Dalam hal ini komunitas SPI berhasil melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi kepada para anggotanya. Karena kegiatan pemberdayaan yang dilakukan
oleh komunitas SPI kepada anggotanya memiliki suatu dampak positif. Mulai dari penguatan ekonomi, hingga peningkatan skill dan keterampilan para anggotanya.
Sehingga para anggotanya sebagai seorang perempuan dapat meningkatkan posisi tawar mereka dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas. Karena para
perempuan desa yang telah berdaya secara ekonomi akan mampu bersaing dengan laki-laki pada sektor publik sehingga konstruksi sosial yang selama ini terbangun
pada perempuan di sektor domestik akan berubah. Dengan demikian perempuan akan lebih mudah dalam melakukan perubahan nyata kehidupan masyarakatnya.
4.6. Faktor-faktor Pendukung Kegiatan Pemberdayaan
Keberhasilan suatu program pemberdayaan yang dilakukan oleh sebuah komunitas atau kelompok tentunya tidak terlepas dari berbagai faktor yang
mendukung program-program pemberdayaan tersebut. Hal ini tentunya tidak terlepas dari faktor sosial maupun eknomi mayarakat yang pada suatu kelompok
masyarakat yang diberdayakan. Berikut merupakan faktor sosial maupun faktor ekonomi yang mendukung keberhasilan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan
oleh komunitas SPI Desa Marindal II.
4.6.1. Faktor Sosial
Masyarakat Desa Marindal II merupakan masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang suku, agama, dan berbagai golongan yang berbeda.
Namun hal tersebut bukan menjadi faktor yang dapat menimbulkan suatu masalah disintegrasi di desa tersebut. perbedaan antara penduduk asli dengan penduduk
Universitas Sumatera Utara
pendatang juga tidak terlihat. Pembauran terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Sebanyak 83.29 masyarakat yang tinggal di Desa Marindal II merupakan suku
jawa, dan sebanyak 89.22 penduduknya menganut agama islam. Selain itu, masyarakat Desa Marindal II juga memiliki rasa persaudaraan dan semangat
gotong royong yang kuat. Tentunya persamaan identitas inilah yang menjadi salah satu modal sosial yang mendukung kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh
komunitas SPI. Meskipun para anggota komunitas SPI terdiri dari berbagai latar belakang
suku, agama, profesi, dan sebagainya. Namun hal tersebut tidak menjadi suatu penghalang bagi komunitas SPI untuk mempersatukan visi dan misi mereka, demi
kemajuan perempuan di sektor publik. Keberhasilan program pemberdayaan yang dilakukan oleh komunitas SPI tidak terlepas dari kesadaran dalam diri para
anggotanya sehingga mereka merasa termotivasi untuk dapat berperan dalam melakukan perubahan. Hasil wawancara dengan Ibu Tatik sebagai berikut :
“Kami sadar kalau perempuan itu juga mesti bisa berubah. Jadi jangan cuma laki-laki aja yang boleh maju, kami perempuan ini ya juga boleh
lah” Hasil wawancara tanggal 12 Juli 2012. Sama halnya dengan yang dikatakan Ibu Raminiyanti sebagai berikut :
“Ada pepatah bilang, dulu begini tidak apa-apa, sekarang begini juga tidak apa-apa, Kalau gitu ya kapan mau majunya. Makanya disini kami
perempuan-perempuan ini merubah kehidupan kami dan orang-orang yang ada disekeliling kami yang begini-begini aja” Hasil wawancara
tanggal 12 Juli 2012. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ibu Wirda sebagai berikut :
“Kami disini tidak mau memberikan karya kata tapi lebih memberikan karya nyata. Buat kami ngomong gak penting tapi yang penting itu
tindakan nyata” Hasil wawancara tanggal 21 Juni 2012.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, keberhasilan program pemberdayaan tidak terlepas dari kerjasama dan rasa solidaritas yang terbangun di antara para anggotanya, sehingga
rasa kepercayaan trust yang terbentuk semakin kuat. Hal ini menjadikan program-program yang dijalankan semakin mudah dan mampu memberdayakan
kehidupan sosial ekonomi para anggotanya. Hasil wawancara dengan ibu Hanisah sebagai berikut :
“Apa yang telah kami lakukan selama ini gak lebih karna kekompakan dan kerjasama antar anggota. Selain itu kami masing-masing anggota ini
uda saling mengerti kebutuhan satu sama lain” Hasil wawancara tanggal 9 Juli 2012.
