. Dalam
agama Islam wirid juga biasa disebut dengan istilah pengajian. Tradisi ini biasanya di isi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an terutama surat yasin
yang diikuti dengan ceramah agama yang dipimpin oleh seorang Ustadz. Dalam perkembangannya tradisi perwiridan ini memiliki berbagai manfaat dalam
kehidupan sosial masyarakat yang memiliki pengaruh terhadap aktifitas-aktifitas sosial kemasyarakatan diluar kegiatan tersebut. Hal ini terlihat ketika masyarakat,
dalam hal ini kelompok perwiridan yang terlibat didalam kegiatan perwiridan tersebut menunjukan peningkatan rasa solidaritas diantara sesama anggotanya.
Menurut Fukuyama 2002: 37 bahwa social capital adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-
bagian tertentu darinya. Ia bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling
Universitas Sumatera Utara
kecil dan paling mendasar, demikian juga kelompok-kelompok masyarakat yang paling besar, negara, dan dalam seluruh kelompok lain yang ada diantaranya.
Social capital berbeda dengan bentuk-bentuk human capital lain sejauh ia bisa diciptakan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme kultural seperti
agama, tradisi atau kebiasaan sejarah. Budaya perwiridan ada di Desa Marindal II pada awalnya hanya tradisi
pengajian yang mayoritas diikuti oleh para perempuan setiap hari jumat. Kegiatan perwiridan yang dilakukan biasanya berupa pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an
yang diikuti dengan ceramah keagamaan. Komunitas SPI melihat budaya ini sebagai suatu jalan masuk dalam melakukan aktifitas pemberdayaan. Hal ini
dikarenakan tradisi wirid memiliki potensi modal sosial dalam membangun rasa kepercayaan dan ikatan solidaritas para anggotanya. Karena dengan nilai-nilai
yang telah terbalut dalam sebuah budaya lokal dan di junjung tinggi oleh masyarakat mempermudah mereka untuk masuk dan melakukan perubahan
terhadap masyarakat itu sendiri. Sementara disisi lain para perempuan yang mengikuti tradisi wirid ini mayoritas merupakan perempuan yang telah tergabung
dalam komunitas SPI. Sehingga hal ini memudahkan mereka untuk melakukan aktifitas pemberdayaan.
Dalam perkembangannya, sebagai agen sosial komunitas SPI menjadikan tradisi ini sebagai sebuah kegiatan pemberdayaan yang dibalut dalam beberapa
kelompok kegiatan antara lain kegiatan perwiridan mingguan, perwiridan akbar desa, dan perwiridan akbar Kecamatan. Perwiridan mingguan dilaksanakan setiap
satu minggu sekali, sedangkan kegiatan perwiridan akbar desa dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Kegiatan ini diikuti oleh anggota komunitas SPI serta
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang bergabung dari beberapa dusun yang terdapat di Desa Marindal II. Sedangkan kegiatan perwiridan akbar kecamatan dilaksanakan setiap 3 bulan
sekali di Kecamatan Patumbak. Kegiatan perwiridan ini dilakukan oleh komunitas SPI Marindal II dengan
membangun pola jaringan dengan para pemuka agama, pemerintah kecamatan, hingga dinas pendidikan. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan perwiridan yang
dilakukan oleh komunitas tersebut tidak hanya sebatas pengajian, ibadah, dan dzikir kepada Allah saja, akan tetapi komunitas SPI memberikan pendidikan bagi
para perempuan mengenai masalah kesetaraan gender dan kesehatan perempuan. Hasil wawancara dengan Ibu Lismawati :
“Kegiatan ini kegiatan yang berbasis agama, kegiatan ini kami lakukan untuk mempererat tali silaturahmi antar anggota SPI. Dalam kegiatan ini
tidak hanya melulu membahas masalah agama, akan tetapi disini kami juga membahas tentang masalah pendidikan gender, masalah kesehatan.
Seperti bagaimana cara mendidik anak di dalam keluarga, pendidikan kepemimpinan bagi perempuan, bagaimana membangun kehidupan yang
lebih baik, ya seperti itu lah” Hasil wawancara tanggal 20 Juni 2012.
Sama halnya seperti yang dikatakan Ibu Wirda : “Kegiatan perwiridan bulanan ini manfaatnya ya untuk meningkatkan
wawasan, ketakwaan anggota SPI kepada Tuhan Yang Maha Esa. selain juga tujuannya untuk mempererat ikatan silahturahmi antar anggota dan
masyarakat desa. Kalau dia perwiridan akbar, fungsinya ya sebagai media bagi warga antar desa untuk saling mengenal” Hasil wawancara
tanggal 21 Juni 2012.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ibu Hanisah sebagai berikut : “Kegiatan wirid kami ini ada yang perminggu ada juga yang sebulan
sekali. Kalo yang perminggu ya anggotanya dari SPI sama masyarakat yang ada di Dusun II. Tapi kalo yang wrid akbar kami gabung semua
dusun di Marindal ini. Kegiatannya selain ceramah agama ada juga tentang pendidikan sama kesehatan” Hasil wawancara tanggal 9 Juli
2012.
