BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengembangan Masyarakat
Dalam menanggulangi masalah kemiskinan perlu adanya suatu proses pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam
menggali potensi yang ada pada masyarakat tersebut. Menurut Soetomo 2010:79, komunitas pengembangan community development merupakan suatu
proses serta usaha yang dilakukan oleh masyarakat sendiri yang diintegrasikan dengan otoritas pemerintah guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan
kultural komunitas, mengintegrasikan komunitas ke dalam kehidupan nasional dan mendorong kontribusi komunitas yang lebih optimal bagi kemajuan nasional.
Komunitas pengembangan masyarakat sebenarnya telah ada sejak masa koloni Inggris, namun dalam perkembangannya penerapan community development ini
banyak dilakukan oleh negara-negara berkembang guna mengentaskan masalah kemiskinan.
Dilihat sebagai suatu proses perubahan dan pembaharuan, dua unsur yang dianggap paling hakiki dan diharapkan saling mendukung dalam community
development adalah partisipasi masyarakat dalam memperbaiki taraf hidupnya sedapat mungkin berdasarkan prakarsa sendiri dan pelayanan teknis atau bentuk
pelayanan lainnya untuk mendorong prakarsa dan partisipasi Soetomo, 2010:99. Dalam hal ini komunitas perempuan sebagai kelompok pengembangan berusaha
melakukan penyadaran pengapasitasan, dan pendayaan terhadap masyarakat agar
Universitas Sumatera Utara
mereka mampu untuk memanfaatkan potensi-potensi modal sosial yang mereka miliki untuk memperbaiki taraf hidupnya dan keluarganya. Komunitas perempuan
dalam hal ini hanya sebagai fasilitator yang berusaha menggali potensi-potensi yang ada pada masyarakat guna melakukan pemberdayaan.
Dalam melakukan pemberdayaan, ada dua konsep dalam membangun suatu masyarakat, yaitu yang pertama dengan menggunakan konsep kepercayaan
Trust yang ada pada masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Fukuyama 2002:36, bahwa kepercayaan merupakan tali pengikat antara satu sama lain
sehingga tercipta suatu dukungan yang solid dan tahan lama. Trust juga merupakan suatu pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas untuk dapat
berperilaku jujur, dan kooperatif. Kemudian yang kedua dengan cara membangun suatu jaringan sosial yang dapat mendukung program pemberdayaan pada
masyarakat, sehingga terciptanya suatu pola-pola tertentu. Menurut Damsar 2002:157, jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar
banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk formal
maupun bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif
dan bersifat resiprosikal. Ungkapan “Perempuan dalam Pembangunan” dan singkatnya diterima,
WID Women In Development, sedikit banyak menyimpulkan ungkapan pemikiran pertama mengenai peran perempuan dalam pembangunan dan
pendekatan yang telah kita cakup sebegitu jauh. Ungkapan itu diciptakan pada awal 1970an oleh Women’s Committee of the Washington D.C. Chapter of the
Universitas Sumatera Utara
Society for International Development sebagai bagian dari strategi cermat untuk membawa pemikiran baru Boserup dan lain-lainnya agar menjadi perhatian para
pembuat kebijakan Amerika. Sejak itu, WID digunakan sebagai steno bagi pendekatan terhadap isu perempuan dan pembangunan yang sebagian besar
didasarkan kepada paradigma modernisasi. Pendekatan WID di fokuskan kepada inisiatif seperti pengembangan teknologi yang lebih baik, yang tepat, yang akan
meringankan beban kerja perempuan. WID bertujuan untuk benar-benar menekan sisi produktif kerja dan tenaga perempuan khususnya penghasil pendapatan
dengan mengabaikan sisi reproduktifnya, dan di sini pendekatan itu memperlihatkan asalnya dari kaum liberal Utara pada 1970-an dan 1980-an Mosse
2002:205. Dalam hal ini komunitas perempuan sebagai suatu agen perubahan yang
berupaya menyejajarkan posisi perempuan dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan posisi tawar mereka. Cara yang
mereka tempuh dengan membuat berbagai program-program pelatihan, salah satunya melalui pelatihan keterampilan, penyuluhan kesehatan, pemberantasan
penyakit masyarakat judi dan narkoba, program arisan, program paud gratis dan penerapan sistem koperasi simpan pinjam credit union.
