Demografi Go`et (ungkapan tradisional) Manggarai ditinjau dari segi makna dan fungsi.

antara 8º30’-8º50 lintang selatan dan antara 119º30’-120º50’ bujur timur Hemo, 1988: 1. Secara pemerintahan wilayah Manggarai terdiri dari tiga kabupaten, yaitu kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten Manggarai Timur. Pada tahun 2003, Kabupaten Manggarai Barat terbentuk. Wilayahnya meliputi daratan Pulau Flores bagian barat dan beberapa pulau kecil sekitarnya, diantaranya adalah Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Seraya Besar, Pulau Seraya Kecil, Pulau Bidadari, dan Pulau Longgos. Pada tanggal 17 Juli 2007, Kabupaten Mangarai Timur terbentuk dengan ibu kota Borong. Luas wilayahnya 2.643,41 km2. Walaupun Manggarai terbagi menjadi tiga kabupaten, namun tetaplah menjadi “satu kesatuan” dengan kabupaten Manggarai sebagai kabupaten induk http: www. Pos- Kupang.com.

2.3 Demografi

Dalam tradisi lisan, nenek moyang orang Manggarai dikisahkan sebagai makhluk berbulu, mengenakan pakaian dari kulit kayu. Mereka belum mengenal api metaforik sehingga mereka makan makanan mentah Dami N. Toda via Nggoro, 2004:26. Menurut hasil penelitian Verheijen, di Manggarai ditemukan beberapa sub-klan yang nenek moyangnya berasal dari luar daerah Manggarai, antara lain dari Bima, Bugis, Goa, Serang, Makasar, Sumba, Boneng Kabo. Itu artinya bahwa nenek moyang Manggarai berasal dari banyak suku yang datang dari luar. Oleh karena kurangnya data tertulis, sulit dipastikan pengelompokan klan-klan di Manggarai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berdasarkan suku asalnya. Suku luar yang cukup berpengaruh di Manggarai kebanyakan berasal dari Sulawesi Selatan Kerajaan Goa Makasar Bugis. Hal tersebut dapat dlihat dari segi bahasa yang mempunyai beberapa kesamaan. Misalnya istilah yang merujuk pada sebutan untuk bangsawan. Di Manggarai dikenal dengan kata keraeng dan di Makasar dikenal dengan istilah karaeng. Berikut ini contoh beberapa unsur bahasa yang memiliki kesamaan dengan suku-suku yang disebutkan di atas Nggoro, 2004: 27 : Bugis Goa makasar Manggarai Indonesia Manuk Lipa Kasiasi _ _ _ _ Bembe _ Lipa _ Somba opu Lampa Karae ng Nyarang Bembe Manuk Lipa towe Kasiasi Somba opu Lampa Kerae ng Jarang Bembe, mbe Ayam Sarung Miskin Menghormati leluhur Jalan melangkah Bangsawan Kuda Kambing Dari uraian di atas, asal-usul dan penghuni pertama daerah Manggarai tidak diketahui secara pasti akibat tidak adanya sumber tertulis. Secara umum dapat dikatakan bahwa penghuni pertama daerah Manggarai datang dari barat sesuai dengan teori penyebaran penduduk di Indonesia pada umumnya di masa lampau. Tiap wa’u klan di daerah Manggarai masing-masing mempunyai cerita tentang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI nenek moyang yang menurunkan warga wa’u. Namun dari cerita tersebut tidak dapat ditentukan bahwa nenek moyang tertentu sebagai penghuni pertama daerah Manggarai. Apalagi cerita itu diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi, berbeda-beda serta bervariasi. Terlebih ada kebiasaan melarang menyebutkan nenek moyang, jika bukan pada saat upacara tradisi yang sudah ditetapkan sejak nenek moyang pertama, seperti upacara penti, hang rani, dan cepa. Pada upacara tersebut para orang tua boleh menceritakan pengalaman nenek moyang mereka. Mereka menyebut nama nenek moyangnya, tempat-tempat yang disinggahi, bahkan tentang binatang yang mengantar nenek moyang ke suatu tempat atau cerita tentang binatang yang telah meluputkan nenek moyang dari