Selain mendapatkan pendidikan agama maupun pengetahuan seputar Islam, dalam perkembangannya kegiatan perwiridan yang dilakukan komunitas
Universitas Sumatera Utara
SPI ini memiliki berbagai dapak positif dalam kehidupan sosial para anggotanya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aktifitas sosial yang dilakukan para anggotanya
diluar kegiatan tersebut. Para anggota yang telah mengikuti kegiatan tersebut menjadi lebih rajin membesuk salah satu anggota perwiridan maupun keluarganya
jika sedang sakit. Selain itu, para anggota juga lebih rajin bertakziah kerumah salah satu anggota maupun masyarakat apabila ada diantara anggota keluarga
mereka yang sedang berduka atau meninggal dunia. hasil wawancara dengan Ibu Rabaniah sebagai berikut :
“Wirid ini banyak loh dek manfaatnya. Di perwiridan rasa persodaraan kami jadi lebih erat istilahnya. Contohnya kami datang menjenguk teman
yang sakit, datang takziah kalo ada yang meninggal” Hasil wawancara tanggal 6 Juli 2012.
Sama halnya dengan pernyataan Ibu Suriati sebagai berikut : “Kalo perwiridan ini gunanya untuk mempererat tali silahturahmi antar
masyarakat. ya karna kami wirid kami ngerti agama, kami rajin ibadah, pokoknya makin kuatlah rasa persodaraan itu” Hasil wawancara tanggal
6 Juli 2012.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ibu Sri Dewi Mariati sebagai berikut :
“Kalo menurut saya banyak lah. Agamanya dapet, sosialnya dapet, wawasannya pun dapet. Rasa kekeluargaannya pun ada. Misalnya waktu
ada kawan yang sakit kami jenguk kerumahnya” Hasil wawancara tanggal 16 Juli 2012.
Menurut Kamanto 2004:130, anggota-anggota dalam in-group menunjukan adanya kerja sama, hubungan yang baik good will, saling
membantu, dan saling menghormati. Mereka mempunyai perasaan solidaritas, kesetiaan terhadap kelompoknya dan kesediaan berkorban demi kelompoknya.
Selain itu adanya perubahan pola interaksi di antara sesama anggota setelah mengikuti kegiatan perwiridan. Hal ini terlihat dari meningkatnya semangat
Universitas Sumatera Utara
gotong-royong dan tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya membantu salah satu anggota yang akan melaksanakan hajatan atau pesta, baik
pesta sunatan, pernikahan, syukuran, maupun pesta perkawinan. Hal inilah yang secara bertahap mampu memupuk rasa solidaritas di antara para anggotanya.
Hasil wawancara dengan Ibu Raminiyanti sebagai berikut : “Kami kalo ada kawan dari perwiridan yang mau pesta hari minggu
misalnya sabtunya kami uda bantu-bantu, rewang istilahnya kalo dikampung-kampung” Hasil wawancara tanggal 21 Juni 2012.
Sama halnya dengan pernyataan Ibu Tatik sebagai berikut : “Walaupun rumah saya yang paling jauh tapi kalo ada kawan kami yang
mau pesta anggota yang lain pada dateng tu nawarkan bantuan walaupun tuan rumahnya gak minta tolong” Hasil wawancara tanggal 21 Juni
2012.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ibu Satini sebagai berikut : “Biasanya kalo ada anggota yang pesta kami langsung datang bantu-
bantu, apa lagi kalo uda Bunda Lisma yang ngajak. Rame yang datang tali silahturahmi kami pun gak terputus jadinya” Hasil wawancara
tanggal 21 Juni 2012.
Peningkatan rasa solidaritas yang terbentuk dari kegiatan perwiridan ini tidak terlepas dari beberapa faktor antara lain intensitas pertemuan antar sesama
anggota yang semakin intens melalui aktifitas didalam maupun diluar kegiatan perwiridan sehingga memunculkan suatu hubungan baik dan rasa saling memiliki
yang kuat. Selain itu, pendidikan gender dan kesehatan yang dilakukan memberikan suatu penyadaran bagi para perempuan mengenai fungsi dan
peranannya. Sehingga, dalam hal ini pemupukan rasa solidaritas menjadi kuat meskipun para anggota terdiri dari berbagai macam latar belakang suku maupun
etnis yang berbeda. Dengan terbentuknya rasa solidaritas kelompok yang kuat akan menjadi modal sosial bagi agen sosial dalam mengembangkan dan
melakukan perubahan dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
4.4.1.3. Peningkatan Kesadaran dan Kepedulian Perempuan Terhadap Masalah Judi dan Narkoba.