Menurut Mosse 2002:210 pendekatan Gender and Development GAD melihat pemberdayaan perempuan lebih terkait dengan pendekatan dari bawah ke
atas bottom-up dari pada pendekatan atas ke bawah top-down, dan kebanyakan pemikiran tentang pemberdayaan datang dari tulisan feminis dan gerakan
perempuan yang muncul di selatan. Sesungguhnya pendekatan ini lebih merupakan pendekatan perempuan selatan terhadap pembangunan, ketimbang
Universitas Sumatera Utara
pendekatan laki-laki kulit putih Utara. Pendekatan ini melacak akar-akar subordinasi dalam ras, kelas, sejarah kolonial, dan posisi negara-negara Selatan
dalam tata ekonomi internasional. Pendekatan ini juga memahami tujuan pembangunan bagi perempuan dalam pengertian kemandirian dan kekuatan
internal, dan sedikit banyak lebih menekankan pada pembuatan undang-undang yang berkenaan dengan kesamaan antara laki-laki dan perempuan daripada
pemberdayaan perempuan itu sendiri untuk berusaha mengubah dan mentransformasikan struktur yang sangat bertentangan dengan mereka seperti
undang-undang perburuhan, kontrol laki-laki atas tubuh dan hak reproduktif perempuan, undang-undang sipil, dan hak atas kekayaan.
Dalam hal ini komunitas perempuan memiliki sebuah paradigma bahwa dalam membangun kemandirian dan kekuatan intelektual bagi kaum perempuan
terlebih dahulu harus ada kesetaraan gender, dimana perempuan dan laki-laki berada dalam posisi yang sama dalam proses pengambilan keputusan. Dengan
kemandirian tadi maka kaum perempuan akan mampu melakukan perubahan dalam struktur kemasyarakatan yang masih menganut budaya patriarki. Dalam
mencapai tujuan tadi perlu adanya proses penyadaran bagi kaum perempuan melalui pemberdayaan sehingga mereka memiliki kesadaran secara politik.
Perempuan dan pembangunan atau Woman and Development WAD merupakan satu pendekatan feminis neo-Marxis, yang muncul dalam paruh
terakhir 1970an yang berasal dari suatu kepedulian terhadap keterbatasan teori modernisasi. Bukannya menitikberatkan kepada strategi untuk “mengintegrasikan
perempuan dalam pembangunan”, pendekatan ini justru menunjukkan bahwa perempuan selalu penting secara ekonomi, dan kerja yang dilakukannya dalam
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga dan komunitasnya sangat mendasar untuk mempertahankan masyarakat mereka. WAD mengakui bahwa laki-laki miskin juga menjadi korban
dari proses pembangunan yang mengabaikan mereka, tetapi proses itu cenderung mengelompokkan perempuan tanpa menganalisis pembagian kelas, ras dan etnis
di antara mereka secara memadai. Pendekatan WAD berasumsi bahwa posisi perempuan akan lebih baik selama dan ketika struktur internasional menjadi lebih
adil, dan dalam hal ini, pendekatan itu cenderung kurang mengindahkan sifat penindasan gender khusus perempuan. Posisi perempuan dilihat sebagai bagian
dari struktur internasional dan ketidakadilan kelas, ketimbang sebagai akibat dari ideologi dan struktur patriarki. Pendekatan WAD cenderung menitikberatkan
kepada kegiatan yang mendatangkan pendapatan dan kurang mengindahkan tenaga perempuan yang disumbangkan dalam mempertahankan keluarga dan
rumah tangga Mosse,2002:208. Dalam hal ini komunitas perempuan berfungsi sebagai wadah bagi
perempuan untuk menyalurkan berbagai aspirasinya dalam berjuang melawan kemiskinan, penindasan, dan ketidakadilan hidup, yang pada akhirnya akan
melahirkan perempuan-perempuan yang mampu mengambil keputusan politik. Baik politik formal maupun informal.
2.2. KomunitasKelompok Sosial