Ungkapan yang Berkaitan dengan Ejekan Ungkapan yang Menunjukkan Pertalian Kekeluargaan

112 Anak koe loas weru ‘ Anak yang baru lahir’ Ungkapan 111 dan 112 merupakan idiom untuk orang yang belum berpengalaman dalam hal pekerjaan. Ungkapan tekur cai retuk - lawo cai bao dan anak koe loas weru dalam bahasa Manggarai memiliki makna yang sama dengan peribahasa belum tahu di pedas lada. 113 Mempo neho elong - puta neho munak ‘ Hancur bagai batang pisang - punah bagai batang pisang’ Ungkapan mempo neho elong - puta neho munak merupakan idiom untuk mengutuk seseorang yang melakukan tindakan kejahatan mencuri, membunuh.

3.2.6 Ungkapan yang Berkaitan dengan Ejekan

114 Ngong ata lombong lala - kali weki run lombong muku ‘ Mengatai orang lain ibarat pucuk pisang hutan - padahal diri sendiri ibarat pucuk pisang’ Ungkapan ngong ata lombong lala - kali weki run lombong muku merupakan idiom untuk menyatakan makna orang yang suka mengejek atau mencari-cari kesalahan orang lain padahal ia sendiri mempunyai kesalahan yang lebih besar.

