Ungkapan yang Berfungsi untuk Mengenakkan Pembicaraan

Dimensi vertikal yang terdapat dalam pesta penti adalah mengucap syukur atas segala karunia yang diberikan Tuhan. Sebagai Sang Pencipta Mori Jari agu De dek, Tuhan harus disembah dan dimuliakan sebagai sumber hidup dan penghidupan manusia. Selain mengucap syukur kepada Tuhan yang telah memberikan kehidupan, masyarakat Manggarai juga bersyukur kepada para leluhur empo yang telah mewariskan tanah lingko, dengan cara memberikan persembahan yang pantas bagi mereka berupa sesajian. Dimensi horizontal dari perayaan penti adalah memperkokoh persatuan dan kesatuan wa’u klan, panga sub klan, asé-ka’é adik-kakak, anak rona pihak pemberi istri, dan anak wina pihak penerima istri. Selain itu, dengan merayakan penti, secara tidak langsung akan memperkuat keberadaan gendang dan lingko gendang oné - lingko pé’ang, memperteguh hak ulayat yang dipegang oleh para tetua adat atas lingko-lingko yang dimiliki, serta memperkuat kepemilikan tanah oleh para warga yang menerima bagian dalam lingko-lingko tersebut ata sor moso oné lingko situ baik yang berada dalam desa maupun yang berdomisili di tempat lain ise’t long oné tanah data. Dimensi sosial yang terdapat dalam pesta penti adalah sebagai reuni keluarga serta sebagai sarana untuk mengembangkan kesenian tradisional Manggarai, seperti lagu-lagu daerah sanda dan mbata, alat-alat musik tradisional dan permainan-permainan tradisional.

3.2.2 Ungkapan yang Berfungsi untuk Mengenakkan Pembicaraan

Berikut ini akan diuraikan contoh ungkapan yang berfungsi untuk mengenakkan pembicaraan. 36 Boto cuku nungan retak cepa - pora raci Secara leksikal, kalimat retak cepa - pora raci dalam bahasa Manggarai berarti lidah yang terbelah karena mabuk makan sirih pinang serta bibir yang berwarna merah, karena air sirih. Dalam adat Manggarai, cepa sirih pinang melambangkan persahabatan. Setiap tamu yang berkunjung disuguhi sirih pinang sebagai salam perkenalan. Makan sirih pinang sudah menjadi kebiasaan para orang tua laki-laki dan perempuan dan para gadis di desa. Sirih pinang selalu dibawa ketika hendak bepergian ke suatu tempat. Ketika berpapasan dengan seseorang yang dikenal, mereka akan berhenti sejenak untuk beristirahat melepas lelah sambil makan sirih pinang. Orang Manggarai menggunakan bibir yang terbelah karena mabuk makan sirih sebagai kiasan untuk sebuah persahabatan keluarga yang retak atau renggang. Ungkapan boto cuku nungan retak cepa-pora raci merupakan idiom untuk menyatakan makna jangan sampai berkelanjutan permusuhan diantara anggota keluarga yang saling bermusuhan. Untuk itu, perlu diadakan upacara perdamaian, dalam bahasa Manggarai disebut hambor. Upacara tersebut biasa dilakukan ketika pesta tahun baru atau pesta penti menurut adat Manggarai agar sebelum memasuki musim kerja yang baru segala bentuk ketidakberesan dalam keluarga sudah terselesaikan. 37 Porong asi koe irus one isung - lu’u one mata - one kilo dise ‘ Semoga berakhir tangis dan air mata pada keluarga mereka’ Ungkapan porong asi koe irus one isung - lu’u one mata - one kilo dise merupakan idiom yang bermakna semoga berakhir kedukaan dalam keluarga yang tertimpa musibah. 38 Baro ranggong api pesa ‘ Melemparkan api padam’ Ungkapan baro ranggong api pesa merupakan idiom untuk seorang laki-laki yang meminang wanita tungku anak perempuan dari paman. Dalam adat Manggarai, dikenal tiga macam bentuk perkawinan adat. Pertama, perkawinan cangkang. Kedua, perkawinan tungku dan ketiga perkawinan cako. Perkawinan cangkang adalah perkawinan antar suku klan. Perkawinan cangkang bertujuan untuk membentuk kekerabatan baru woé nelu weru atau iné - amé weru. Dengan demikian terjadilah perluasan hubungan kekeluargaan sehingga nama suatu suku semakin dikenal oleh suku-suku lainnya. Perkawinan cangkang merupakan bentuk perkawinan yang sesuai dengan tradisi gereja Katolik dan iman Kristen. Perkawinan tungku dan perkawinan cako adalah perkawinan intra klan suku. Perkawinan terjadi antara anak laki - laki dari saudari dengan anak perempuan dari saudara paman. Perkawinan tungku dan perkawinan cako bertujuan untuk melestarikan hubungan kekeluargaan yang telah terbentuk sejak lama agar tidak terputus. Perkawinan tungku dan perkawinan cako pada umumnya berasal dari perkawinan cangkang. Perkawinan tungku dan perkawinan cako dilarang dan tidak diperkenankan oleh pihak gereja Katolik . 39 Ita kala le pa’ang - tuluk pu’u batu mbau ‘ Melihat sirih pinang di gerbang kampung - lalu mencari pohon tempat ia bertumbuh’ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ungkapan ita kala le pa’ang - tuluk pu’u batu mbau merupakan idiom yang bermakna bahwa si pemuda sudah jatuh cinta kepada seorang gadis yang ditemuinya di kampung lain klan lain, lalu datang ke rumah sang gadis untuk melamarnya.

3.2.3 Ungkapan yang Berkaitan dengan Larangan