Sama halnya dengan pernyataan ibu Sri Dewi Mariati sebagai berikut : “Program pemberdayaan SPI pada anggotanya ini ya nggak terlepas dari
kerjasama dan solidaritas antar anggotanya. Karna kalau kami nggak kompak ya gak bisa menjalankan program sesuai rencana”Hasil
wawancara 16 Juli 2012.
Selain itu juga dukungan dari pemerintah desa dan keluarga para anggota komunitas SPI juga turut menjadi mendorong keberhasilan para anggotanya
dalam melakukan perubahan di dalam kehidupan sosialnya melalui program- program yang dilakukan. Dukungan tersebut biasanya berasal dari keluarga
terdekat baik orang tua maupun suami. Dalam hal ini dukungan yang diberikan suami kepada para istri biasanya dalam bentuk memberikan ijin melakukan
kegiatan di organisasi, membantu pekerjaan rumah tangga, mengurus anak dirumah, dan sebagainya. Hasil wawancara dengan Bapak Ngadi sebagai berikut :
“Menurut saya urusan rumah tangga itu sebetulnya uda jadi tanggung jawab suami istri lah. Jadi, antara suami istri kewajibannya itu sama.
Kalau saya pribadi ya, pas istri saya sedang ada kegiatan di organisasinya ya saya yang ngerjakan kerjaan rumah. Ya seperti mencuci
piring, masak nasi, menyetrika itu, dan itu uda biasa saya lakukan”Hasil wawancara 14 Juli 2012.
Universitas Sumatera Utara
Sama halnya dengan pernyataan Bapak Suariono sebagai berikut : “Kalo untuk masak kita kan bisa kita masak sendiri, apalagi kalo istri da
keburu dia mau berangkat waktunya terbentur, kalo memang dia mau berangkat ya berangkat aja saya ijinkan. Iyalah kadang-kadang kita bantu
nyapu, ngepel, ngerebus aer, nyuci piring ya apapun yang bisa dibantu ya dibantu. Intinya kerjaan sehari-hari dirumah kita bantu” Hasil
wawancara tanggal 9 Juli 2012. Sama halnya juga dengan pernyataan Bapak M.Efendi senagai berikut :
“Saya ijinkan, asal jangan neko-neko, saya bantu perkerjaan rumah Nabi aja mau membantu pekerjaan istrinya masa kita sebagai umatnya gak
mau. Jadi bukan mentang-mentang saya kepala keluarga saya jadi suka- suka. Yang penting jangan nginap karna anak kami masih kecil” Hasil
wawancara tanggal 27 Juni 2012
Disisi lain, keberhasilan program pemberdayaan ini pada hakikatnya tidak terlepas dari pemanfaatan budaya lokal yang dijadikan oleh komunitas SPI
sebagai masuk ke dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Sehingga proses pemberdayaan yang berlangsung dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu pola
jaringan yang telah dibangun selama ini dengan lembaga formal maupun non formal juga memberikan suatu kontribusi yang nyata. Sehingga kesadaran dan
rasa solidaritas yang telah terbentuk pada para perempuan dalam komunitas tersebut dapat bersinergi dengan pola jaringan yang terbentuk. Menurut Mosse
2007 :265 bahwa ketika perempuan membentuk jaringan kerja, dan kelompok- kelompok kecil saling berhubungan dan bekerja sama, upaya individu-individu
menjadi suatu gerakan. Dengan adanya bekal pengalaman dan keyakinan diri dalam gerakan ini, kaum perempuan siap untuk fase pendakian lainnya, fase
mempengaruhi kebijakan umum, khususnya dalam wilayah yang mempengaruhi kebutuhan gender perempuan. Selain itu, pola dukungan yang diberikan oleh para
suami juga memiliki sebuah kontribusi positif dalam proses pemberdayaan yang dilakukan oleh komunitas SPI.
Universitas Sumatera Utara
4.6.2. Faktor Ekonomi