bahaya. Binatang itu kelak menjadi binatang yang dianggap suci atau dikenal sebagai ceki mawa. Ceki adalah larangan untuk membunuh dan memakan daging binatang menurut cerita lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi merupakan binatang yang telah meluputkan nenek moyang dari bahaya. Menurut kepercayaan masyarakat Manggarai, apabila larangan ceki dilanggar maka yang bersangkutan akan menderita sakit yang berkepanjangan atau cacat mental. Tiap wa’u mempunyai ceki atau mawa masing- masing. Ceki atau mawa sesungguhnya merupakan lambang setiap wa’u Hemo, 1988: 8. Seperti telah disebutkan bahwa asal-usul dan penghuni pertama daerah Manggarai belum diketahui, maka sulit untuk menentukan wa’u klan manakah sebagai penghuni pertama daerah Manggarai. Seorang pastor SVD, Dr. P.J. Glinka mengadakan penelitian tentang prasejarah perkembangan kehidupan masa lampau daerah Manggarai serta penduduk Nusa Tenggara Timur. Dalam melakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI penelitian, P.J. Glinka menggunakan metode berdasarkan indeks kepala, wajah, hidung dan tinggi kepala. Hasil penelitian Dr. P.J. Glinka S.V.D berhasil mengungkapkan tipe penduduk Nusa Tenggara timur yang terdiri dari tiga tipe. Ketiga tipe tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, tipe europoid yang mirip ras mediteran di sekitar Laut Tengah, India sampai Polinesia. Kedua, tipe pacifid yang termasuk golongan mongoloid yang menyebar di Jepang, Taiwan, Filipina dan Polynesia. Tipe ketiga adalah tipe negroid. Di daerah Manggarai, ketiga tipe penduduk tersebut ada, yakni Eouropoid 42,1 , Pasifid 22,6 dan Negroid 35,3 Hemo, 1988: 9. Seorang linguis yang pernah mengadakan penelitian di Manggarai adalah Jilis AJ Verheijen, S.V.D, seorang misionaris berkebangsaan Belanda. Berdasarkan penelitian Verheijen, bahasa yang digunakan di Manggarai adalah bahasa Manggarai dengan dialek yang berbeda-beda di setiap wilayah. Seluruh masyarakat Manggarai merasa satu ketika media komunikasi ini hadir sebagai mediator dalam setiap perilaku kehidupan sosial diiringi tata cara adat yang berciri khas setempat http : kraengadhy.blogspot.com. Penggunaan bahasa daerah Manggarai mempunyai sistem yang dapat dibedakan menurut maksud serta tujuan penggunaan bahasa, terdiri dari bahasa percakapan sehari-hari, bahasa upacara adat, doa-doa upacara yang mempunyai nilai religius, bahasa tanda atau bahasa sandi, bahasa lambang atau simbol, ungkapan dan syair. Bahasa tanda adalah suatu cara mengungkapkan suatu maksud tanpa diucapkan berupa kata-kata, melainkan dengan menggunakan benda atau tanda tertentu. Misalnya seseorang yang mengambil sayur, buah-buahan atau tanaman di kebun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI orang lain tanpa izin pemilik kebun karena kebutuhan mendesak, maka orang tersebut akan memberikan tanda berupa ranting atau daun-daunan. Bahasa simbol atau bahasa lambang adalah suatu sistem menyampaikan maksud dengan menggunakan kata-kata simbol atau lambang. Misalnya istilah untuk meminang seorang gadis dikenal dengan istilah taeng kala rana taeng= meminta, kala=sirih, rana= buah, daun yang pertama kali digunakan. Ungkapan dalam bahasa daerah Manggarai mempunyai makna dan arti bagi kehidupan manusia, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. Ungkapan-ungkapan tersebut mengandung pesan untuk diteladani manusia dalam bertindak, bersikap, dan bertingkah laku Hemo, 1988: 18. 27 BAB III MAKNA DAN FUNGSI GO’E T UNGKAPAN TRADISIONAL DALAM BAHASA MANGGARAI

3.1 Pengantar