3.2.7 Ungkapan yang Menunjukkan Pertalian Kekeluargaan

Berikut ini diuraikan contoh-contoh ungkapan yang menunjukkan pertalian kekeluargaan. 115 Neki weki manga ranga kudut bantang pa’aang olo - ngaung musi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ‘ Semua masyarakat berkumpul untuk melakukan musyawarah bersama’ Ungkapan neki weki manga ranga kudut bantang pa’ang olo - ngaung musi merupakan idiom dalam musyawarah untuk mengambil suatu keputusan. Musyawarah harus dihadiri oleh seluruh anggota masyarakat. Keputusan dalam musyawarah merupakan keputusan bersama yang telah disepakati oleh setiap anggota masyarakat. Ungkapan tersebut diucapkan oleh pemimpin adat ketika akan memulai musyawarah. Ungkapan tersebut menggambarkan kehidupan keseharian masyarakat Manggarai yang sangat menghargai persatuan dan kesatuan. 116 Alo dalo - pulu wungkut ‘ Delapan ruas bambu- sepuluh buku tangan’ Ungkapan alo dalo - pulu wungkut merupakan idiom untuk menyatakan hubungan kekerabatan yang sudah turun temurun antara keluarga anak rona pihak pemberi istri keluarga istri dan anak wina pihak penerima istri keluarga suami. 117 Eme wakak betong - asa manga waken nipu tae ‘ Jika induk rumpun bambu tumbang - akarnya akan tumbuh dan melanjutkan kehidupan yang sama’ 118 Bete  wase biring wae - tungku kole ndawir wali ‘ Putus tali di pinggir kali - bila bertunas akan sambung lagi’ Ungkapan 117 dan 118 merupakan idiom untuk menyatakan makna bila orang tua meninggal, maka anak atau cucu keturunannya akan menggantikannya. 119 Nio loda do - waen oke sale ‘ Buah kelapa jatuh - airnya terbuang-buang’ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Ungkapan nio loda do - waen oke sale merupakan idiom untuk menyatakan makna keturunan dari suatu klan sudah banyak menyebar ke mana-mana. 120 Na’a waen pake - na’a uten kuse ‘ Katak ikut air dan udang ikut sayurnya’ Ungkapan na’a waen pake - na’a uten kuse merupakan idiom untuk menyatakan makna bahwa segala perilaku orang tua diwariskan kepada anak-anaknya. Ungkapan na’a waen pake - na’a uten kuse dalam bahasa Manggarai memiliki makna yang sama dengan peribahasa air di tulang bubungan, turunnya ke cucuran atap. 121 Bom tombo le run rukus - bom tura le run kula ‘ Kepiting tidak bicara - musang pun tidak memberitahukan warna kulitnya sendiri’ Ungkapan bom tombo le run rukus - bom tura le run kula merupakan idiom untuk menyatakan makna walaupun orang tidak menceritakan asal-usulnya, tetapi dapat diketahui dari tutur kata dan tingkah lakunya. 122 Muku ca pu’u - neka woleng curup ‘ Pisang serumpun - jangan berbeda kata’ 123 Teu ca ambu - neka woleng wintuk ‘ Tebu serumpun jangan berbeda jalan’ 124 Ipung ca tiwu - ne ka woleng wintuk ‘ Ipun sejenis ikan sekolam jangan berbeda tindakan’ 125 Nakeng ca wae - neka woleng tae ‘ Ikan se- kali jangan berbeda bicara’ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126 Neka bike ata ca lide - neka behas ata ca cewak ‘ Jangan terrpecah saudara saudari sebakul- jangan terbelah saudara saudari semangkuk’ Ungkapan 122, 123, 124, 125 dan 126 merupakan idiom untuk menyatakan makna bahwa dalam satu keturunan harus seia-sekata dalam setiap perkataan dan perbuatan, serta hidup rukun dan damai. Kalimat muku ca pu’u pada ungkapan 122 , teu ca ambu 123, ipung ca tiwu 124, nakeng ca wae 125, dan lide 126 merupakan kiasan untuk sebuah garis keturunan keluarga dari sebuah klan. Muku pisang tumbuh dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari tunas- tunas yang baru. Teu tebu merupakan tanaman berumpun dan tumbuh saling berdekatan. Ipung ipun sama seperti ikan laut lainnya selalu bergerombol kemana pun mereka pergi. Lide adalah keranjang kecil berbentuk bulat, yang terbuat dari pandan, biasa digunakan untuk berbagai keperluan. Kehidupan kekeluargaan dari sebuah keturunan suku klan diumpamakan sebagai tanaman pisang, tebu, ipun, dan bakul. 127 Weki toe pecing - ranga toe tanda ‘ Wajah yang tak dikenal’ Ungkapan Weki toe pecing - ranga toe tanda merupakan idiom untuk tamu atau orang baru yang belum dikenal warga masyarakat setempat atau tamu yang tak diundang dalam suatu pesta. 128 Toe manga ata bengkar one mai belang ‘ Tak ada yang berkembang dari buluh belang , bertunas dari betung’ PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 129 Toe manga ata bok ane betong ‘ Tidak ada anak yang dilahirkan dari rumpun bambu’ Ungkapan 128 dan 129 merupakan idiom untuk menyatakan makna bahwa tak ada anak yang lahir tanpa orang tua. 130 Neka hemong kuni agu kalo ‘ Jangan lupa tali pusat bayi dan pohon dadap’ Ungkapan neka hemong kuni agu kalo merupakan idiom untuk menyatakan rasa cinta terhadap tanah tumpah darah tanah kelahiran serta tidak melupakan kebiasaan di kampung halaman.

3.3 Fungsi Go’ét Ungkapan Ttradisional dalam Bahasa Manggarai

Dalam lingkungan masyarakat Manggarai, go’ét memiliki fungsi atau peran dalam mengatur tata kehidupan sosial dalam masyarakat karena mengandung norma serta nilai-nilai kehidupan yang harus diketahui, dipahami serta dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai pendidikan, nilai religi, nilai sosial, dan nilai etis dan estetis. Go’ét yang mengandung nilai pendidikan berjumlah tiga puluh satu buah yang berfungsi untuk mendidik moral para generasi muda agar tumbuh menjadi seorang pribadi yang bertanggung jawab, baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat. Go’ét yang mengandung nilai religi berjumlah enam belas buah yang berfungsi untuk menggambarkan keyakinan orang Manggarai akan adanya Wujud Tertinggi yang menguasai alam semesta. Go’ét yang berfungsi untuk tujuan sosial berjumlah delapan belas buah yang berfungsi untuk berbagai tujuan dalam kehidupan sosial